Kamis, 26 Maret 2015

Sajak Berjalan (Refrensi Buku "Cara Menulis Kreatif)

Pengakuan Pariyem
Linus Suryadi Ag. 1981

Jadi sindhen itu ada resikonya, lho pertama, predikat jelek suka nomplok di popokan oleh lingkungan hidupnya
Penyelewengan sex alias laku serong sebagai biang keladinya
Tak urung pihak sinden, perempuan di tuding-tuding pertama kalinya
Diperendah martabat dan moralnya
Sebagai sumber kacau rumah tangga
Padahal kaum pria yang suka dhemen dan lupa pada kewajiban hariannya
Bila pria sudah kedanan pesndhen, kemanapun nyinden dibuntutinya, jauh ditempuh lama dibuntutinya
Tak peduli olok-olok tetangga, sekadar nyawang pasurya sindhen dan suara yang menjadi bayangan

Kedua, ada kaitan dengan nomor satu
Sudah jamak bila jadi kembang lambe
Seorang sindhen karena susukan
Dia datang pada seorang dukun
Yang bersedia memasangkan susuk
Susuk dari kuningan dan dari perak dan terutama banget dari emas
Dengan ngobong menyan dan japa mantra tapipun dengan pantangan berapa pula
Dan susuk pun tersemat di bagian badan
Menambah molek pasuryan seorang sinden
Ah, ya dibagian-bagian yang penting
Di pusat-pusat keindahan seorang wanita
Pipi, pelupuk mata, dan pinggir dagunya atau pinggir bibir dan di pinggulnya
Bukan di penthil dan di anunya, lho

100 persen betul, tidak salah lagi
Tujuannya, untuk memelet kaum lelaki
Dan sebagai jimat penglarisan sindhen
Susuk itu memang punya daya sihir kok
Pria yang kena akan kepencut dan kepilut
Hatinya kemut-kemut, kepalanya senut-senut
Diapun dirambati rasa mabok kepayang
Ketika , pesinden kudu kuat iman
Ya, iman dalam jagad pesindhen
Lha, baru muntup-muntup muncul
Nama baru dirintis perlahan naik
Tahunya kena gaet lelaki pujaan
Merenggut jenjang yang lapang
Meteng dulu, jagad sindhen kapiran
Dan lalu ditinggalkan diam-diam
Akhirnya kerja di dapur di rumah
Bekerja lembur di ranjang suami
Alamat tutuo riwayat
Kenangan sesaat lewat
Jagad pesindhen tinggal bayangan
Sebagai pisau penggores batin
Ooo, Alllah mana ada toleransi
Lelaki rela bojonya nyindhen
Sedang biasanya kelom malam-malam
Jebul malah meladeni ki dalang
Mulut mangap cente-cente nyante
Di dalam jagad pergelaran
Di dalam jagad pasamuwun
Jagad pawestri dan jagad pesindhen
Ibarat kucing dan anjing
Tak bisa rujuk tak bisa gathuk
Ibarat minyak dan air
Tak bisa lebur tak bisa akur
Selaku kerah congkrah

Selalu bersimpang jalan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar