Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hak Asasi diartikan sebagai
Hak Dasar atau Hak pokok, seperti hak hidup dan hak untuk mendapatkan
perlindungan. Jadi Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia
menurut kodratnya, yang tak dapat dipisahkan dari pada hakikatnya dan karena
itu bersifat suci.
Sementara itu menurut Jan Materson, seperti dikutip oleh Lopa
mengartikan hak-hak asasi manusia sebagai hak yang melekat pada manusia, yang
tanpa dengannya manusia mustahil hidupsebagi manusia. “Human right wich are
inheren in our nature and without wich we can not live human being?” Tapi
Lopa kemudian mengomentari bahwa kalimat “mustahil dapat hidup sebagai
manusia hendaklah diartikan musathil dapat hidup sebagai manusia disamping
mempunyai hak juga harus bertanggung jawab atas segala yang dilaksanakannya”
Ditinjau dari segi Objektif,
HAM merupakan kewenangan yang melekat pada manusia sebagai manusia, yang harus
diakui oleh seluruh manusia di dunia ini.
B.
Sejarah
lahirnya HAM
Menurut
penyelidikan ilmu pengetahuan, sejarah hak-hak asasi manusia itu barulah tumbuh
dan berkembang Pada waktu hak-hak asasi itu oleh manusia mulai diperhatikan dan
diperjuangkan terhadap serangan-serangan atau bahaya yang timbul dari kekuasaan
suatu masyarakat atau negara.
Bila ditelusuri
ke belakang mengenai sejarah lahirnya Hak Asasi Manusia (HAM), umumnya para
pakar di Eropa berpendapat bahwacikal bakal HAM itu sebenarnya telah ada sejak
lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 M dikerajaan Inggris. Didalam Magna
Charta itu disebutkan antara lain bahwa raja yang memiliki kekuasaan absolut
dapat diabatasi kekuasaannya dan dapat dimintai pertanggung jawabannya
dihadapan hukum.
Dari Magna
Charta inilah yang kemudian undang-undang dalam kerajaan inggris tahun1689 yang
dikenal dengan undang-undang hak (Bill Of Right). Peristiwa inilah yang
mendasari terjadinya suatu adanya mukaddimah tentang Deklarasi Sedunia tenteng
Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Human Right) pada tahun 1948.
Dalam suatu pernyataan “Declaration
of Independence” di Amerika, negara yang merdeka pada tahun 1776. Didalam
deklarasi tersebut ditegaskan bahwa “Manusia adalah merdeka sejak dalam
perut ibunya, sehingga tidak logis bila sesudah lahir ia baru dibelenggu”.
Pada
tahun1789, di Perancis lahir sebuah deklarasi yang dikenal dengan The French
Declaratrion, menyatakan hak-hak yang lebih rinci lagi sebagai dasar dari The
Rule Of Law, dalam deklarasi tersebut sudah tercakup semua hak, meliputi
hak-hak yang menjamin timbulnya demokrasi dan negara hukum. Deklarasi lahir
dari hasil sebuah Revolusi Perancis yang berhasil menjatuhkan kekuasaan feodal,
termasuk golongan pendeta agama dan pemerintahan yang bersifat monarkhi
absolut. Hasil dari Revolusi tersebut menghasilkan suatu prinsip yang disebut
Trisloganda, yaitu:
1.
Kemerdekaan
(Liberty)
2.
Kesetaraan
(Equality)
3.
Kerukunan
dan Persaudaraan ( Fraternite)
Ketiga semboyan
initelah melahirkan Konstitusi Perancis 1791.
Pada awal abad ke 20, presiden Amerika,
Franklin D Roosevelt merumuskan empat macam hak asasi manusia yang dikenal
dengan “The Four Freedoms” yaitu:
1.
Freedom
of Speech
2.
Freedoms
of Religious
3.
Freedom
from Fear
4.
Freedom
from Want
Dari pernyataan
presiden Amerika tersebut telah melahirkan UDHR (Universal Declaration of Human
Right) dari Majelis Umum PBB yang terdiri dari 30 pasal.
Dam pada tahun
1993 diselenggarakan Konferensi Dunia di Wina yang membahas tentang Hak-Hak
Asasi Manusia yang bertujuan unutk memperkuat dan menegaskan pelaksanaan HAM
diseluruh Dunia, hasil Kesepakatan tersebut melahirkan sebuah Deklarasi Yang disebut
“Deklarasi Wina”.
C.
HAM
dalam UUD 1945
Berbicara tentang hak-hak asasi manusia di Indonesia tidak terlepas
dari pembicaraan tentang sejarah perumusan konstitusi dasar Negara RI,UUD 1945.
Bila lita kembali merujuk kepada undang-undang dasar tersebut hanya 7 pasal
saja yang terkait langsung dengan hak-hak asasi manusia. Dan dalam mengenai hal
dicantumkannya elemen-elemen HAM kedalam UUD 1945 itu telah terjadi perdebatan
yang rumit karena terdapatnya pandangan yang berbeda oleh para pendiri negara ini tentang hak-hak asasi tersebut.
Pandangan mereka terbagi menjadi tiga
golongan:
1. Golongan Islam
2. Golongan Nasionalis
3. Golongan Modern Sekuler.
Golongan Islam menghendaki
supaya agama Islam menjadi dasar Negara, Presiden supaya beragama Islam.
Golongan Nasionalis ingin mempertahankan persatuan, kesatuan, kekeluargaan,
kerakyatan, dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut kemanusiaan yang adil dan
beradab. Golongan Modern Sekuler menghendaki supaya HAM masuk dalam UUD, supaya
para Menteri bertanggung jawab kepada DPR.
Golongan Nasionalis menolak
dimasukkannya HAM dalam UUD. Tokoh-tokohnya ialah: Soekarno, Soepomo, dan
Radjiman Wedyodiningrat. Alasan mereka menolak ialah bahwa negara Indonesia
tidak menganut Individualisme. Melainkan berdasarkan falsafah kekeluargaan.
Moh. Hatta yang berpandangan
Modern memberi tanggapan:
“Masalahnya adalah bukan karena kita
menganut indivdualisme. Hak-hak asasi itu perlu dicantumkan dalam UUD untuk
mencegah supaya kekuasaan negara jangan sampai menjadi absolut”
Setelah diadakan Musyawarah, akhirnya tercapai
suatu kesepakatan, ialah untuk: Memasukkan beberapa pasal yang pada dasarnya mengandung
hak-hak dan kewajiban warga negara. Hal ini dianggap tidak bertentangan dengan
ide kekeluargaan dam kedaulatan rakyat. Maka disetujui untuk mencantumkan pasal
27, 28, 29, 30, dan 31. Begitu pula pasal 33 dan 34.
D. Islam dan HAM
Dalam pandangan Islam konsep HAM bukanlah
hasil evolusi pemikiran manusia, melainkan hasil wahyu Ilahi yang telah
diturunkan melalui para Nabi dan Rasul dari sejak permulaan eksistensi umat
manusia di bumi. Dan juga dalam aspek khas Konsep HAM dalam islam adalah tidak adanya
orang yang dapat memaafkan suatu pelanggaran hak-hak jika pelanggaran itu
terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi haknya. Islam juga memliki suatu
prinsip dan keteladanannya dalam HAM yang dijamin oleh Islam bagi rakyat dapat
diklasifikan kedalam dua kategori:
1. HAM dasar yang telah diletakkan oleh
Islam bagi seseorang sebagai manusia
2. HAM yang dianugerahkan oleh Islam bagi
kelompok rakyat yang berbeda dalam situasi tertentu, status, posisi, dan lain-lainnya
yang mereka miliki.
Terdapat perbedaan-perbedaan yang mendasar
antara konsep HAM dalam Islam dan konsep HAM versi Barat yang diterima oleh
perangkat-perangkat Internasional. HAM dalam Islam didasarkan pada premis,
bahwa aktivitas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sedangkan di dunia
Barat, bagaimanapun, siapapun, percaya bahwa tingkah laku hanya ditentukan oleh
hukum-hukum negara atau sejumlah otoritas yang mencukupi untuk tercapainya
aturan-aturan publik yang aman dan perdamaian semesta.
Dalam hal ini, perbedaan yang mendasar juga
terlihat dari cara memandang HAM itu sendiri. Di Barat, perhatian terhadap HAM
hanya kepada indvidu-individu yang
timbul dari panadangan yang bersifat anthroposentris, dimana manusia
merupakanukuran terhadap gejala sesuatu. Sedangkan di Timur, dalam hal ini
Islam, menganut pandangan yang bersifat theosentris, yaitu Tuhan Yang Maha Esa
dan manusia hanya untuk mengabdi kepada-Nya.
Berdasarkan atas pandangan hal tersebut
perbedaan antara konsep Islam dan konsep Barat dalam memandang HAM sangat jauh
berbeda. Yang pertama lebih bersifat sekuler, sedang yang kedua lebih bersifat
religius(keTuhanan).
Untuk memudahkan memahami Konsep HAM dalam
Islam dan Barat tertera dalam tabel ini:
No.
|
ISLAM
|
No.
|
BARAT
|
1
|
Bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW
|
1
|
Bersumber pada pemikiran Filosofis
semata
|
2
|
Bersifat Theosentris
|
2
|
Bersifat Anthroposentris
|
3
|
Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban
|
3
|
Lebih mementingkan Hak daripada Kewajiban
|
4
|
Kepentingan sosial (kebersamaan) lebih diperhatikan
|
4
|
Lebih bersifat Individualistik
|
5
|
Manusia dipandang sebagai makhluk yang dititipi hak-hak dasar oleh
Allah SWT, dan oleh karena itu, manusia wajib mensyukuri dan memeliharanya
|
5
|
Manusia dipanadang sebagai pemilik sepenuhnya hak-hak dasar
|
Daftar Pustaka
Kosasih MA, Drs Ahmad. 2003. HAM dalam persefektif ISLAM. Jakarta: Salemba Diniyah.
Setiardja, Prof. Dr. A. Gunawan. 2003. Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Konsep Pancasila. Yogyakarta: Kanisius. Cet. 7
Hussain, Dr Syekh Syaukat. 1996. Hak Asasi dalam Islam. Jakarta: Gema Insani Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar