Kamis, 19 Maret 2015

Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)


Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hak Asasi diartikan sebagai Hak Dasar atau Hak pokok, seperti hak hidup dan hak untuk mendapatkan perlindungan. Jadi Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tak dapat dipisahkan dari pada hakikatnya dan karena itu bersifat suci.
Sementara itu menurut Jan Materson, seperti dikutip oleh Lopa mengartikan hak-hak asasi manusia sebagai hak yang melekat pada manusia, yang tanpa dengannya manusia mustahil hidupsebagi manusia. “Human right wich are inheren in our nature and without wich we can not live human being?” Tapi Lopa kemudian mengomentari bahwa kalimat “mustahil dapat hidup sebagai manusia hendaklah diartikan musathil dapat hidup sebagai manusia disamping mempunyai hak juga harus bertanggung jawab atas segala yang dilaksanakannya”
 Ditinjau dari segi Objektif, HAM merupakan kewenangan yang melekat pada manusia sebagai manusia, yang harus diakui oleh seluruh manusia di dunia ini.

B.     Sejarah lahirnya HAM

Menurut penyelidikan ilmu pengetahuan, sejarah hak-hak asasi manusia itu barulah tumbuh dan berkembang Pada waktu hak-hak asasi itu oleh manusia mulai diperhatikan dan diperjuangkan terhadap serangan-serangan atau bahaya yang timbul dari kekuasaan suatu masyarakat atau negara.

Bila ditelusuri ke belakang mengenai sejarah lahirnya Hak Asasi Manusia (HAM), umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwacikal bakal HAM itu sebenarnya telah ada sejak lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 M dikerajaan Inggris. Didalam Magna Charta itu disebutkan antara lain bahwa raja yang memiliki kekuasaan absolut dapat diabatasi kekuasaannya dan dapat dimintai pertanggung jawabannya dihadapan hukum.

Dari Magna Charta inilah yang kemudian undang-undang dalam kerajaan inggris tahun1689 yang dikenal dengan undang-undang hak (Bill Of Right). Peristiwa inilah yang mendasari terjadinya suatu adanya mukaddimah tentang Deklarasi Sedunia tenteng Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Human Right) pada tahun 1948.

Dalam suatu pernyataan “Declaration of Independence” di Amerika, negara yang merdeka pada tahun 1776. Didalam deklarasi tersebut ditegaskan bahwa “Manusia adalah merdeka sejak dalam perut ibunya, sehingga tidak logis bila sesudah lahir ia baru dibelenggu”.
Pada tahun1789, di Perancis lahir sebuah deklarasi yang dikenal dengan The French Declaratrion, menyatakan hak-hak yang lebih rinci lagi sebagai dasar dari The Rule Of Law, dalam deklarasi tersebut sudah tercakup semua hak, meliputi hak-hak yang menjamin timbulnya demokrasi dan negara hukum. Deklarasi lahir dari hasil sebuah Revolusi Perancis yang berhasil menjatuhkan kekuasaan feodal, termasuk golongan pendeta agama dan pemerintahan yang bersifat monarkhi absolut. Hasil dari Revolusi tersebut menghasilkan suatu prinsip yang disebut Trisloganda, yaitu:
1.      Kemerdekaan (Liberty)
2.      Kesetaraan (Equality)
3.      Kerukunan dan Persaudaraan ( Fraternite)
Ketiga semboyan initelah melahirkan Konstitusi Perancis 1791.
 Pada awal abad ke 20, presiden Amerika, Franklin D Roosevelt merumuskan empat macam hak asasi manusia yang dikenal dengan “The Four Freedoms” yaitu:
1.      Freedom of Speech
2.      Freedoms of Religious
3.      Freedom from Fear
4.      Freedom from Want
Dari pernyataan presiden Amerika tersebut telah melahirkan UDHR (Universal Declaration of Human Right) dari Majelis Umum PBB yang terdiri dari 30 pasal.
Dam pada tahun 1993 diselenggarakan Konferensi Dunia di Wina yang membahas tentang Hak-Hak Asasi Manusia yang bertujuan unutk memperkuat dan menegaskan pelaksanaan HAM diseluruh Dunia, hasil Kesepakatan tersebut melahirkan sebuah Deklarasi Yang disebut “Deklarasi Wina”.
C.     HAM dalam UUD 1945
Berbicara tentang hak-hak asasi manusia di Indonesia tidak terlepas dari pembicaraan tentang sejarah perumusan konstitusi dasar Negara RI,UUD 1945. Bila lita kembali merujuk kepada undang-undang dasar tersebut hanya 7 pasal saja yang terkait langsung dengan hak-hak asasi manusia. Dan dalam mengenai hal dicantumkannya elemen-elemen HAM kedalam UUD 1945 itu telah terjadi perdebatan yang rumit karena terdapatnya pandangan yang berbeda oleh para pendiri  negara ini tentang hak-hak asasi tersebut.
Pandangan mereka terbagi menjadi tiga golongan:
1.      Golongan Islam
2.      Golongan Nasionalis
3.      Golongan Modern Sekuler.
 Golongan Islam menghendaki supaya agama Islam menjadi dasar Negara, Presiden supaya beragama Islam. Golongan Nasionalis ingin mempertahankan persatuan, kesatuan, kekeluargaan, kerakyatan, dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut kemanusiaan yang adil dan beradab. Golongan Modern Sekuler menghendaki supaya HAM masuk dalam UUD, supaya para Menteri bertanggung jawab kepada DPR.

  Golongan Nasionalis menolak dimasukkannya HAM dalam UUD. Tokoh-tokohnya ialah: Soekarno, Soepomo, dan Radjiman Wedyodiningrat. Alasan mereka menolak ialah bahwa negara Indonesia tidak menganut Individualisme. Melainkan berdasarkan falsafah kekeluargaan.
  Moh. Hatta yang berpandangan Modern memberi tanggapan:
“Masalahnya adalah bukan karena kita menganut indivdualisme. Hak-hak asasi itu perlu dicantumkan dalam UUD untuk mencegah supaya kekuasaan negara jangan sampai menjadi absolut”
 Setelah diadakan Musyawarah, akhirnya tercapai suatu kesepakatan, ialah untuk: Memasukkan beberapa pasal yang pada dasarnya mengandung hak-hak dan kewajiban warga negara. Hal ini dianggap tidak bertentangan dengan ide kekeluargaan dam kedaulatan rakyat. Maka disetujui untuk mencantumkan pasal 27, 28, 29, 30, dan 31. Begitu pula pasal 33 dan 34.
D.    Islam dan HAM
 Dalam pandangan Islam konsep HAM bukanlah hasil evolusi pemikiran manusia, melainkan hasil wahyu Ilahi yang telah diturunkan melalui para Nabi dan Rasul dari sejak permulaan eksistensi umat manusia di bumi. Dan juga dalam aspek khas Konsep HAM dalam islam adalah tidak adanya orang yang dapat memaafkan suatu pelanggaran hak-hak jika pelanggaran itu terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi haknya. Islam juga memliki suatu prinsip dan keteladanannya dalam HAM yang dijamin oleh Islam bagi rakyat dapat diklasifikan kedalam dua kategori:
1.      HAM dasar yang telah diletakkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia
2.      HAM yang dianugerahkan oleh Islam bagi kelompok rakyat yang berbeda dalam situasi tertentu, status, posisi, dan lain-lainnya yang mereka miliki.
 Terdapat perbedaan-perbedaan yang mendasar antara konsep HAM dalam Islam dan konsep HAM versi Barat yang diterima oleh perangkat-perangkat Internasional. HAM dalam Islam didasarkan pada premis, bahwa aktivitas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sedangkan di dunia Barat, bagaimanapun, siapapun, percaya bahwa tingkah laku hanya ditentukan oleh hukum-hukum negara atau sejumlah otoritas yang mencukupi untuk tercapainya aturan-aturan publik yang aman dan perdamaian semesta.
 Dalam hal ini, perbedaan yang mendasar juga terlihat dari cara memandang HAM itu sendiri. Di Barat, perhatian terhadap HAM hanya kepada indvidu-individu  yang timbul dari panadangan yang bersifat anthroposentris, dimana manusia merupakanukuran terhadap gejala sesuatu. Sedangkan di Timur, dalam hal ini Islam, menganut pandangan yang bersifat theosentris, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan manusia hanya untuk mengabdi kepada-Nya.
 Berdasarkan atas pandangan hal tersebut perbedaan antara konsep Islam dan konsep Barat dalam memandang HAM sangat jauh berbeda. Yang pertama lebih bersifat sekuler, sedang yang kedua lebih bersifat religius(keTuhanan).
 Untuk memudahkan memahami Konsep HAM dalam Islam dan Barat tertera dalam tabel ini:
No.
ISLAM
No.
BARAT
1
Bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW
1
Bersumber pada pemikiran Filosofis  semata
2
Bersifat Theosentris
2
Bersifat Anthroposentris
3
Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban
3
Lebih mementingkan Hak daripada Kewajiban
4
Kepentingan sosial (kebersamaan) lebih diperhatikan
4
Lebih bersifat Individualistik
5
Manusia dipandang sebagai makhluk yang dititipi hak-hak dasar oleh Allah SWT, dan oleh karena itu, manusia wajib mensyukuri dan memeliharanya
5
Manusia dipanadang sebagai pemilik sepenuhnya hak-hak dasar






Daftar Pustaka
Kosasih MA, Drs Ahmad. 2003. HAM dalam persefektif ISLAM. Jakarta: Salemba Diniyah.
Setiardja, Prof. Dr. A. Gunawan. 2003. Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Konsep Pancasila. Yogyakarta: Kanisius. Cet. 7

Hussain, Dr Syekh Syaukat. 1996. Hak Asasi dalam Islam. Jakarta: Gema Insani Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar