Disusun Oleh:
1. Silmi Fitrotunnisa (14360023)
2. Masudin Abdullah (14360024)
3. M. Siddik Malawat (14360026)
4. Ahmad Fauzi (14360027)
5. Sudarti (14360028)
JURUSAN
PERBANDINGAN MADZHAB
FAKULTAS SYARIAH
DAN HUKUM
UIN SUNAN
KALIJAGA YOGYAKARTA
2014
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syiah secara bahasa bermakna
golongan, firqoh, jama’ah atau pengikut. Secara istilah syiah adalah golongan
terbesar kedua setelah sunni. Golongan ini disebut juga pengikut atau pendukung
Ali bin Abi Thalib, khalifah ke empat islam. Pecahan aliran syiah timbul stelah
terjadinya perbedaan dalam masalah penerus kepemimpinan setelah wafatnya nabi.
Namun pada perkembangan berikutnya, perbedaaan ini semakin melebar dan meliputi
ideology dan hokum fikih, dengan tidak mengakui pada tiga kholifah pertama
islam yaitu Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Maka mereka juga tidak mengakui
hadits-hadit yang berasal dari mereka dan pendukungnya.
Cirri khas aliran syiah
Cirri khas atau factor utama dari aliran syiah dapat
disimpulkan pada point-point berikut,
1. Penerus Nabi yang sebenarnya adalah
keturunan Nabi, yaitu Ali bin Abi Thalib dan diteruskan oleh putranya yaitu
Hasan bin Ali.
2. Mereka tidak percaya pada kepemimpinan
khulafaur rasyidin selain Ali.
3. Mereka juga berpegang teguh pada Al
Qur’an sama dengan sunni, tapi penafsiran dari Al Qur’an itu sendiri diserahkan
bulat-bulat pada ulama-ulama atau imam mereka.
4. Doktrin imamah.
5. Ulama syiah dianggap pengganti nabi.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana riwayat hidup Imam Ja’far
Ash-Shodiq ?
2. Apa saja karya-karya Imam Ja’far
Ash-Shodiq ?
3. Siapa saja guru-guru Imam Ja’far
Ash-Shodiq ?
4. Siapa saja murid-murid Imam Ja’far
Ash-Shodiq ?
5. Apa kelebihan yang terdapat dalam
madzhab Ja’fariyyah ?
C. Tujuan
1. Mengetahui riwayat hidup Imam Ja’far
Ash-Shodiq
2. Mengetahui karya-karya Imam Ja’far
Ash-Shodiq
3. Mengetahui guru-guru Imam Ja’far
Ash-Shodiq
4. Mengetahui murid-murid Imam Ja’far
Ash-Shodiq
5. Mengetahui Apa kelebihan yang terdapat
dalam madzhab Ja’fariyyah
II.
BIOGRAFI IMAM MADZHAB
A. Riwayat Hidup
Ja’far
Ash-Shadiq adalah Ja’far bin Muhammad Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin
Abi Thalib suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Muhammad saw. Beliau dilahirkan
pada tanggal 20 H (699 M). ibunya bernama Ummu Farwah binti Al-Qasin bin
Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq. Pada beliaulah terdapat perpaduan darah
Nabi saw. dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Ja’far Ash-Shodiq adalah seorang
yang perwakannya, dan berkulit putih bersih. Dari segi budi pekerti, jiwa dan
akal ia memperoleh curahan dari langit. Ia adalah seorang yang ikhlas dalam
segala perbuatannya.
Ja’far Ash-Shodiq adalah seorang
yang tepat firasatnya. Mungkin karena firasatnya yang kuat maka ia tidak mau
mencampuri urusan politik dan tidak mau menuruti ajakan para pengagumnya.
Firasat adalah saah satu sifat yang
perlu dimiliki ahli fiqh, ahli madzhab. Dengan firasat dapat diketahui
keburukan-keburukan orang yang dihadapi. Ja’far Ash-Shodiq memperoleh pula
sifat kehebatan. Allah telah melimpahkan kepadanya kehebatan. Kehebatan dalam
dunia ilmu menyebabkan lawan-lawannya menundukkan kepala.
Beliau berguru langsung dengan
ayahnya Muhammad Al-Baqir di sekolah ayahnya, yang melahirkan tokoh-tokoh ulama
besar islam. Ja’far Ash-Shadiq adalah seorang ulama besar dalam beberapa bidang
ilmu seperti ilmu filsafat, tasawuf, fiqh, kimia, dan ilmu kedokteran. Beliau
adalah imam keenam dari 12 imam dalam madzhab syi’ah Imamiyah. Dikalangan kaum
sufi beliau adalah guru dan syeikh yang besar dan dikalangan ilmiah beliau
dianggap sebagai pelopor ilmu kimia. Diantaranya beiau menjadi guru Jabir bin
Hayyam dalam ahli kimia dan kedokteran islam. Dalam madzhab syi’ah, fiqh
ja’fariyyah sebagai fiqh mereka, karena sebelum Ja’far Ash-Shadiq dan masanya
tidak ada perselisihan, perselisihan dan perbedaan pendapat baru muncul pada
masa beliau.
Ahli sunnah berpendapat bahwa
Ja’far Ash-Shodiq adalah seorang mujtahid dalam ilmu fiqh, yang mana beliau
sudah mencapai tingkat laduni, beliau dianggap sebagai sufi ahli sunnah
dikalangan syeikh-syeikh mereka yang besar, padanyalah tempat puncak
pengetahuan dan darah Nabi saw. yang suci.
Syahrastani mengatakan bahwa Ja’far
Ash-Shodiq adalah seseorang yang berpengetahuan luas dalam agama, mempunyai
budi pekerti yang sempurna serta sangat bijaksana dari keduniaan jauh dari
segala hawa nafsu.
Imam Abu Hanifah berkata, “Saya
tidak dapati orang lebih faqih dari Ja’far Ash-Shodiq bin Muhammad”.
George Zaidan berkata, “Diantara
muridnya adalah Abu Hanifah (w.150 H/767 M), Malik bin Anas (w.179 H/795 M),
dan Wasil bin Atha’ (w.181 H/797 M)”. Abu Nu’aim mengatakan bahwa, “Diantara
murid beliau juga ialah Muslim bin Hajjah, perawi hadist shahih yang masyhur”.
Riwayat yang lain mengatakan bahwa di Kuffah, sedikitnya ada 900 orang syeikh
yang belajar dengan beliau di masjid Kuffah.
Abu Zuhroh berkata, “Ja’far
Ash-Shodiq berpandukan kitab Allah (Al-Qur’an) serta pandangan beliau sangat
jelas, beliau mengeuarkan hukum-hukum fiqh dari nash-nashnya, beliau
benpandukan kepada sunnah, sesungguhnya beliau tidak mengambil melainkan hadist riwayat ahlil bait (keluarga Nabi)”.[1]
Ja’far Ash-Shodiq meperoleh ilmunya
dengan cara belajar pada para ulama
terkemuka. Kemudian Allah membuka pintu ma’rifat kepadanya lanteran kejernihan
jiwanya serta menghadapi ilmu dengan seluruh perhatiannya.
B. Karya-karya Imam Ja’far Ash-Shodiq
Ulama syi’ah mempunyai ulama-ulama
besar yang menulis fiqh dan ushulnya. Yang paling menonjol diantara mereka
ialah Abu Ja’far Muhammad Ibn Al-Hasan Ibn Aly AthnThusy, wafat pada tahun 466
H. beliau adalah seoarang murid al-Murtadla.
Diantara kitabnya ialah Al-Masbuth dalam bidang fiqh, kitab al khilaf , kitab An-Nihsyah yang memperkatakan segala macam bab fiqh.
Diantara kitab ushulnya ialah Al Uddah. Di dalamnya diterangkan minhaj
yang ditempuh golongan syi’ah.
Ada juga Muhammad ibn ‘Aly Ar-Razy
pengarang kitab Al-Mashadir fie Ushulil
Fiqh, At-Tanqieh ‘anit Tahsieni wat Taqbieh.[2]
C. Guru-guru Imam Ja’far Ash-Shodiq
Walaupun orang-orang Imamiyah
mengasumsi bahwa ilmu yang diperoleh Ja’far Ash-Shodiq merupakan ilham semata
tanpa adanya guru yang mengajarinya, tetapi kenyataan sejarah membuktikan
kekeliruan anggapan itu. Guru-guru yang utama ialah :
1. Ali Zainul Abidin yang sekaligus
merupakan kakeknya menjadi orang yang pertama kali menjadi guru sang Imam
Ja’far Ash-Shodiq. Zainul Abidin wafat saat Ja’far Ash-Shodiq burumur 14 tahun.
Ia mendapat ilmu dari para ahlul bait dan para tabi’in.
2. Muhammad al-Baqir, ayahanda Ja’far
Ash-Shodiq yang sekaligus menjadi seorang imam, guru Abu Hanifah dan guru Zain
bin Zainul Abidin, yang selalu mengadakan hubungan ilmiah dengan ulama-ulama
madinah.
3. Al-Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakar
(ayah ibunya). Al-Qasim merupakan seorang mujtahid yang mempunyai pendapat
sendiri. Wafat pada tahun108 saat Ja’far Ash-Shodiq berumur 28 tahun.
D. Murid-murid Imam Ja’far Ash-Shodiq
Sebagai seorang pendiri madzhab
imam Ja’far Ash-Shodiq tentunya memiliki murid-murid yang menjadi tokoh besar
setelah wafatnya imam Ja’far Ash-Shodiq. Berikut ini kami sampaikan beberapa
nama murid-murid beliau yang kami kutip dari buku Perbandingan Madzhab Syi’ah
karya Abu Bakar Aceh , diantaranya :
1. Abu Hanifah
Yang lahir di tahun 80H dan
meninggal pada tahun 150H, juga seorang murid yang dicintainya kemudian menjadi
imam madzhab hanafi. Banyak sekali orang yang mengambil riwayat darinya dan dia
sendiri mngambil banyak ilmu dari Ja’far Ash-Shodiq. Abu Hanifah mengatakan,
“Jika tidak 2 tahun bersama Ja’far Ash-Shodiq akan binasalah Nu’man, aku belum
pernah melihat seseorang yang lebih ahli dalam bidang ilmu fiqh dari pada
Ja’far Ash-Shodiq”.
2. Sufyan bin Sa’id bin Masruq as-Sauri
Berasal dari Kuffah. Mempunyai
madzhab tersendiri, diantara pengikutnya Muhammad bin Ajlan, Auzai, Ummat bin
Salmah, Yahya bin Said al-Qattan, Futhail bin Iyyadh. Ia banyak sekali
mengambil dari Ja’far Ash-Shodiq ilmu-ilmu terutama mengenai adab, akhlak, dan
pelajaran-pelajaran lain.
3. Sufyan bin Uyainah bin Abi Imron
Meninggal pada tahun 198 H. banyak
orang meriwayatkan dari padanya contohnya seperti, A’masy, Asyani, Humam, Yahya
bin Said, Asy-Syafi’I, dan Ibnu Madini. Asy-Syafi’I berkata,”Jika tidak ada
Malik dan Sufyan akan lenyaplah ilmu di Hijaz”.
4. Syu’bah bin al-Hajjaj
Dilahirkan tahun 80 H wafat 160 H.
diantara pengikutnya yang terkenal ialah Ayyub dan Ibnu Mubarok
5. Fudhil bin Iyaj at-Tamimi
Wafat tahun 197 H. al-Jazari
mengatakn, “Bahwa ia adalah seorang imam sunnah yang baik. Nasa’I, Bukhori,
Turmudzi, Muslim, dll banyak mengambil hadist dari padanya”.
6. Hatim bin Ismail
Wafat tahun 180 H berasa dari
Kuffah adalah tempat Bukhori, Muslim, dan imam at-Turmudzi mengambil hadistnya
yang dipelajari dari Ja’far Ash-Shodiq.
7. Haffas bin Giyas al-Kahfi
Banyak pengikutnya diantara lain
Ahmad, Isaq, Abu Nu’aim, Yahya bin Mu’in, dll. Ulama besar yang pernah menjadi
qadhi di Baghdad dan Kuffah. Penghfal hadist yang banyak yang pernah ditulis
dari padanya lebih dari 4000 buah.
8. Zubair ibnu Muhammad at-Tamimi
Bergelar Abu Mundzir, berasal dari
Khurosan meninggal tahun 162 H. beliau menerima banyak ilmu dari imam Ja’far
Ash-Shodiq, dan oleh karena itu banyak yang meriwayatkan kembali dari padanya
diantaranya, Abu Daud at-tiyalisi, Ruh bin Ubaddah, Abu Amir al-Aqli,
Abdurrahman bin Mahdi, al-Waid bin Muslim, dll.
III.
KELEBIHAN MADZHABNYA
Ulama-ulama
Syiah Imamiyah atau Ja’fariyaah atau Itsna Asy-‘Ariyyah mempunyai manhaj
sendiri tidak mengekor kepada manhaj jumhur bahkan mereka mengatakan bahwa
Muhammad a-Baqir lah yang mula-mula mentadwinkan ushul fiqh bukan asy-Syafi’i[3].
Permualan ulama yang menyusun kitab ushul dalam kalangan mereka adalah dari
ulama kalam syeikh Mutakallimin telah menyusun sebuah kitab yaitu al-alfadh wa
ma’fiyah. Yunus Ibn Abdurrahman menyusun kitab Ikhtilaful Hadist[4].
Kedua ulama ini adalah ulama abad kedua hijriah semasa dengan Abu Hanifah.
Ushul
fiqh dalam abad kedua dibuat untuk menjadi dasar istimbat bukan dibuat untuk
mempertahankan furu’-furu’ yang telah ada sebelumnya. Usaha membela furu’
timbul sesudah timbul perdebatan (jiddah) antara madzhab pada akhir abad ketiga
awal abad keempat antara uama-ulama madzhab.
Kebanyakan
penulis ushul dalam kalangan syiah adalah dari golongan mutakallimin yakni para
ahli dalam ilmu kalam. Jalan yang mereka tempuh adalah jalan kebanyakan fuqaha
jumhur, yakni jalan Asy-Syafi’I yang terkenal dengan nama Thariqatul
Mutakallimin[5],
alhasil walaupun mereka membuat ushul untuk menghasilkan furu’ namun mereka
pada garis besarnya dipengaruhi oleh furu’, dengan demikian dapatlah kita
menetapkan bahwa ushul fiqh syiah menempuh jalan Syafi’iyyah dan jalan
Hanafiyyah. Diantara yang nampak pula bagi kita ialah bahwa di dalam abad
ketiga hijriah banyak ulama yang juga menolak qiyas, di samping ulama syiah
seperti Daud ibn Ali karena para ulama telah menghadapi hadist dan atsar dengan
sempurna lantaran telah dibukukan. Hampir semua buku dapat ditemukan dalam
hadits Rasululah, fatwa sahabat, fiqhut
tabin, walaupun mereka tidak tegas-tegas menolak qiyas syiah imam dalam
kedudukan rasul tidak memerlukan qiyas. Imam mereka yang terakhir meninggal
pada tahun 261 H karena itu mereka tidak memerlukan qiyas .
Pada
abad IV H syiah mengalami kemajuan yang pesat disebabkan oleh kepergian imam
dan menghilangnya imam sehingga mereka terpaksa membuat qaidah-qaidah istimbat
dan neraca-neraca pertimbangan, agar mereka mempunyai pelita dalam menempuh
jalan ijtihad. Dan menurut mereka pintu ijtihad tidak pernah tertutup.[6]
Ada
tiga hal yang dapat kita tanggapi dari perkembangan ushul fiqh dalam kalangan
syiah[7] :
1. Ilmu ushul sangat subur tumbuhnya
dikalangan mereka. Kebanyakan ahli-ahli ushul mereka adalah ulama-ulama kalam
yang mempertemukan antara dirasah
nadhariyah dengan dirasah fiqhiyyah, karena
mereka mempunyai dasar dan mempunyai alat pembela madzhab
2. Mereka menjalani jalan yang ditempuh
umum ulama kalam.
3. Di antara mereka ada yang mempunyai
kecakapan dalam bidang fiqh dan ushul, seperti : Ath-Thusy. Ath-Thusy mempunyai
keahlian pula dalam bidang ilmu tafsir dan ilmu kalam.
Kedudukan al-kitab dan as-sunnah dalam
madzhab Ja’fari yang pertama yaitu Al-Qur’an, yang perlu ditanggapi adalah dari
pendapat Ja’far Ash-Shodiq bahwa, “
al-Qur’an adalah kitab yang mencakup segala hokum, sedang as-sunnah tidak
mendatangkan sesuatu yang baru. As-sunnah tidak diterima dan diamalkan sebelum
dirujuk kepada al-Qur’an”. Dalam kitab syi’ah Al-qur’n adalah Kulliyatusy Syari’ah sedang as-sunnah
adalah masdar yang kedua yang berdiri sendiri, walaupun dia memperoleh
kekuatannya dari al-kitab. Pandangan yang kedua inilah yang kita anggap lebih
benar.[8]
Allah berfirman:
شيء لكل تبينا ب
الكتاعليكلناونز
Artinya: “Dan Kami telah menurunkan
al-Kitab kepada engkau untuk menjadi penjelasan bagi segala sesuatu.”[9]
1. Ulumul Qur’an
Diantara ulumul qur’an yang harus
dipelajari syi’ah ialah Ilmun Nasikh wal
Mansukh, ‘am dan Khas, Uslubul
Bayaanil ‘Araby.
Mereka
berpendapat al-Qur’an mempunyai bathin dan zahir. Manusia biasa hanya
mengetahui zahirnya saja. Sedang yang bathin hanya diketahui para imam.
2. Penafsiran al-Qur’an dengan ar-Ra’yu
3. Pendapat syia’ah Imamiyah terhadap isi
al-Qur’an
Ada tuduhan-tuduhan yang menyebut isi al-Qur’an ada
yang ditambah dan ada yang dibuang atau dikurangi dari aslinya.
4. ‘Am dan Khash menurut ulama Syi’ah
Ja’far Ash-Shodiq mengharuskan ulama mengetahui
dengan baik perbedaan ‘am dank hash :
tentang ‘am yang dimaksudkan dengan
khash dan khash yang dimaksudkan dengan ‘am.
Hakikat ‘am menurut syi’ah : Lafal yang mencakup
semua pengertian yang dapat dicakupnya sejak dari semula dibuat lafal itu.
Hakikat khash menurut syi’ah : Lafal yang menunjuk
kepada suatu makna.
5. Qiyas dan ‘Am
Golongan syi’ah tidak memandang qiyas sebagai dasar.
6. Ta’arudlul ‘aam alal khash
7. Penjelasan al-Qur’an
Ja’far Ash-Shodiq berkata, “Tidak ada sesuatu pun
dari urusan syari’at, melainkan ada di dalam al-Qur’an.
Syi’ah yang membolehkan ijtihad sesudah
tidak ada lagi imam, atau sesudah imam yang ke-12 pergi, menetapkan bahwa ushul
fiqh hanyalah ada empat : al-Qur’an, as-Sunnah, al-Ijma’, dan al-Aql.
Di dalam al-musnad, kitab yang
mengumpulkan keempat-empat hadits golongan Imamiyah, ditegaskan bahwa Ja’far Ash-Shodiq
memakai dasar ijma’.
Golongan Ja’fari terbagi atas dua
golongan.[10]
1. Golongan yang tidak mau berijtihad,
mencukupi dengan nash-nash yang diterima dari para imam. Mereka dinamakan
Waqifiyyah.
2. Golongan Ushuliyyah. Golongan ini
mengatakan bahwa Ushulut Tasyri, ialah : al-Kitab dan as-Sunnah. Seudah la a’
dalam masalah selain dari yang telah diketahui dengan mudah. Sesudahnya hokum
aql.
Akal merupakan kedudukan dalam pandangan
Ja’fari. Segala yang diperintah akal harus dikerjakan. Segaa yang dilarang akal
harus ditinggalkan.
Golongan Ja’fari mempergunakan akal :
1. Untuk mengetahui mana yang bagus dan
mana yang buruk. Yang baik dituntut syara’, yang buruk dilarang syara’.
2. Untuk mentakhrijkan hokum dari
kitabullah, as-Sunnah dari ijma’. Ke dalam ini masuk sebagian qiyas.
Istishhab menurut golongan Ja’fari ialah
: terus menerus tetapnya sesuatu hokum , atau sesuatu sifat yang telah ada di
masa yang telah lalu, di masa yang sedang dilalui.[11]
Golongan Ja’fari yang menutup pintu
qiyas, menggunakan mashlahah, banyak menggunakan istishhab.[12]
Madzhab Ja’fari adalah madzhab yang
besar, baik ditinjau dari segi ahlus sunnah. Fiqh mereka adalah kumpulan
pendapat imam 12.[13]
Mujtahid
dalam imamiyah terbagi menjadi empat : Mujtahid
mutlak mujtahil fil furu’. Berijtihad dengan dasar mengikuti imam dalam
masalah ushul. Mujtahid mukharrij.
Mengeluarkan ilat-iat hokum dan mengqiyaskan sesuatu serta mendatangkan dalil
bagi hokum-hukum yang terbentuk daam maadzhab. Mukharrij, yaitu mereka yang menerapkan kaidah –kaidah madzhab atas
kejadian-kejadian yang tumbuh dalam masyarakat.[14]
Madzhab
Ja’fari adalah madzhab yang berkembang subur, Karena dia membuka pintu studi
bagi segala kemuskilan yang tumbuh, baik daam bidang kemasyarakatan, maupun
dalam bidang ekonomi dan falsafah. Dalam madzhab Ja’fari banyak pendapat yang
telah tumbuh. Dengan demikian mudahlah kita untuk memilih salah satu pendapat
untuk diterapkan di masyarakat.
Madzhab
Ja’fari berkembang di Iran (Persia dan Khurasan), di Irak yang berpusat di
Karbala, dan daerah-daerah sebelah timurnya, di India, Pakistan, Nigeria,
Shamalia, dan beberapa daerah lain.[15]
IV.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari ungkapan-ungkapan sejarah
hidup Ja’far Ash-Shodiq dapatlah disimpulkan bahwasanya:
1. Member perhatiannya kepada ilmu
ulama-ulama Madinah dan ilmu ulama-ulama Irak, tidak hanya kepada ilmu keluarga
Rasul saja.
2. Seorang mujtahid mustaqil yang mempunyai
manhaj sendiri karenanya kadang-kadang Ja’far Ash-Shodiq menyetujui pendirian
ulama Madinah dan kadang-kadang
menyetujui pendirian ulama Irak
3. Memberikan perhatian yang penuh kepada
pendapat-pendapat para fuqaha. Hal ini membuka pintu fiqh yang luas. Memang
dengan kita mengetahui perbedaan-perbedaan pendapat para fuqaha, dalil mereka
masing-masing dan manhaj istimbat mereka, sampailah kita kepada pendapat yang
paling baik dan kuat.
Golongan Ja’fari membagi pemahaman
al-Qur’an menjadi 4 martabat.
Pertama : Fahmul ‘Ibaarah (pemahaman umum)
Kedua : Fahmul
Isyaarah dan maksud lafal yang mendalam. Pemahaman ini untuk para ulama yang
mendalam ilmunya.
Ketiga :
Fahmul Lathifah ‘Ibarah (pengertian yang halus, yang berada di belakang lafal).
Pemahama ini hanya dicapai oleh para wali.
Keempat :
Fahmul Haqaaiq dan apa yang sebenarnya dikehendaki Allah. Pemahaman ini hanya
dicapai oleh para Aushiyya’(para imam)
Syi’ah ja’fari berpendapat bahwa khash
yang dating bersama-sama ‘am, dipandang mukhashish bagi ‘am jika keduanya sama
keadaannya, sama-sama qath’y, atau sama-sam dhanny.
Golongan Ja’fari tidak menerima pendapat
para sahabat, maka tidak memasukkannya ke dalam bidang sunnah, walaupun Ja’far
Ash-Shodiq sendiri mengamalkan pendapat Umar.
Akal
dalam madzhab Ja’fari mempunyai dua
martabat:
1. Akal guna menghadapi qadliyah-qadliyah
yang harus diyakini seperti tentang ma’rifat kepada Allah dan tentang Nubuwwah.
Hokum akal dalam masalah-masalah ini adalah khithab.
Akallah yang menjadi dasar bagi taklif.
2. Akal untuk menghadapi hokum terhadap
masalah-masalah yang tidak diperoleh nash atau ijma’.
B. Saran
Mempelajari ilmu perbandingan
madzhab sangatlah penting, guna mengetahui kelebihan dan kekurangan dari
tiap-tiap madzhab yang ada, dan mencegah taqlid buta serta mencegah perbuatan
mengkafirkan orang lain yang berbeda madzhab orang lain. Karen sudah jelas bahwa
hokum bermadzhab adalah mubah.
Kami berharap tulisan kami dapat
bermanfaat bagi para pembaca khususnya mahasiswa jurusan perbandingan madzhab.
Kami sadar dalam membuat makalah
ini terdapat kesalahan dan kekurangan, maka dari itu kami sangat menerima krtik
dan masukan dari para pembaca sekalian.
Terakhir kami ucapkan terimakasih
dan mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam makalah yang
kami buat ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an Tafsir
Perkata Tajwid Kode Angka, Banten : Kalim,
Ash Shiddiqie, TM. Hasbi, Pokok-Pokok Pegangan Imam Madzhab, Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra, 1997.
Ash Shiddiqie, TM. Hasbi, Pokok-Pokok Pegangan Imam Madzhab Dalam Membina Hukum Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, 1973.
Aceh, H. Abubakar, Perbandingan Madzhab Syi’ah Nasionalisme Dalam Islam, Semarang:
Ramadhani, 1980.
Jawad Mughniyah, Muhammad, Fiqih Lima Madzhab, Jakarta: Lentera.
[1] Muhammad Jawad mughniyah, Fiqh
Lima MAdzhab, lentera, hal xxiii.
[2] TM Hasbi Asy-Shiddiqie, Poko-Pokok
Pegangan Imam Madzhab dalam membina
Hukum Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1973, hal 30.
[3] Ibid hal 26.
[4] Ibid.
[5] Ibid hal 28.
[6] Ibid hal 29.
[7] Ibid hal 30.
[8] TM Hasbi Asy-Shiddiqie, Pokok-Pokok
Pegangan Imam Madzhab, Semarang : PT Pustaka Riski Putra, 1997, hal 32.
[9] An-Nahl (16): 5.
[10] TM Hasbi Asy-Shiddiqie, Pokok-Pokok
Pegangan Imam Madzhab, Semarang : PT Pustaka Riski Putra, 1997, hal 58
[11] Ibid hal 62.
[12] Ibid hal 63.
[13]Ibid hal 410.
[14] Ibid hal 411.
[15] Ibid hal 412.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar