BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kebijakan otonomi daerah lahir ditengah gejolak
tuntutan berbagai daerah terhadap berbagai kewenangan yang selama 20 tahun
pemerintahan Orde Baru (OB) menjalankan mesin sentralistiknya. UU No. 5 tahun
1974 tentang pemerintahan daerah yang kemudian disusul dengan UU No. 5 tahun
1979 tentang pemerintahan desa menjadi tiang utama tegaknya sentralisasi
kekuasaan OB. Semua mesin partisipasi dan prakarsa yang sebelumnya tumbuh
sebelum OB berkuasa, secara perlahan dilumpuhkan dibawah kontrol kekuasaan.
Stabilitas politik demi kelangsungan investasi ekonomi (pertumbuhan) menjadi
alasan pertama bagi OB untuk mematahkan setiap gerak prakarsa yang tumbuh dari
rakyat.
Otonomi daerah muncul sebagai bentuk veta comply terhadap
sentralisasi yang sangat kuat di masa orde baru. Berpuluh tahun sentralisasi
pada era orde baru tidak membawa perubahan dalam pengembangan kreativitas
daerah, baik pemerintah maupun masyarakat daerah.
Ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah
pusat sangat tinggi sehingga sama sekali tidak ada kemandirian perencanaan
pemerintah daerah saat itu. Di masa orde baru semuanya bergantung ke Jakarta
dan diharuskan semua meminta uang ke Jakarta. Tidak ada perencanaan murni dari
daerah karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak mencukupi.
Ketika Indonesia dihantam krisis ekonomi tahun 1997
dan tidak bisa cepat bangkit, menunjukan sistem pemerintahan nasional Indonesia
gagal dalam mengatasi berbagai persoalan yang ada. Ini dikarenakan aparat
pemerintah pusat semua sibuk mengurusi daerah secara berlebih-lebihan. Semua
pejabat Jakarta sibuk melakukan perjalanan dan mengurusi proyek di
daerah.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian otonomi daerah ?.
2. Apa hakikat otonomi daerah ?.
3. Bagaimana sejarahnya otonomi
daerah ?.
4. Bagaimana kesalah pahaman
terhadap otonomi daerah ?.
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui devinisi otonomi daerah
2. Mengetahui hakikat otonomi daerah
3. Supaya mengetahui sejarah
otonomi daerah
4. Mengetahui kesalah pahaman
terhadap otonomi daerah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian otonomi
daerah
Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam
bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri
dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat dikatakan sebagai
kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna
mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan
otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan
yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur,
memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya
masing-masing.
B.
Hakikat otonomi daerah
Menurut UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, otonomi diartikan sebagai
hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil suatu
pengertian bahwa otonomi daerah adalah hak mengurus rumah tangga sendiri
bagi suatu daerah otonom. Hak tersebut bersumber dari wewenang dan urusan-urusan
pemerintah pusat yang diserahkan kepada pemerintah daerah, yang dalam
penyelenggaraannya lebih memberikan tekanan pada prinsip-prinsip demokrasi,
peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan
potensi dan keragaman daerah. Otonomi daerah adalah kemandirian rakyat di
daerah untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan melaksanakan
pembangunan di daerah. Pada hakekatnya otonomi daerah mencakup dua hal,
yaitu pemberian wewenang dan pemberian tanggung jawab.dalam mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
C.
Sejaarah otonomi daerah
undang-undang nomor 22 tahun 1948 berfokos pada pengaturan
tentang susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Di dalam
undang-undang ini ditetapkan 29 jenis daerah,ysitu daerah otonom
biasa dan daerah otonom istimewa,sera 3 tingkatan daerah otonom yaitu propinsi,
kabupaten/kota besar dan desa/kota kecil.
Sistem otonomi daerah yang di maksud
dengan faham atau sistem otonomidisini ialah patokan tentang cara penentuan
batas-batas urusan rumah tangga daerah dan tentang tata cara pelimpahan
wewenang dari pemerintah pusat kepda daerah menurut suatu prinsip ataui pola
pemikiran tertentu (sujamto;1990). Banyak istilah yang digunakan oleh para ahli
untuk menerjemahkan maksud tersebut diatas. Penulis paling tidak
mengidentifikasi. ada empat istilah yang digunakan oleh para ahli untuk
memahaminya. Istilah-istilah itu antara lain sistem, paham, ajaran, pengertian.
Adapin
mengenai faham atau systemotonomi tersebut pada umumnya orang mengenal ada dua
faham atau system otonomi formal. Oleh Sujamto(1990) kedua istilah ini lazim
juga disebut pengertian rumah tangga materiil (materiele huishoudingsbegrip)
dan pengertian rumah tangga formil (formeele huishoudingsbegrip).
Koesoemahatmadja
(1978) menyatakan ada tiga ajaran rumah tangga yang terkenal yaitu.
a. Ajaran
rumah tangga materiil (materiele huishoudingsleer ) atau pengertian rumah
tangga materil(materiele huishoudingsbegrip).
b. Ajaran
rumah tangga formil (formil huishoudingsleer) atau pengertian rumah tangga
formel (formele huishoudingsbegrip).
c. Ajaran
rumah tangga Riil (riele huishoudingsleer) atau pengertian rumah
tangga riil (huishoudingsbegrip).
Perkembangan
kebijakan otonomi daerah di indonesia.
a. Uu nomor 1 tahun 1945 tentang pembentukan komite
Nasional daerah.
Dalam pasal 18 UUD 1945, dikatakan bahwa, “pembagian
daerah indonesia atas dasar daerah besar dan daerah kecil,dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang, dengan memandang dan mengingat
dasar permusyawaratan dalam system pemerintahan Negara, dan hak-hak asal usul
dalam daerah bersifat istimewa.” Oleh karena itu indonesia dibagi dalam daerah-daerah yang
lebih kecil yang bersifat otonom yang pengaturnya dilakukan dengan
undang-undang.
b. Undang-undang pokok tentang pemerintahan daerah Nomer
22 tahun 1948.
Peraturan kedua yang mengatur tentang
otonomi daerah di indonesia adalah UU nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan
dimulai berlaku pada tanggal 15 april 1948. Dalam UU dinyatakan bahwa daerah
Negara RI dalam iga tingkatan yakni:
o Propinsi
o Kabupaten/kota besar
o Desa
/kota kecil,negeri, marga dan sebagainya.
D.
Kesalah pahamn terhadap
Otonomi
Daerah diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan kebijakan nasional yang
dapat mencegah kemungkinan terjadinya disintegrasi nasional. Otonomi daerah
merupakan sarana yang secara politik ditepuh dalam rangka memelihara keutuhan
negara bangsa. Otonomi daerah dilakukan dalam rangka memperkuat ikatan semangat
kebangsaan serta persatuan dan kesatuan di segenap warga bangsa.
Dengan
Undang-Undang otonomi daerah, daerah bertanggung jawab memelihara Negara
Kesatuan Republik Indonesia, karena tuntututan tanggunga jawab tersebut, daerah
tidak diberi peluang untuk mengambil inisiatif kebijakan yang sekiranya akan
merugikan kepentingan pemerintah nasional di Jakarta.
Kebijakan otonomi daerah melalui Undang
- Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan
otonomi daerah yang sangat luas kepada daerah, khususnya kabupaten dan kota.
hal itu ditempuh dalam rangka mengembalikan harkat dan martabat
masyarakat di daerah; memberikan peluang pendidikan politik dalam rangka
peningkatan kuaitas demokrasi di daerah, meningkatkan efisiensi pelayanan
publik ddi daerah, meningkatkan percepatan pembangunan daerah, dan pada
akhirnya diharapkan mampu menciptakan cara berpemerintahan yang baik (good
governance).
Namun
demikian dalam prakteknya kebijakan otonomi daerah banyak menimbulkan
kesalahfahaman. Beberapa salah paham yang muncul dari berbagai keloompok
masyarakat terkait dengan kebijakan dan implementasi otonomi daerah sebagai
berikut:
Pertama, otonomi daerah dikaitkan semata-mata dengan uang.
Sudah sangat lama berkembang dalam masyarakat suatu pemahaman yang keliru
tentang otonomi daerah, yaitu untuk berotonomi daerah harus mencukupi sendiri
segala kebutuhannya, terutama dalam bidang keuangan. Ha itu muncul karena ada
ungkapan yang dimunculkan oleh J. Wayong, pada tahun 1950-an bahwa,
"otonomi identik dengan outomoney". Ungkapan seperti ini
sama sekali tidak dapat dipertanggungjawabkan. Tidak ada yang menafikan bahwa
uang memang merupakan suatu yang mutlak, namun uang bukakn satu-satunya alat
dalam menggerakan roda ppemerintahan. Kata kunci dari otonomi adalah "
kewenangan". Dengan kewenangan uang akan bisa dicari, dan dengan itu pula
pemerintah, termasuk pemerintahan daerah, harus mampu menggunakan uang dengan
bijaksana, tepat guna, dan berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
Kedua, daerah belum siap dan belum mampu. Munculnya pandangan
ini merupakan pandangan yang keliru. Karena sebelum otonomi daerah yang
berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 jo. Undang - Undang Nomor 32
Tahun 2004 diterapkan, pemberian tugas kepada pemerintahan daerah belum diikuti
dengan pelimpahan kewenangan dalam mencari uang dan subsidi dari pemerintahan
pusat. Begitu juga, tak ada alasan untuk tidak siap dan tidak mampu karena
pemerintah daerah sudah terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam waktu
yang sudah sangat lama dan berpengalaman dalam administrasi pemerintahan.
Ketiga, dengan otonomi daerah maka pusat akan melepaskan
tanggung jawabnya untuk membantu dan membina daerah. Pendapat ini sama sekali
tidak benar. Bersamaan dengan kebijakan otonomi daerah, pemerintah pusat tetap
harus tugas dan bertanggung jawab untuk memebrikan dukungan dan bantuan kepada
pemerintahan daerah, baik berupa bimbingan teknis penyelenggaran pemerintahan
kepada personel yang ada di daerah, ataupun penyelenggaraan pemerintah
kepaa daerah, baik berupa biimbingan teknis penyelnggaraan pemerintahan kepada
personel yang ada di daerah, ataupun berupa dukungan keuangan. Hal itu sama sekali
tidak mengurangi makna otonomi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Otonomi daerah dalam Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menganut falssafah yang sudah sangat umum
dikenal di berbagai negara, yaitu "No mandate without funding"
(tak ada mandat tanpa dukungan dana). Artinya, setitap pemberian kewenangan
dari pemerintah pusat kepda daerah harus disertai dengan dana yang jelas dan
cukup apakah itu berbentuk Dana Alokasi Umum (DAU), ataupun Dana Alokasi Khusus
(DAK), serta bantuan keuangan yang lainnya, misalnya kalau terjadi bencana alam
yang sangat mengganggu roda perekonomian daerah.
Keempat, dengan otonomi daerah maka daerah dapat melakukan apa
saja. hakikat otonomi memberikan kewenangan keadaan pemerintah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan berlandaskan norma keputusan dalam kewajaran dalam
sebuah tata kehidupan bernegara. Daerah dapat menempuh segala bentuk kebijakan
apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang
yang berlaku secara nasional. Di samping itu, kepentingan masyarakat merupakan
landasan yang paling utama dalam mengambil kebijakan. Bukan sebaliknya,
pemerintah daerah mengambil langkah kebijakan dengan mengabaikan berbagai
aturan dan norma yang berlaku.
Kelima, otonomi daerah akan menciptakan daerah akan
menciptakan raja-raja kecil di daerah dan emindahkan korupsi ke daerah.
Pendapat seperti ini dapat dibenarkan kalau pera penyelenggara pemerintahan
daerah, masyarakat, dan dunia usaha di daerah menempatkan dirinya dalam
kerangka sistem politik masa lalu (orde baru) yang sarat korupsi, kolusi, dan
nepotisme serta segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang lainnya. Untuk
menghindari praktik kekuasaan tersebut, pilar-pilar penegakan demokrasi
dan civil society seperti partai politik, media massa,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Ombudsman, Komisi Kepolisian, Komisi
Kejaksaan, dan LSM yang mengawasi praktik korupsi, lembaga legislatif, dan
peradilan dapat memainkan perannya sebagai pengawas jalannya pemerinntahan
daerah secara optimal.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan
adanya otonomi daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun
program dan mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan
berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan yang
menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu program serta
memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari.
Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang /badan yang
menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai
bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan
terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
DR. Kaloh J, 2007, Mencari Bentuk
otonomi Daerah,
Suatu Solusi Dalam Menjawan Kebutuhan
Lokal Dan Tantangan Global, Jakarta, Rhineka Cipta.
http://susisitisapaah.blogspot.com/2011/03/sejarah-perkembangan-otonomi-daerah-di.html.
terimakasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar