Kamis, 05 Maret 2015

Makalah pancasila Otonomi daerah





BAB 1
PENDAHULUAN

A.  Latar belakang
Kebijakan otonomi daerah lahir ditengah gejolak tuntutan berbagai daerah terhadap berbagai kewenangan yang selama 20 tahun pemerintahan Orde Baru (OB) menjalankan mesin sentralistiknya. UU No. 5 tahun 1974 tentang pemerintahan daerah yang kemudian disusul dengan UU No. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa menjadi tiang utama tegaknya sentralisasi kekuasaan OB. Semua mesin partisipasi dan prakarsa yang sebelumnya tumbuh sebelum OB berkuasa, secara perlahan dilumpuhkan dibawah kontrol kekuasaan. Stabilitas politik demi kelangsungan investasi ekonomi (pertumbuhan) menjadi alasan pertama bagi OB untuk mematahkan setiap gerak prakarsa yang tumbuh dari rakyat.
Otonomi daerah muncul sebagai bentuk veta comply terhadap sentralisasi yang sangat kuat di masa orde baru. Berpuluh tahun sentralisasi pada era orde baru tidak membawa perubahan dalam pengembangan kreativitas daerah, baik pemerintah maupun masyarakat daerah.
Ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat sangat tinggi sehingga sama sekali tidak ada kemandirian perencanaan pemerintah daerah saat itu. Di masa orde baru semuanya bergantung ke Jakarta dan diharuskan semua meminta uang ke Jakarta. Tidak ada perencanaan murni dari daerah karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak mencukupi.
Ketika Indonesia dihantam krisis ekonomi tahun 1997 dan tidak bisa cepat bangkit, menunjukan sistem pemerintahan nasional Indonesia gagal dalam mengatasi berbagai persoalan yang ada. Ini dikarenakan aparat pemerintah pusat semua sibuk mengurusi daerah secara berlebih-lebihan. Semua pejabat Jakarta sibuk melakukan perjalanan dan mengurusi proyek di daerah. 




B.  Rumusan masalah
1.    Apa pengertian otonomi daerah ?.
2.   Apa hakikat otonomi daerah ?.
3.   Bagaimana sejarahnya otonomi daerah ?.
4.   Bagaimana kesalah pahaman terhadap otonomi daerah ?.

C.  Tujuan masalah
1.    Untuk mengetahui devinisi otonomi daerah
2.    Mengetahui hakikat otonomi daerah
3.   Supaya mengetahui sejarah otonomi daerah
4.   Mengetahui kesalah pahaman terhadap otonomi daerah


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian otonomi daerah 
Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah. Otonomi daerah  adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
B.   Hakikat otonomi daerah
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, otonomi diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil suatu pengertian bahwa otonomi daerah adalah hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom. Hak tersebut bersumber dari wewenang dan urusan-urusan pemerintah pusat yang diserahkan kepada pemerintah daerah, yang dalam penyelenggaraannya lebih memberikan tekanan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keragaman daerah. Otonomi daerah adalah kemandirian rakyat di daerah untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan di daerah. Pada hakekatnya otonomi daerah mencakup dua hal, yaitu pemberian wewenang dan pemberian tanggung jawab.dalam mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
C.   Sejaarah otonomi daerah
undang-undang nomor 22 tahun 1948 berfokos pada pengaturan tentang susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Di dalam undang-undang  ini ditetapkan 29 jenis daerah,ysitu daerah otonom biasa dan daerah otonom istimewa,sera 3 tingkatan daerah otonom yaitu propinsi, kabupaten/kota besar dan desa/kota kecil.
Sistem otonomi daerah yang di maksud dengan faham atau sistem otonomidisini ialah patokan tentang cara penentuan batas-batas urusan rumah tangga daerah dan tentang tata cara pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepda daerah menurut suatu prinsip ataui pola pemikiran tertentu (sujamto;1990). Banyak istilah yang digunakan oleh para ahli untuk menerjemahkan maksud tersebut diatas.  Penulis paling tidak mengidentifikasi. ada empat istilah yang digunakan oleh para ahli untuk memahaminya. Istilah-istilah itu antara lain sistem, paham, ajaran, pengertian.
Adapin mengenai faham atau systemotonomi tersebut pada umumnya orang mengenal ada dua faham atau system otonomi formal. Oleh Sujamto(1990) kedua istilah ini lazim juga disebut pengertian rumah tangga materiil (materiele huishoudingsbegrip) dan pengertian rumah tangga formil (formeele huishoudingsbegrip).
Koesoemahatmadja (1978) menyatakan ada tiga ajaran rumah tangga yang terkenal yaitu.
a.       Ajaran rumah tangga materiil (materiele huishoudingsleer ) atau pengertian rumah tangga  materil(materiele huishoudingsbegrip).
b.      Ajaran rumah tangga formil (formil huishoudingsleer) atau pengertian rumah tangga formel (formele huishoudingsbegrip).
c.       Ajaran rumah tangga Riil (riele huishoudingsleer) atau pengertian  rumah tangga riil (huishoudingsbegrip).

Perkembangan kebijakan otonomi daerah di indonesia.
a.     Uu nomor 1 tahun 1945 tentang pembentukan komite Nasional daerah.
Dalam pasal 18 UUD 1945, dikatakan bahwa, “pembagian daerah indonesia atas dasar daerah besar dan daerah kecil,dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam system pemerintahan Negara, dan hak-hak asal usul dalam daerah bersifat istimewa.” Oleh karena  itu indonesia dibagi dalam daerah-daerah yang lebih kecil yang bersifat otonom yang pengaturnya dilakukan dengan undang-undang.
b.     Undang-undang pokok tentang pemerintahan daerah Nomer 22 tahun 1948.
Peraturan kedua yang mengatur  tentang otonomi daerah di indonesia adalah UU nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan dimulai berlaku pada tanggal 15 april 1948. Dalam UU dinyatakan bahwa daerah Negara RI dalam iga tingkatan yakni:
o   Propinsi
o   Kabupaten/kota besar
o   Desa /kota kecil,negeri, marga dan sebagainya.

D.   Kesalah pahamn terhadap
Otonomi Daerah diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan kebijakan nasional yang dapat mencegah kemungkinan terjadinya disintegrasi nasional. Otonomi daerah merupakan sarana yang secara politik ditepuh dalam rangka memelihara keutuhan negara bangsa. Otonomi daerah dilakukan dalam rangka memperkuat ikatan semangat kebangsaan serta persatuan dan kesatuan di segenap warga bangsa.
Dengan Undang-Undang otonomi daerah, daerah bertanggung jawab memelihara Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena tuntututan tanggunga jawab tersebut, daerah tidak diberi peluang untuk mengambil inisiatif kebijakan yang sekiranya akan merugikan kepentingan pemerintah nasional di Jakarta.
Kebijakan otonomi daerah melalui Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan otonomi daerah yang sangat luas kepada daerah, khususnya kabupaten dan kota. hal itu ditempuh dalam rangka mengembalikan harkat dan  martabat masyarakat di daerah; memberikan peluang pendidikan politik dalam rangka peningkatan kuaitas demokrasi di daerah, meningkatkan efisiensi pelayanan publik ddi daerah, meningkatkan percepatan pembangunan daerah, dan pada akhirnya diharapkan mampu menciptakan cara berpemerintahan yang baik (good governance).
Namun demikian dalam prakteknya kebijakan otonomi daerah banyak menimbulkan kesalahfahaman. Beberapa salah paham yang muncul dari berbagai keloompok masyarakat terkait dengan kebijakan dan implementasi otonomi daerah sebagai berikut:
Pertama, otonomi daerah dikaitkan semata-mata dengan uang. Sudah sangat lama berkembang dalam masyarakat suatu pemahaman yang keliru tentang otonomi daerah, yaitu untuk berotonomi daerah harus mencukupi sendiri segala kebutuhannya, terutama dalam bidang keuangan. Ha itu muncul karena ada ungkapan yang dimunculkan oleh J. Wayong, pada tahun 1950-an bahwa, "otonomi identik dengan outomoney". Ungkapan seperti ini sama sekali tidak dapat dipertanggungjawabkan. Tidak ada yang menafikan bahwa uang memang merupakan suatu yang mutlak, namun uang bukakn satu-satunya alat dalam menggerakan roda ppemerintahan. Kata kunci dari otonomi adalah " kewenangan". Dengan kewenangan uang akan bisa dicari, dan dengan itu pula pemerintah, termasuk pemerintahan daerah, harus mampu menggunakan uang dengan bijaksana, tepat guna, dan berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
Kedua, daerah belum siap dan belum mampu. Munculnya pandangan ini merupakan pandangan yang keliru. Karena sebelum otonomi daerah yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 jo. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 diterapkan, pemberian tugas kepada pemerintahan daerah belum diikuti dengan pelimpahan kewenangan dalam mencari uang dan subsidi dari pemerintahan pusat. Begitu juga, tak ada alasan untuk tidak siap dan tidak mampu karena pemerintah daerah sudah terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam waktu yang sudah sangat lama dan berpengalaman dalam administrasi pemerintahan.
Ketiga,  dengan otonomi daerah maka pusat akan melepaskan tanggung jawabnya untuk membantu dan membina daerah. Pendapat ini sama sekali tidak benar. Bersamaan dengan kebijakan otonomi daerah, pemerintah pusat tetap harus tugas dan bertanggung jawab untuk memebrikan dukungan dan bantuan kepada pemerintahan daerah, baik berupa bimbingan teknis penyelenggaran pemerintahan kepada personel yang ada di daerah,  ataupun penyelenggaraan pemerintah kepaa daerah, baik berupa biimbingan teknis penyelnggaraan pemerintahan kepada personel yang ada di daerah, ataupun berupa dukungan keuangan. Hal itu sama sekali tidak mengurangi makna otonomi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah dalam Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menganut falssafah yang sudah sangat umum dikenal di berbagai negara, yaitu "No mandate without funding" (tak ada mandat tanpa dukungan dana). Artinya, setitap pemberian kewenangan dari pemerintah pusat kepda daerah harus disertai dengan dana yang jelas dan cukup apakah itu berbentuk Dana Alokasi Umum (DAU), ataupun Dana Alokasi Khusus (DAK), serta bantuan keuangan yang lainnya, misalnya kalau terjadi bencana alam yang sangat mengganggu roda perekonomian daerah.

Keempat, dengan otonomi daerah maka daerah dapat melakukan apa saja. hakikat otonomi memberikan kewenangan keadaan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan berlandaskan norma keputusan dalam kewajaran dalam sebuah tata kehidupan bernegara. Daerah dapat menempuh segala bentuk kebijakan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang yang berlaku secara nasional. Di samping itu, kepentingan masyarakat merupakan landasan yang paling utama dalam mengambil kebijakan. Bukan sebaliknya, pemerintah daerah mengambil langkah kebijakan dengan mengabaikan berbagai aturan dan norma yang berlaku.

Kelima,  otonomi daerah akan menciptakan daerah akan menciptakan raja-raja kecil di daerah dan emindahkan korupsi ke daerah. Pendapat seperti ini dapat dibenarkan kalau pera penyelenggara pemerintahan daerah, masyarakat, dan dunia usaha di daerah menempatkan dirinya dalam kerangka sistem politik masa lalu (orde baru) yang sarat korupsi, kolusi, dan nepotisme serta segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang lainnya. Untuk menghindari praktik kekuasaan tersebut, pilar-pilar penegakan demokrasi dan civil society  seperti partai politik, media massa, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Ombudsman, Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan, dan LSM yang mengawasi praktik korupsi, lembaga legislatif, dan peradilan dapat memainkan perannya sebagai pengawas jalannya pemerinntahan daerah secara optimal.

BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang /badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

          DR. Kaloh J, 2007, Mencari Bentuk otonomi Daerah,
          Suatu Solusi Dalam Menjawan Kebutuhan Lokal Dan Tantangan Global, Jakarta, Rhineka Cipta.
http://susisitisapaah.blogspot.com/2011/03/sejarah-perkembangan-otonomi-daerah-di.html.

terimakasih





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar