BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Zakat
merupakan satu-satunya ibadah yang dalam syariat islam secara eksplisit
dinyatakan ada petugasnya. Ada dua model pengelolaan zakat. Pertama,
zakat dikelola oleh negara dalam sebuah lembaga atau departemen khusus yang
dibentuk oleh pemerintah. Kedua, zakat yang dikelola oleh lembaga
non-pemerintah (masyarakat) atau semi pemerintah dengan mengacuh pada aturan
yang telah ditentukan oleh negara.
Zakat
dikelola oleh negara maksudnya, bukan untuk memenuhi keperluan negara, seperti
membiayai pembangunan dan biaya-biaya rutinitas lainya. Zakat dikelola oleh
negara untuk dikumpulkan dan dibagikan kepada yang berhak menerimanya. Jadi
negara hanya sebagai fasilitator, untuk memudahkan dalam pengelolaan zakat
tersebut.
Karena zakat berhubungan
dengan masyarakat, maka pengelolaan zakat, juga membutuhkan konsep-konsep
manajemen agar supaya pengelolaan zakat itu bisa efektif dan tepat sasaran.
Zakat
juga merupakan salah satu rukun (termasuk rukun ketiga) dari rukun islam yang
lima, sebagaimana yang diungkapkan dalam hadist Nabi, sehingga keberadaannya
disejajarkan dengan ibadah-ibadah yang lain seperti sholat, puasa dan menjadi
faktor yang mutlak mengenai keislaman seseorang.
Di
dalam Al Qur‟an terdapat banyak ayat yang memuji orang–orang yang secara
sungguh–sungguh menunaikan zakat dan bahkan sebaliknya terdapat pula ayat yang
memberikan ancaman bagi orang yang dengan segaja meninggalkan zakat. Dalam Al-Quran
Allah …. Berfirman :
يوم يحمى عليها في نار جهنم فتكوى بها جبا ههم
وجنبهم وظهرهمصلىهذا ما كنز تم لأنفسكم فذوقوأما كنتم تكنزون
Artinya
:
“Pada
hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya
dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka:
"Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.(QS. At-Taubah: 35)
Menurut Dr Yusuf Qardhawi, salah seorang ulama
fiqih menyatakan bahwa salah satu upaya mendasar dan fundamental untuk
mengentaskan atau memperkecil masalah kemiskinan adalah dengan cara
mengoptimalkan pelaksanaan zakat.1 Hal itu dikarenakan zakat adalah
sumber dana yang tidak akan pernah kering dan habis. Dengan kata lain selama
umat Islam memiliki kesadaran untuk berzakat dan selama dana zakat tersebut
mampu dikelola dengan baik, maka dana zakat akan selalu ada serta bermanfaat
untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, zakat memiliki
peranan yang sangat strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan atau
pembangunan ekonomi. Berbeda dengan sumber keuangan untuk pembangunan yang
lain, zakat tidak memiliki dampak balik apapun kecuali ridha dan mengharap
pahala dari Allah semata. Namun demikian, bukan berarti mekanisme zakat tidak
ada sistem kontrolnya. Nilai strategis zakat dapat dilihat melalui: Pertama,
zakat merupakan panggilan agama. Zakat
merupakan cerminan dari keimanan seseorang. Kedua, sumber keuangan zakat
tidak akan pernah berhenti. Artinya orang yang membayar zakat, tidak akan
pernah habis dan yang telah membayar setiap tahun atau periode waktu yang lain
akan terus membayar. Ketiga, zakat secara empirik dapat menghapus kesenjangan sosial
dan sebaliknya dapat menciptakan redistribusi aset dan pemerataan pembangunan.
Yang
mendorong masyarakat Islam melaksanakan pemungutan zakat di Indonesia ini
antara lain adalah: (1) Keinginan umat Islam Indonesia untuk meyempurnakan
pelaksanaan ajaran agamanya. Setelah mendirikan shalat, berpuasa selama bulan
Ramadhan dan bahkan menunaikan ibadah haji ke Mekkah, umat Islam semakin
menyadari perlunya penunaian zakat sebagai kewajiban agama; kewajiban yang
harus dilaksanakan oleh setiap orang yang mampu melaksanakannya karena telah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. (2) Kesadaran yang semakin meningkat di
kalangan umat Islam tentang potensi zakat jika dimanfaatkan sebaik-baiknya,
akan dapat memecahkan berbagai masalah sosial di Indonesia. (3) Usaha-usaha
untuk mewujudkan pengembangan dan pengelolaan zakat di Indonesia makin lama
makin tumbuh dan berkembang.
1
Dikutip
dari sekripsi Hasrullah “Efektivitas Pelaksanaan Zakat Di Badan Amil Zakat”
Zakat yang diberikan kepada mustahiq akan berperan sebagai
pendukung peningkatan ekonomi mereka apabila dikonsumsikan pada kegiatan
produktif. Pendayagunaan zakat produktif sesungguhnya mempunyai konsep
perencanaan dan pelaksanaan yang cermat seperti mengkaji penyebab kemiskinan,
ketidakadaan modal kerja, dan kekurangan lapangan kerja, dengan adanya masalah
tersebut maka perlu adanya perencanaan yang dapat mengembangkan zakat bersifat
produktif tersebut. Pengembangan zakat bersifat produktif dengan cara
dijadikannya dana zakat sebagai modal usaha, untuk pemberdayaan ekonomi
penerimanya, dan supaya fakir miskin dapat menjalankan atau membiayai
kehidupannya secara konsisten. Dengan dana zakat tersebut fakir miskin akan
mendapatkan penghasilan tetap, meningkatkan
usaha, mengembangkan usaha serta mereka dapat menyisihkan penghasilannya untuk
menabung.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan
dalam latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian dan
dasar hukum tentang zakat ?
2. Apa syarat dan rukun
zakat ?
3. Apa hikmah zakat ?
4. Ada berapa macam-macam
harta yang wajib dizakatkan ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Zakat
Zakat menurut bahasa
adalah tumbuh, berkembang, bertambah dan berkah. Orang Arab mengatakan zakaa az-zar’u
(tanaman) itu berkembang dan bertambah. Zakat an-nafaqatu ketika nafaqah
(biaya hidup) itu diberkahi. Dengan demikian, zakat itu membersihkan
(menyucikan) diri seseorang dan hartanya, pahala bertambah, harta tumbuh
(berkembang), dan membawa berkah. Kadang-kadang zakat diucapkan untuk makna
suci. Allah SWT berfirman,
قد افلح من زكها
Artinya :
“Sungguh beruntung
orang-orang yang menyucikannya (jiwa itu).” (Asy-Syams : 9)
قد افلح من
تزكى
Artinya:
“Sungguh beruntung
orang-orang yang menyucikan diri (dengan beriman).” (Al-A’laa : 4)
Kata ini juga
diucapkan untuk makna kesalehan. Misalnya Rajulun Zakiyyun artinya
bertambah kebaikannya. Rajulun Min Qaumin Azkiya’ artinya laki-laki dari
kaum yang saleh. Zakka al-Qadhi asy-Syuhuud artinya hakim menjelaskan
kelebihan mereka dalam kebaikan.
Harta yang dikeluarkan
dalam syara’ dinamakan dengan zakat, karena zakat akan menambah barang yang
akan dikeluarkan, menjauhkan harta tersebut dari bencana-bencana. Allah SWT
berfirman,
...واتواالزكوة...
Artinya:
“Dan berikanlah
zakat.” (Al-Baqarah : 43)
...خذ من اموالهم صدقة تطهرهم وتزكيهم بها...
Artinya:
“Ambillah zakat dari
harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka.” (at-Taubah : 103)
Zakat bisa menyucikan
orang dan mengeluarkannya dari dosa, mengembangkan pahala dan harta orang
tersebut.
Zakat menurut syara’
adalah hak yang wajib pada harta.2
Berikut ini merupakan definisi zakat menurut para Ulama Fuqaha :
1. Malikiyah memberikan
definisi bahwa zakat adalah mengeluarkan sebagian tertentu dari harta tertentu
yang telah sampai nishab kepada orang yang berhak menerima, jika kepemilikan,
haul (genap satu tahun) telah sempurna selain barang tambang, tanaman dan barang
temuan.
2. Hanafiyah memberikan
definisi bahwa zakat adalah pemberian hak kepemilikan atas sebagian harta
tertentu dari harta tertentu kepada orang tertentu yang telah ditentukan oleh
syariat, semata-mata karena Allah SWT.3
3. Syafi’iyah memberikan
definisi bahwa zakat adalah nama untuk barang yang dikeluarkan untuk harta atau
badan (diri manusia untuk zakat fitrah) kepada pihak tertentu.
4. Hanabillah memberikan
definisi bahwa zakat adalah hak yang wajib pada harta tertentu kepada kelompok
tertentu pada waktu tertentu.4
2
Dikutip oleh Wahbah az-Zuhaili dari “Al-Inaayah bi hamisy al-Fath
(1/481)”, Maraqil Falaah hlm.121.
3
Kata “Pemberian hak kepemilikan” tidak masuk di dalamnya “sesuatu
yang hukumnya boleh.” Oleh karena itu, jika seseorang memberi makanan anak
yatim dengan niat zakat, maka tidak cukup sebagai zakat. Kecuali jika orang
tersebut menyerahkan makanan kepada anak yatim itu, sebagaimana jika orang
tersebut memberi pakaian kepada anak yatim. Hal itu dengan syarat si anak yatim
memahami dengan baik penerima barang.
Kalau seseorang
membiarkan orang fakir tinggal dirumahnya selama setahun, sembari niat
berzakat, maka ini tidak cukup menjadi zakat orang tersebut. Bagian tertentu
maksudnya, kadar yang harus dibayar (dikeluarkan). Harta tertentu adalah nishab
yang telah ditentukan menurut syara’. Orang tertentu adalah orang-orang yang
berhak menerima zakat. Ungkapan “yang ditentukan syariat” artinya seperempat
puluh nishab tertentu yang telah berlalu satu tahun kecuali shadaqah sunnah dan
zakat fitrah. Ungkapan “karena Allah SWT” artinya dengan tujuan mendapatkan
ridha Allah SWT.
4
Kelompok tertentu yang dimaksudkan adalah delapan kelompok yang disebut
oleh firman Allah SWT,
انما
الصدقات للفقراءوالمساكين...
Artinya:
“Sesungguhnya
zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin…”(at-Taubah : 60)
Waktu satu tahun
adalah untuk binatang ternak, uang, barang dagangan; ketika sudah mengeras
untuk biji; ketika sudah tampak bagus yang mana wajib zakat untuk buah; ketika
sudah terjadi kewajiban zakat di dalamnya untuk madu; ketika dikeluarkan hal
yang harus dizakatkan untuk barang tambang; ketika terbenam matahari pada malam
Idul Fitri untuk kewajiban zakat fitrah.
Kata wajib
mengecualikan hak yang disunahkan seperti memulai mengucapkan salam, mengiring
jenazah. Ucapan untuk harta mengecualikan jawaban ucapan salam dan sejenisnya.
Ucapan tertentu mengecualikan apa yang wajib untuk semua harta seperti utang
dan nafkah.
2. Hukum Zakat
Zakat adalah salah
satu dari lima rukun Islam, yang merupakan kefardhuannya. Zakat difardhukan di
Madinah pada bulan Syawal pada tahun kedua Hijriah setelah kefardhuan puasa
Ramadhan dan zakat fitrah. Namun, zakat fitrah tidak wajib bagi para nabi
secara ijma’. Sebab, zakat fitrah adalah alat penyuci orang yang barangkali
kotor, sementara para nabi bebas dari kotoran. Sebab, apa yang ada pada tangan
mereka adalah titipan dari Allah SWT. Mereka tidak mempunyai kepemilikan.
Mereka juga tidak diwarisi. Zakat bersamaan dengan shalat dalam al-Qur’an pada
delapan puluh empat, yang mana menunjukkan kesempurnaan hubungan antar keduanya.
Zakat wajib karena
kitabullah, sunnah Rasulullah, dan ijma’ para umat Islam. Adapun dasar
kitabullah tentang perintah menunaikan zakat adalah sebagai berikut,
واقيمواالصلاة واتواالزكوة....
Artinya:
“Dan laksanakanlah
shalat, tunaikanlah zakat…” (al-Baqarah
: 43)
خذمن
اموالهم صدقة تطهرهم وتزكيهم بها وصل عليهم....
Artinya:
“Ambillah zakat dari
harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk
mereka…” (at-Taubah : 103)
Adapun dasar sunnah adalah pada sabda Nabi Muhammad SAW,
بني الأسلام
على خمس.... وايتاءالزكاة. رواه البخارى ومسلم
Artinya:
“Islam didirikan di atas lima dasar… menunaikan zakat.”5
Nabi Muhammad SAW,
mengutus Mu’adz ke Yaman lalu bersabda,
اعلمهم
انالله قد افترض عليهم صدقت تؤخذ من اغنيا ئهم فترد على فقر ائهم
5
Hadits ke-3 Arba’in Nawawi yang artinya “Dari Abu Abdurrahman
Abdullah bin Umar bin Khattab ra. Berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW,
bersabda,’Islam itu didirikan di atas lima dasar, bersaksi bahwa tiada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Allah SWT, dan Muhammad itu utusan Allah SWT,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah, dan berpuasa pada bulan
Ramadhan’.” (HR Bukhari dan Muslim)
Artinya:
“Beritahullah mereka bahwa Allah mewajibkan mereka shadaqah yang diambil
orang-orang kaya mereka, dikembalikan kepada orang-orang fakir mereka.”6
Berdasarkan ayat-ayat dan sunnah di atas.
Jelas, bahwa mengeluarkan zakat itu hukumnya wajib sebagai salah satu rukun Islam.
3. Hukuman Orang yang
tidak Mau Zakat
Hukuman bagi orang
yang tidak menunaikan zakat adalah mendapat siksa di akhirat dan hukuman di
dunia. Adapun hukuman di akhirat adalah sikasaan yang pedih, seperti yang
disebutkan dalam firman Allah SWT,
...والذين يكنزون الذهب والفضة ولا ينفقونها فى سبيل
اللهلافبشرهم بعذاب اليم (34) يوم يحمى عليها فى نار جهنم
فتكواى بها جهاههم وجنوبهم وظهوهمقلىهذا ما كنزتم لأنفسكم فذوقواما
كنتم تكنزون(35)
Artinya:
“… Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih, (ingatlah) pada hari ketika emas
dan perak dipanaskan dalam neraka jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi,
lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka,” inilah harta
bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari)
apa yang kamu simpan itu.” (at-Taubah : 34-35)
Juga karena sabda
Nabi Muhammad SAW, yang artinya,
“Barang siapa diberi harta oleh Allah, lalu tidak membayarkan zakatnya,
maka hartanya itu akan diwujudkan dengan ular botak yang mempunyai dua titik
hitam. Ular itu akan melilitnya pada hari Kiamat, mengambil dengan kedua
lehernya, kemudian berkata, ‘Aku hartamu, aku simpananmu’ lalu membaca, ’Sekali-kali
janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka
dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya
kebakhilan itu buruk bagi mereka.
6
HR Jama’ah dari Ibnu Abbas (Nailul Authar IV/144).
Harta yang mereka
bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya di hari Kiamat. Dan kepunyaan
Allah-lah segala warisan yang ada di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan’.”7
Jika
orang yang tidak mau membayar zakat adalah orang yang ingkar akan kewajibannya,
maka dia telah kufur, sebagaimana telah dijelaskan. Dia bisa dibunuh
sebagaimana orang yang murtad. Sebab, kewajiban zakat diketahui secara
aksiomatik dari agama Allah. Barang siapa mengingkari kewajibannya, maka ia
telah mendustakan Allah SWT. Maka, ia dihukumi kufur.
Kelompok
orang yang tidak mau membayar zakat karena ingkar, diperangi sebagaimana yang
dilakukan sahabat pada masa khalifah pertama, Abu Bakar. Abu Bakar as-Shidiq
berkata, “Demi Allah aku akan memerangi bagi orang yang memisahkan antara
shalat dan zakat. Zakat adalah hak harta. Demi Allah, kalau mereka tidak
membayar zakat kambing yang mana selama ini membayarnya kepada Rasulullah, maka
aku akan memerangi orang yang tidak mau membayarnya.” 8
4. Syarat dan Rukun Zakat
Hanafiyah berkata,9
penyebab zakat adalah kepemilikan sebesar satu nishab yang berkembang, meskipun
dengan perkiraan bisa berkembang dengan syarat genap satu tahun qamariyah
(haul) bukan syamsiyyah, juga dengan syarat tidak ada hutang yang dituntut oleh
hamba dan barang tersebut lebih dari kebutuhan pokoknya.
Perlu dicatat bahwa
penyebab dan syarat tergantung adanya barang. Hanya saja, sebab ditambahkan
dengan kewajiban, bukan syarat. Barangsiapa tidak memiliki satu nishab, maka
tidak ada kewajiban zakat. Oleh karena itu, tidak ada zakat pada barang wakaf
karena tidak adanya kepemilikan. Tidak pula barang-barang yang dimilik oleh
musuh di negara mereka. Karena, mereka memiliki secara utuh.10
berdasarkan hal itu, maka tidak ada kewajiban zakat terhadap harta yang dibeli
untuk berdagang sebelum diterima tangan, karena tidak ada kepemilikan yang
sempurna.
7
Dikutip oleh Wahbah Az-Zuhaili dari, HR Pemilik Kutubus Sittah
(enam kitab hadits) selain at-Tirmidzi dari Abu Hurairah (Jam’uz Zawaa’id).
8
Dikutip oleh Wahbah az-Zuhaili dari HR Jamaah kecuali Ibnu Majah
dari Abu Hurairah (Nailul Authaar IV/119).
9
Dikutip oleh Wahbah az-Zuhaili dari Ad-Durrul Mukhtar 11/5-12, Fathul
Qodiir 1/487.
10
Yang dimaksud dengan nishab adalah apa yang ditetapkan oleh syariat
sebagai tanda atau petunjuk kewajiban zakat. Yakni, ukuran-ukuran yang akan
dibahas pada pembahasan harta-harta zakat seperti dua ratus dirham atau dua
ratus dinar.
Tidak pula ada kewajiban zakat berdasarkan
kesepakatan ulama pada barang-barang kebutuhan pokok seperti pakaian,
barang-barang rumah tangga, rumah tempat tinggal, kendaraan, senjata, buku-buku
(meskipun bukan milik orang yang ahli buku). Karena, itu semua digunakan
bersama dengan kebutuhan pokok, bukan barang yang berkembang sama sekali.
Tidak ada kewajiban
zakat menurut Hanafiyah untuk barang yang hilang yang ditemukan setelah
beberapa tahun, karena tidak adanya perkembangan, tidak pula barang yang jatuh ke
laut setelah dikeluarkan beberapa tahun, tidak pula barang yang di ghasab
(curi) yang tidak ada bukti atas pemiliknya. Kalau saja ada bukti, maka wajib
zakat setelah menerimanya dari orang yang meng-ghasab untuk beberapa tahun yang
lewat. Tidak pula barang yang ditanam di tanah sementara lupa dengan tempatnya,
kemudian dia mengingatnya. Tidak pula barang titipan yang terlupa yang ada di
tempat yang tidak dikenal. Kalau utang itu dilupakan terlupa pada tempat yang
dikenal, maka wajib zakat karena dia keterlaluan dalam lupa dan bukan
tempatnya. Tidak pula utang yang diingkari oleh orang yang berutang selama
beberapa tahun, sementara tidak ada bukti baginya terhadap orang yang berutang.
Kemudian terpenuhi bukti dimana setelah itu dia mengakui di depan orang banyak.
Dalil hanafiyah
mengenai tidak adanya zakat pada keadaan-keadaan ini adalah seperti yang
tertulis dalam hadits,
لازكاة فى
مال الضمار
Artinya:
“Tidak ada zakat pada Adh-Dhimar (harta
yang hilang dan tidak bisa diharapkan kembali).”11
Artinya, apa yang
tidak mungkin dimanfaatkan sementara kepemilikan tetap.
11
Riwayat ini dinisbatkan kepada Ali, ini ucapan yang gharib (aneh), tidak
dikenal. Disebutkan oleh cucu Ibnul Jauzi dalam Atsarul Inshaf dari Usman dan
Ibnu Umar. Diriwayatkan oleh Abu Ubaid dalam al-Anwal dari al-Hasan al-Bashri.
Diriwayatkan oleh Malik dari Umar bin Abdul Aziz, dalam sanadnya ada inqitha’
(keterputusan). Malik mengatakan adh-Dhimar adalah harta yang terhalang
dari pemiliknya. Menurut bahasa, adh-Dhimar adalah barang yang tidak ada
yang tidak bisa diharapkan. Asal kata adalah idhmaar artinya
penghilangan, penyamaran (Nashbur Raayah II/334, Raddul Muhtar II/12).
Tidak ada kewajiban zakat berdasarkan kesepakatan ulama untuk
barang-barang yang belum genap satu tahun. Artinya berlalu satu tahun. Hal ini
sebagaimana dijelaskan oleh sunnah Nabi yang akan dijelaskan dalam pembahasan
syarat-syarat zakat.
Berdasarkan kesepakatan ulama, tidak wajib zakat untuk semua permata,
mutiara dan sejenisnya seperti yaqut, zubarjad, fairuz, marjin. Karena, tidak
ada alasan yang mewajibkan dalam syara’, juga karena barang-barang tersebut
dipersiapkan untuk dipakai. Kecuali jika untuk diperdagangkan.
Tidak juga ada kewajiban zakat menurut mayoritas ulama untuk
binatang-binatang ternak yang diberi makan dalam kandang dan binatang ternak
yang dipekerjakan. Zakat hanya untuk binatang ternak yang dilepas. Malikiyah
mewajibkan zakat pada binatang ternak yang diberi makan dalam kandang dan
binatang ternak yang dipekerjakan.
Adapun rukun zakat adalah mengeluarkan sebagian dari nishab dengan
menghentikan kepemilikan pemilik terhadap barang tersebut, memberi kepemilikan
kepada orang fakir, menyerahkan kepadanya atau kepada wakilnya yaitu pemimpin atau pengumpul zakat.12
Syarat-syarat zakat, zakat mempunyai syarat-syarat yang wajib dan
syarat-syarat sah zakat. Berdasarkan kesepakatan ulama, zakat wajib atas orang
yang merdeka, Muslim, baligh, berakal jika dia memiliki satu nishab dengan
kepemilikan yang sempurna, genap satu tahun. Zakat sah dengan niat yang
bersamaan dengan ketika pembayaran zakat berdasarkan kesepakatan ulama.
Adapun syarat-syarat wajib zakat, artinya kefardhuannya adalah sebagai
berikut:13
12
Dikutip oleh Wahbah az-Zuhaili dari Al-Bada’i 11/39.
13
Dikutip oleh Wahbah az-Zuhaili dari Fathul Qodiir I/481-486;
ad-Dhurul Mukhtar II/4 dan seterusnya, 13; al-Lubab I/140, Bidayatul Mujtahid
I/236; Hasyiyah ad-Dasuki I/431, 459, 463; al-Qawaaniin al-Fiqhiyah hlm. 98 dan
seterunya; asy-Syahrus Shaghir I/589 dan seterusnya, 629; Syahrur Risalah
I/317; al-Umm IV/125; al-muhadzdzab I/140, 143 dan seterusnya; al-Majmu’ V/293,
299;al-Mughnii II/621-628; Kasysyaful Qinaa’ II/195, 239 dan seterusnya, 283,
285; Hasyiyah al-Bajuri I/270-275.
1)
Merdeka
Berdasarkan kesepakatan ulama tidak wajib zakat atas budak. Sebab, dia
tidak memiliki. Tuannya adalah pemilik atas apa yang ada di tangan budaknya,
budak mukatab dan sejenisnya, meskipun dia mempunyai kepemilikan. Hanya saja,
kepemilikannya tidak sempurna. Menurut mayoritas ulama, zakat hanya wajib atas
tuannya. Sebab, dia adalah pemilik harta hambanya. Maka, zakatnya adalah
seperti yang ada pada tangan rekanan kerjanya dan wakilnya. Malikiyah
mengatakan, tidak ada kewajiban zakat pada harta budak, tidak atas budak itu,
tidak pula tuannya. Sebab, sebab kepemilikan budak adalah kurang. Zakat hanya
wajib pada kepemilikan sempurna. Juga, karena tuannya tidak memiliki harta
budaknya.
2)
Islam
Tidak ada wajib zakat atas orang kafir berdasarkan ijma’ ulama. Sebab
ibadah zakat adalah ibadah menyucikan. Sedangkan orang kafir bukanlah termasuk
ahli kesucian.
Syaf’iyah berbeda dengan yang lainnya, mewajibkan orang murtad membayar
zakat hartanya sebelum dia murtad. Artinya pada saat Islam, zakat tidak gugur
darinya. Berbeda dengan Abu Hanifah, dia menggugurkan kewajiban zakat atas
orang murtad. Sebab, orang murtad menjadi seperti orang kafir asli. Adapun
zakat hartanya pada waktu murtad, maka menurut pendapat yang paling shahih pada
madzhab Syafi’i, hukum zakat adalah seperti hukum hartanya. Hartanya ditahan,
jika dia kembali kepada Islam dan tampak bahwa hartanya masih, maka wajib
zakat, jika tidak tampak maka tidak.
3)
Baligh-akal
Ini adalah syarat menurut Hanafiyah. Oleh karena itu, tidak ada
kewajiban zakat bagi anak kecil dan orang gila pada harta mereka. Sebab, mereka
tidak dikhitabi untuk melaksanakan ibadah seperti shalat dan puasa.
Mayoritas ulama berpendapat, baligh-akal tidak disyaratkan. Zakat wajib
pada harta anak kecil dan orang gila. Wali keduanya mengeluarkan zakat dari
harta keduanya karena yang telah disebutkan pada hadits,
من ولى يتيما له مال فليتجر له ولا يتركه حتي تأ كله الصد قة
Artinya:
“Barangsiapa menguasai (menjadi wali) anak yatim yang mempunyai harta,
maka hendaklah dia memperdagangkan untuk anak tersebut dan tidak membiarkannya
sehingga dimakan oleh shadaqah.”
Dalam salah satu riwayat,
إبتغوا فى مال اليتامى لا تأكلها الزكاة
Artinya:
“Carilah rezeki dengan harta anak-anak yatim. Jangan sampai ia dimakan
zakat”14
Juga, karena zakat dimaksudkan untuk pahala orang yang berzakat,
menolong orang fakir. Anak kecil dan orang gila termasuk orang-orang yang
berhak mendapatkan pahala dari orang yang ditolong. Oleh karena itu, wajib bagi
mereka memberi nafkah para kerabat. Pendapat ini lebih utama karena di dalamnya
ada realisasi kemaslahatan orang-orang fakir, menutup kebutuhan mereka,
melindungi harta dari intaian orang-orang yang membutuhkannya, membersihkan
jiwa, melatihnya untuk berakhlak menolong dan bedermawan.
4)
Kondisi Harta
Adalah yang wajib dizakatkan. Harta jenis ini ada lima kelompok. Dua
keping logam, meskipun tidak dicetak dan yang berstatus dengan keduanya yakni
uang kertas, barang tambang, barang temuan, barang dagangan, tanaman,
buah-buahan, binatang ternak yang dilepas menurut mayoritas ulama. Demikian
pula binatang ternak yang diberi makan di kandang menurut Malikiyah.
Kondisi harta tersebut disyaratkan berkembang. Sebab, makna zakat yakni
berkembang, tidak bisa terjadi kecuali dari harta yang berkembang. Yang
dimaksud bukanlah perkembangan sejati. Tetapi, keadaan harta itu bisa
berkembang dengan diperdagangkan atau dengan dikembangbiakkan (dipelihara)
menurut mayoritas ulama.
14
Hadits Dhaif diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari
Amr bin Syu’aib, dari ayahnya dari kakeknya. Diriwayatkan oleh syafi’I,
al-Baihaqi dengan sanad shahih dari Yusuf bin Mahik dari Muhammad SAW. Dengan
sanad mursal. Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Umar dengan sanad mauquf pada
Umar. Al-Baihaqi mengatakan sanadnya shahih (al-Majmu’ V/297; Nashbur Raayah II/331 dan
seterusnya).
Karena pengembangbiakan adalah sebab terjadinya perahan susu, gemuk dan
beranak. Perdagangan adalah sebab terjadinya keuntungan. Maka, sebab digunakan
pada posisi akibat.
5)
Kondisi Harta sampai Satu Nishab
Pada pembahasan macam-macam harta akan dijelaskan nishab-nishab syara’.
Ringkasannya: nishab emas dua puluh mitsqal atau dinar. Nishab perak adalah dua
ratus dirham. Nishab biji-bijian, buah-buahan setelah kering menurut selain
Hanafiyah adalah lima wasaq (653kg). Nishab pertama kambing adalah empat puluh
ekor kambing, unta lima ekor, sapi tiga puluh ekor.
6)
Kepemilikan yang sempurna terhadap Harta
Para fuqaha berbeda pendapat mengenai syarat ini. Apakah itu
kepemilikan di tangan, kepemilikan pengelolaan atau kepemilikan asli.
Hanafiyah mengatakan,15 yang dimaksud adalah kepemilikan
asli dan kepemilikan di tangan.16 Oleh karena itu, tidak ada
kewajiban zakat pada binatang ternak yang dilepas yang berbentuk wakaf. Sebab,
tidak ada kepemilikan dan tidak wajib zakat untuk harta yang dimiliki
negerinya.
Malikiyah mengatakan, yang dimaksud adalah kepemilikan asli dan kemampuan
untuk mengelola apa yang dimiliki. Oleh karena itu, tidak ada sama sekali
kewajiban zakat atas orang yang menggadai terhadap apa yang ada pada tangannya
yang tidak dimilikinya. Tidak pula ada kewajiban zakat untuk harta yang milik
umum. Seperti tanaman yang tumbuh sendiri di tanah yang tidak dimiliki oleh
siapa pun, karena tidak ada kepemilikan. Tida pula bagi orang yang meng-ghasab,
orang yang dititipi, dan orang yang menemukan barang hilang.
15
Dikutip oleh Wahbah az-Zuhaili dari al-Badaa’i
II/9, Raddul Muhtar II/5.
16
Dikutip oleh Wahbah az-Zuhaili dari Pengarang kita al-Kanz
menganggap ini sebagai syarat. Pengarang ad-Durar menganggap ini sebagai
sebab sebagai mana yang telah dijelaskan. Al-Qarafi mengatak itu adalah
sebab.
17
Dikutip oleh Wahbah az-Zuhaili dari asy-Syarhul Kabir I/431, 457,
484 dan seterusnya; asy-Syarhush Shaghir I/588, 622 da seterusnya, 647.
Syafi’iyah
mengatakan, 18 yang dituntut adalah terpenuhinya kepemilikan asli
yang sempurna dan kemampuan pengelolaan. Oleh karena itu, tidak ada kewajiban
zakat atas tuan pada harta budak mukatab. Sebab, si tuan tidak memiliki hak
mengelolanya (seperti harta asing). Tidak ada pula kewajiban zakat pada
barang-barang atau harta wakaf, sebab barang-barang wakaf menurut pendapat yang
paling shahih adalah milik Allah SWT tidak pula harta mubah, milik umum seperti
tanaman yang tumbuh sendiri di suatu ladang, tidak di tanam oleh siapa pun,
karena tidak ada kepemilikan tertentu.
Hanabilah
mengatakan,19 harus terpenuhi syarat kepemilikan asli, kemampuan
pengelolaan dengan bebas. Oleh karena itu, tidak wajib zakat pada harta atau
barang-barang yang diwakafkan pada pihak yang tidak tertentu seperti masjid,
madrasah, orang-orang miskin, dan sebagainya. Zakat wajib pada barang-barang
yang diwakafkan pada pihak yang tertentu seperti tanah atau pohon.
Menurut pendapat
yang unggul, wajib zakat pada barang yang di gashab, dicuri, diingkari, hilang
jika telah kembali atau ada di tangannya setelah satu tahun, sebagaimana utang.
Perempuan ketika telah menerima maharnya, maka ia harus menzakati tahun-tahun
sebelumnya. Sebab, itu merupakan piutang. Hukumnya seperti zakat piutang yang
telah lewat. Jika perempuan menerima maharnya sebelum disetubuhi dan telah
berlangsung satu tahun, maka ia harus menzakatinya. Kemudian suaminya
menalaknya sebelum persetubuhan, maka suami mengambil kembali setengahnya.
Zakat yang wajib dibayar adalah setengah sisanya.
7)
Berlalu satu tahun atau genap satu tahun
qamariyah kepemilikan satu nishab
Karena sabda Nabi Muhammad SAW,
لازكاة فى مال حتى يحول عليه الحول
18
Dikutip oleh Wahbah az-Zuhaili dari al-Majmu’ V/308-318; al-Muhadzdzab
I/141 dan seterusnya, al-Umm I/42-43.
19
Dikutip oleh Wahbah az-Zuhaili dari Al-Mughnii II/48-53
artinya:
“Tidak ada kewajiban zakat pada harta sampai
genap satu tahun.”20
Karena ijma’ tabi’in dan fuqaha. Hitungan tahun zakat adalah qmariyah
bukan syamsiyah berdasarkan kesepakatan ulama, sebagaimana hukum-hukum islam
yang lain seperti puasa dan haji.
Genapnya satu tahun adalah syarat untuk zakat selain tanaman dan
buah-buahan. Adapun menegenai kedua barang tersebut, maka wajib zakat ketika
telah tampak buahnya, serta aman dari kerusakan jika mencapai batas yang bisa
dimanfaatkan, meskipun belum bisa di panen.
8)
Tidak ada Hutang
Ini disyaratkan, menurut Hanafiyah pada zakat selain tanaman (tanaman
dan buah-buahan), menurut Hanabilah di semua harta, menurut Malikiyah pada
zakat barang (emas dan perak) bukan zakat tanaman, binatang ternak, dan barang
tambang. Bukan merupakan syarat menurut Syafi’iyah.21
9)
Lebih dari kebutuhan pokok. Hanafiyah mensyaratkan
harta yang wajib dizakati itu bebas dari hutang dan kebutuhan pokok pemiliknya.
Sebab, sesuatu yang digunakan menutupi kebutuhan-kebutuhan itu adalah seperti
tidak ada. Ibnu Malik menafsiri kebutuhan pokok sebagai kebutuhan yang menolak
kebinasaan orang secara nyata seperti nafkah, tempat tinggal, alat perang,
pakaian yang dibutuhkan untuk menahan panas dan dingin, atau diperkirakan
seperti hutang.
Syarat-syarat sah membayar zakat;
a.
Niat. Para fuqaha sepakat bahwaniat adalah salah
satu syarat sah membayar zakat, demi membedakan dari kafarat dan
sadaqah-sadaqah yang lain. Karena, Nabi Muhammad SAW. Bersabda,
انما الأعمال بالنيات
Artinya:
“Sesungguhnya
semua amal itu tergantung pada niatnya”
20
Dikutip oleh Wahbah az-Zuhaili dari hadits mauquf pada Ibnu Umar,
diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, ad-Daruquthni, al-Baihaqi (Nashbur Raayah
II/330).
21
Dikutip oleh Wahbah az-Zuhaili dari ad-Darul Mukhtar II/6 dan
seterusnya; asy-Syahrush Shaghir I/647-649; al-Qawaaniin al-Fiqhiyyah
hlm.99; al-Muhadzdzab I/142; al-Majmu’ V/313 dan seterusnya; al-Mughni
III/41 dan seterusnya.
b.
Memberikan kepemilikan. Disyaratkan pemberian hak kepemilikan demi
keabsahan pelaksanaan zakat. Yakni, dengan memberikan zakat kepada orang-orang
yang berhak. Pembolehan memberikan barang zakat, pemberian makanan tidak cukup
kecuali melalui cara pemberian hak kepemilikan.
5.
Hikmah Zakat
Dalam masyarakat, kedudukan orang tidak sama. Ada yang mendapat karunia
Allah SWT lebih banyak, ada yang sedikit, dan bahkan ada yang untuk makan
sehari-hari pun susah mendapatkannya.
Kesenjangan itu perlu didekatkan, dan sebagai salah satu carannya
adalah dengan zakat. Orang yang kaya harta berkewajiban mendekatkan kesenjangan
itu, karena memang ada hak fakir miskin dalam harta orang kaya itu, sebagaimana
firman Allah SWT,
وفى
اموالهم حق للسا ئل والمحروم
Artinya:
“Dan pada
harta mereka ada hak orang miskin yang meminta dan orang yang hidup
kekurangan.”(adz-Dzariyat : 19)
Sabda Rasulullah SAW,
Artinya:
“Bentengilah (jagalah) hartamu dengan zakat, obatilah orang sakit dengan
sedekah, dan siapkan doa (sebagai penangkal) untuk menghadapi bala bencana.” (HR. Thabrani dan Abu Na’im)
Dan di antara hikmah zakat adalah sebagai berikut,
a.
Menyucikan Harta
Pada awal bab ini telah disinggung sedikit, bahwa berzakat itu
tujuannya untuk membersihkan harta dari kemungkinan masuk harta orang lain ke
dalam harta yang dimiliki.
b.
Menyucikan Jiwa Si Pemberi Zakat Dari Sifat
Kikir (Bakhil)
Zakat selain membersihkan harta, juga membersihkan jiwa dari kotoran
dosa secara umum, terutama kotoran hati dari sifat kikir (bakhil). Sifat kikir
adalah salah satu sifat yang tercela yang harus disingkirkan jauh-jauh dari
hati, sifat kikir bersaudara dengan sifat tamak, karena orang yang kikir itu
berusaha supaya hartanya tidak berkurang karena zakat, infak, dan sedekah. Dia
berusaha mencari harta sebanyak-banyaknya tanpa memedulikan batas haram dan
halalnya.
Sebagai seorang muzaki (pemberi zakat) yang menyucikan diri dari sifat
kikir, juga ada pengaruhnya dari segi lain. Kalau sudah terbiasa menunaikan
kewajiban (zakat), pada suatu saat dia pun akan terbiasa menginfakkan hartanya
untuk kepentingan kemanusiaan dan fisabilillah. Dia pun sadar, bahwa sebenarnya
tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, memberi lebih baik daripada
menerima.
c.
Membersihkan Jiwa Si Penerima Zakat Dari
Sifat Dengki
Agama Islam menyodorkan salah satu terapi untuk mengubah pikiran yang
tidak benar, seperti kesenjangan sosial antara orang kaya dengan orang miskin
karena perbedaan yang terlalu jauh yang menyebabkan kecemburuan sosial. Oleh
karena itu, Islam mengajarkan terapi dengan jalan menyalurkan sebagian harta
kekayaan orang kaya kepada orang miskin itu. Dengan jalan itu diharapkan mereka
dituntut berpikir dengan hati nurani, kedengkian terhadap orang kaya tidak
perlu melekat di hati sanubari.
d.
Membangun Masyarakat yang Lemah
Di atas sudah dijelaskan mengenai hikmah zakat lebih khusus, seperti
terhadap harta, pemberi zakat, dan penerima zakat.
Banyak masalah sosial yang kemasyarakatan yang memerlukan dana. Salah
satu jalan yang dapat ditempuh adalah melalui zakat (ibadah wajib), infak, dan
sedekah. Bagian fisabilillah cakupannya lebih luas, yaitu berhubungan dengan
kepentingan umat Islam, sepanjang tidak bertentangan dengan dasar-dasar pokok
ajaran agama Islam.
Problema sosial yang dihadapi pada saat ini, cukup banyak, seperti
masalah kemiskinan, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan perilaku seksual
yang telah menjalar kepada anak-anak gelandangan yang masih di bawah umur.
6.
Macam-macam Harta yang Wajib Di Zakatkan
Di dalam al-Qur’an, sebenarnya tidak secara
jelas dan tegas dinyatakan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Sunnah
Rasulullah-lah yang menjelaskan lebih lanjut mengenai harta yang wajib di
zakati dan jumlah yang wajib dikeluarkan.
Di dalam al-Qur’an, hanya beberapa saja yang
disebutkan sebagai harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya, seperti,
1)
Binatang Ternak
Binatang sangat banyak jenisnya, tetapi tidak semua binatang bermanfaat
bagi manusia. Dan yang akan dibahas pada zakat binatang ternak ialah seputar
binatang-binatang yang ada di Indonesia saja.
Sebagai landasan zakat binatang ternak adalah firman Allah SAW,
والأنعام خلقها لكم فيها دفءومنا فع ومنها
تأكلون(5) ولكم فيها جمال حين تريحون تسرحون (6) وتحمل اثقالكم الى بلد لم تكونوا
بلغيه الا بشق الانفسقلىإن ربكم لرءوف رحيم(7)
Artinya:
“Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk
kamu, padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat-manfaat, dan
sebagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya,
ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke
tempat pengembalaan. Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu
tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang
memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”(an-Nahl : 5-7)
اولم يرواانا خلقنا لهم مما عملت ايدينا انعاما
فهم لها ما لكون (71) وذ للنها لهم فمنها ركوبهم ومنها يأ كلون(72) ولهم فيها
منافع ومشىاربقلىافلا يشكرون(73)
Artinya:
“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah
menciptakan binatang-binatang untuk mereka yaitu sebagian dari apa yang telah
Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya?. Dan
Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka, maka sebagiannya menjadi
tunggangan mereka dan sebagiannya mereka makan. Dan mereka memperoleh padanya
manfaat-manfaat dan minuman. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?”(Yasin : 71-73)
Zakat yang dikeluarkan itu di atur sedemikian rupa, agar teratur dalam
pelaksanaannya, tidak menurut kehendak hati orang yang akan menunaikan zakat
itu.
Syarat mengeluarkan zakat pada binatang
a.
Hendaknya binatang itu berupa unta, sapi,
kerbau, dan kambing yang jinak, tidak buas. Adapun binatang yang lahir dari
binatang jinak dan buas, maka tidak ada kewajiban zakat menurut Syaf’iyah dan
pendapat yang masyhur dikalangan Malikiyah. Sebab, tidak ada hukum asal yang
mewajibkan dan tidak ada nash dan ijma’. Sedangkang menurut Hanabilah wajib
zakat. Sedangkan menurut Hanafiyah zakatnya melihat induknya.
b.
Sampai nishab (batas minimal dikenakan
zakat), tidak hanya asal sudah memiliki beberapa ekor, sudah dikenakan zakat.
c.
Tidak dipekerjakan oleh pemiliknya.
d.
Genap satu haul (telah berlalu satu tahun)
dalam kepemilikan pemiliknya. Jika belum satu haul maka tidak wajib zakat,
seperti yang disebutkan dalam hadits,
لازكاة فى مال حتى يحول عليه الحول
Artinya:
“Tidak ada kewajiban zakat pada harta, sampai genap satu tahun.”22
e.
Keadaan binatang itu dilepas. Artinya,
gembala lepas di sebagian besar haul, bukan hewan yang diberi makan, tidak pula
hewan yang bekerja di ladang dan sebagainya. Ini adalah syarat menurut
mayoritas ulama selain Malikiyah. Karena, zakat wajib bagi binatang ternak baik
dilepas atau diberi makanan, atau hewan yang dipekerjakan. Sedangkan menurut
Syafi’iyah adalah pemiliknya melepasnya di tempat pengembalaan, di rerumputan
milik umum di semua tahun atau sebagian besar tahun.
22
Dikutip oleh Wahbah az-Zuhaili dari HR. Abu Dawud, menurut riwayat
at-Tirmidzi dan Ibnu Umar.
Binatang ternak yang wajib zakat
a.
Zakat sapi (kerbau)
Berdasarkan hadits Mu’adz bin Jabal yang diriwayatkan oleh Ahmad bin
Masyruq, yaitu Nabi memerintahkan Mua’adz supaya setiap 30 ekor sapi diambil
zakatnya seekor sapi yang berumur satu tahun dan di atur sebagai berikut,
Nishab
sapi (kerbau)
|
Banyaknya
Zakat
|
30 ekor
|
1 ekor anak sapi jantan atau betina umur 1 tahun
|
40 ekor
|
1 ekor anak sapi betina umur 2 tahun
|
60 ekor
|
2 ekor anak sapi jantan
|
70 ekor
|
1 ekor anak sapi betina umur 2 tahun dan 1 ekor anak
sapi jantan umur 1 tahun
|
80 ekor
|
2 ekor anak sapi betina umur 2 tahun
|
90 ekor
|
3 ekor anak sapi jantan umur 1 tahun
|
100 ekor
|
1 ekor anak sapi betina umur 1 tahun dan 2 ekor anak
sapi jantan umur 1 tahun
|
110 ekor
|
2 ekor anak sapi betina umur 2 tahun dan 1 ekor anak
sapi jantan umur 1 tahun
|
120 ekor
|
3 ekor anak sapi betina umur 2
tahun dan 3 ekor anak sapi jantan umur 1 tahun
|
Seperti yang disebutkan dalam sunnah,
ان النبي صلى الله عليه وسلم بعثه الى اليمن وأمره أن يأخذ من
كل ثلا ثين بقرة تبيعا أو تبيعة و من كل أربعين مسينة أوعد له معافريا
Artinya:
“Bahwasanya Nabi Muhammad SAW, mengutus Mu’adz
ke Yaman. Beliau memerintahkan agar mengambil seekor tabi’ah (jantan atau
betina) untuk setiap tiga puluh ekor sapi, seekor musinnah untuk setiap empat
puluh ekor sapi. Atau, menggantinya dengan baju mu’afiri.”23
b.
Zakat Kambing (domba)
Kambing mencakup domba dan kambing kacang, jantan dan betina. Zakat
kambing (domba), wajib berdasarkan sunnah dan ijma’,
وفى صدقة الغنم فى سا ئمتها اذا كانت اربعين الى عشرين ومئة شاة
Artinya:
23
HR. Lima orang rawi,
Redaksi hadits oleh Ahmad. “Tabi’ah adalah sapi berumur satu tahun baik jantan
maupun betina. Musinnah adalah sapi berumur dua tahun. Ma’afir adalah pakaian
yang ada di negeri Yaman.”
“Pada shadaqah kambing, yakni kambing yang dilepas,
jika mencapai 40 sampai 120, ada kewajiban zakat 1 ekor kambing.”
Lebih rincinya dikemukakan sebagai berikut,
Nishab
Kambing (Domba)
|
Banyak
Zakat
|
|
40-120
ekor
|
1 ekor
kambing
|
|
121-200
ekor
|
2 ekor
kambing
|
|
201-399
ekor
|
3 ekor
kambing
|
|
121-499
ekor
|
4 ekor
kambing
|
|
201-599
ekor
|
5 ekor
kambing
|
|
Apabila kambing (domba) lebih dari 599, maka zakatnya setiap 100 ekor
dengan 1 ekor kambing.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui pemilik kambing (domba) pada saat
mengeluarkan zakat, untuk memperlihatkan bahwa dia benar-benar ikhlas
mengeluarkan zakat itu.
1.
Mutu, tidak boleh cacat, seperti luka,
terlalu tua, dan sebagainya. Sebab cacat itu mengurangi manfaat dan harganya.
Seperti yang pernah diperingatkan dalam hadits Nabi, yang artinya, “Tidak boleh
dikeluarkan zakat dari ternak yang sudah tua, yang cacat tubuhnya, dan kambing
jantan kecuali disetujui oleh amilnya.” (Hadits Anas bin Malik)
2.
Jenis Kelamin, harus menyesuaikan nishabnya,
bila yang harus dikeluarkan adalah betina maka keluarkan betina, begitu pun
sebaliknya.
3.
Umur, seperti yang telah disebutkan bahwa
mengeluarkan zakat pada kambing ialah setelah berumur satu tahun, agar zakat
yang dikeluarkan lebih sempurna.
c.
Zakat Kuda, Bighal, dan Keledai
Para ulama sependapat, bahwa dipergunakan oleh pemiliknya untuk
kepentingan pribadi, seperti alat transportasi yang tidak dikenakan zakat.
Demikian juga untuk kepentingan negara, seperti patroli penjagaan keamanan
negara, jadi tidak dikenakan zakat.
Tidak ada kewajiban zakat sama sekali pada bighal berdasarkan ijma’
kecuali jika untuk perdagangan. Sebab akan menjadi bagian dari barang-barang
dagangan. Zakat akan menjadi wajib pada kuda jika untuk perdagangan tanpa ada
perbedaan pendapat.
d.
Zakat Binatang Ternak Lainnya
Di Indonesia, kita mengenal ternak bintang selain yang telah disebutkan
di atas, seperti ikan, ayam dan lain sebagainya. Binatang ini tidak termasuk
dalam kelompok hewan ternak, tetapi bila ditinjau dari segi usaha maka akan
dikenakan zakatnya, karena merupakan usaha yang menghasilkan dan berkembang.
Berbeda jika untuk kepentingan pribadi atau ternak (untuk dimakan), tentu tidak
dikenakan zakatnya.
Apabila ternak itu telah mencapai nilai 93,6gr, berarti telah mencapai
nishabnya dan wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% (1/40 x uang).
Pendapat di atas dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab
Khallaf dan Abd Rahman Hasan.
Berbeda dengan Yusuf Qardlawi, beliau menghitung langsung dengan uang.
Cara menghitungnya dengan batas minimum (paling kecil) nishab zakatnya kambing
adalah 40 ekor dan zakat yang dikeluarkan adalah 1 ekor kambing, berarti sama
dengan 1/40 x 40 = 1 ekor. Karena, harga kambing bisa naik turun sebagaimana
juga harga emas bisa naik turun.
2)
Uang, Emas dan Perak
Emas dan perak dipandang sebagai barang yang memiliki nilai tersendiri
dalam masyarakat. Sedangkan, manusia pada zaman dulu belum mengenal uang
sebagai alat tukar. Dengan adanya emas dan perak, manusia menggunakannya
sebagai alat tukar-menukar, dan itu pun bisa terjadi tidak berimbang karenanya
emas dan perak terkadang dipecah-pecah, kemudian dijadikan sebagai logam yang
mulia (emas dan perak) sebagai alat tukar yaitu berupa uang logam.
Semua uang sudah dijadikan sebagai alat tukar, akan tetapi ada
perbedaan nilai tukar uang tersebut antara satu negara dengan negara lain.
Contoh 1 dollar Amerika 12000 rupiah Indonesia. Nilai tukar bisa naik dan bisa
turun. Jadi, uang juga merupakan kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya,
sebagai dasar hukumnya seperti yang terdapat dalam firman Allah SWT,
يا أيها الذين أمنوا إن كثيرا من الأ حبار والرهبان ليأ كلون أموال الناس
بالباطل ويصدون عن سبيل الله والذين يكنزون الذهب والفضة ولا ينفقو نها فى سبيل
الله فبشرهم بعذاب أليم
Artinya:
“…Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya
pada jalan Allah, maka beritahukanlah pada mereka, (bahwa mereka akan
mendapatkan) siksa yang pedih.”(at-Taubah : 34)
Ayat tersebut diperkuat oleh sunnah Rasulullah SAW, yang artinya:
“Tiada bagi pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan haknya, untuk
mengeluarkan zakatnya, melainkan pada hari kiamat ia didudukkan di atas padang
batu yang lebar dalam neraka, dibakar dalam jahannam, disetrika dengannya
lambung, kening dan punggungnya. Setiap api itu padam, maka dipersiapkan lagi
baginya (hal serupa) untuk jangka waktu lima puluh ribu tahun, hingga selesai
pengadilan umat semuanya, kemudian diperlihatkan kepadanya jalannya, apakah ke
surga atau ke neraka.” (HR. Bukhari, Abu Daud, Ibnu Mundzir, Abu Hatim, dan Mardhawaihi)
Setelah melihat dua dasar al-Qur’an dan sunnah di atas, maka para ulama
pun telah ijma’ (sepakat), bahwa emas dan perak sebagai mata uang, wajib
dikeluarkan zakatnya. Demikian pula emas dan perak yang disimpan (bukan
perhiasan yang dipakai) wajib dikeluarkan zakatnya.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa ulama telah sepak mengenai
uang, wajib dikeluarkan zakatnya. Zakat emas dan perak sebesar 2,5%. Syariat
telah memberikan keringanan tentang zakat emas dan perak (uang), tidak seperti
tanaman dan buah-buahan, adakalanya 5% atau 10%.
Nishab perak adalah 200 dirham (642gr), di masa Nabi inilah yang
berlaku sebagai mata uang.
Mengenai emas (dirham), dalilnya tidak sekuat dalil perak (dirham).
Nishab emas pada masa itu 20 dinar dan nilai 1 dinar sama dengan 10 dirham.
Dengan demikian, zakat emas telah mencapai 20 dinar, sudah wajib
dikeluarkan zakatnya, yaitu 2,5% dari jumlah uang.
Dua puluh dinar sama dengan 93,6 gr emas. Apabila harga emas Rp
25.000/gr, maka nishab uang adalah sama dengan 93,6 x Rp 25.000 = Rp
2.340.000,- dan zakat yang dikeluarkan sama dengan 2,5 x Rp 2.340.000 = Rp
58.500,- sekiranya harga turun menjadi Rp 20.000/gr, maka perhitungannya;
93,6 x Rp 20.000 = Rp 1.872.000 dan zakatnya
2,5 x Rp 1.872.000 = Rp 46.800,-
Nishab perak adalah 200 dirham (642gr), sekiranya harga perak Rp
5.000/gr, maka nishab uang adalah sama dengan 200 x Rp 5.000 = Rp 1.000.000,- dan
zakat yang dikeluarkan sama dengan 2,5 x Rp 1.000.000 = Rp 25.000,-
3)
Zakat Perdagangan
Agama Islam memberikan kebebasan untuk mencari rezeki, asal jalan yang
ditempuh halal. Sebenarnya dorongan untuk mencari rezeki sangat dianjurkan,
apalagi kalau dikaitkan dengan zakat, sehingga orang mungkin sebagai muzaki
(pemberi zakat), sebagaimana telah disinggung pada pendahuluan.
Cakupan kegiatan dagang amat luas, yaitu semua jual beli barang yang
menghasilkan uang (kekayaan), asal halal sebagaimana yang telah disinggung di
atas.
Sebagai landasan zakat dagang ialah firman Allah SWT,
يا ايها الذين أمنو انفقوا من طيبت ما كسبتم ومما اخرجنا لكم من الأرضقلى
ولا تيممواالخبيث منه تنفقون ولستم بأخيذ يه إلاان تغمضوا فيهقلى
واعلمواانالله غني حميد
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah SWT)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk lalu kamu
nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya
lagi Maha Terpuji.”(al-Baqarah : 267)
Imam Thabrani menafsirkan ayat tersebut dengan zakat usaha (dagang).
Demikian pula pendapat Hasan dan Mujahid, Imam Jarkasi dalam kitab Ahkam
al-Qur’an, bahwa yang dimaksud dengan kalimat, “sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik” adalah, “hasil perdagangan.” Imam Abu Bakar ‘Arabi juga sejalan
pendapatnya dengan pendapat di atas.
Selain ayat di atas Rasulullah SAW juga bersabda,
كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يأمرون ان نخروج الصدقة مما
نعد للبيع (روه ابو داود)
Artinya:
“Rasulullah SAW, memerintahkan kepada kami supaya mengeluarkan sedekah
dari segala yang kami jual.”(HR. Abu Dawud)
Dalam hadits tersebut ada kalimat perintah untuk bersedekah. Kalimat
perintah menunjukkan wajib dilaksanakan dan zakat itu hukumnya wajib,
sedangkang sedekah itu hukumnya sunnah.
Adapun ketentuan untuk zakat pedagang adalah sebagai berikut,
1.
Nishab dan Haul Perdagangan
Nishab perdagangan dikeluarkan zakatnya setelah sampai nishabnya
senilai 93,6gr emas (Yusuf Qardlawi mengatakan 85gr) dan zakatnya sebesar 2,5%
(1/40 x harta kekayaan). Perhitungannya dilaksanakan sampai satu tahun kegiatan
dagang. Tidak mesti mulai dari bulan Januari dan berakhir bulan Desember. Oleh
karena itu, kegiatan mulai berdagang harus dicatat.
2.
Cara Membayar Zakat Dagangan
Bila telah melalui kegiatan satu tahun berdagang, maka adakan
perhitungan seluruh kekayaan, yaitu modal, laba, simpanan di bank, dan piutang
yang diperkirakan dapat kembali. Sebelumnya diperhatikan juga utang yang belum
diselesaikan kepada orang lain.
Kalau sampai nishabnya (batas minim 93,6gr emas), maka dikeluarkan
zakatnya sebesar 2,5%.
Mengapa piutang tidak diperhitungkan sewaktu mengeluarkan zakat?
Jawabnya sederhana saja, yaitu piutang itu belum tentu kembali (dibayar) oleh
orang yang berutang. Jika sudah kembali (dibayar) baru diperhitungkan zakatnya.
Dan perlu digaris bawahi, bahwa yang dikeluarkan zakatnya tentunya barang
dagangan yang berkembang (yang diperjualbelikan), bukan barang yang tidak
berkembang, seperti etalase bangunan toko dan perabot lainnya.
4)
Zakat Pertanian
Sebelum manusia di ciptakan oleh Allah SWT, telah dipersiapkan dahulu
apa yang manusia butuhkan. Bahkan yang paling banyak diperlukan manusia adalah
hasil bumi (pertanian). Hasil pertanian adalah hasil bumi yang paling penting
bagi manusia. Seperti yang telah disebutkan dalam firman Allah SWT,
ولقد مكناكم فى الارض وجعلنا لكم فيها معايش
قليلا ما تشكرون
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami
adakan bagi kamu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu
yang bersyukur.” (al-A’raf : 10)
Semua bahan dan saran tersebut telah Allah sediakan untuk manusia di
muka bumi dan manusia hanya perlu mengolahnya sesuai dengan keperluannya. Oleh
karena itu, tanaman yang telah manusia olah hingga terlihat hasilnya wajib
dikeluarkan zakatnya sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT.
Zakat ini wajib dengan dalil al-Qur’an, sunnah, ijma’ dan rasio.
Seperti yang telah disebutkan dalam firman Allah SWT,
...واتواحقه يوم حصادهصلى...
Artinya:
“… dan berikan haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya…” (al-An’am : 141)
Adapun Rasulullah SAW telah bersabda tentang ketentuan mengeluarkan
zakat,
وفيما سقت الأنهار والغيم العشور فيما سقي بالساقية نصف العشور(رواه أحمد
والنسائى وأبو داود)
Artinya:
“yang di airi dengan sungai atau hujan, zakatnya 10% sedangkan yang di
airi dengan pengairan (irigasi), zakatnya 5%.” (HR. Ahmad, an-Nasai, dan Abu Dawud)
Pada uraian terdahulu sudah dijelaskan, bahwa hasil pertanian dikenakan
zakat, apabila telah memenuhi syarat. Akan tetapi para ulama berbeda pendapat
mengenai jenis hasil bumi yang dikenakan zakat.
a)
Ibnu Umar dan sebagian ulama salaf
berpendapat, bahwa wajib pada 4 jenis tanaman yaitu, hintah (gandum), syair (sejenis gandum), kurma, dan anggur.
b)
Malik dan Syafi’i berpendapat, bahwa yang
wajib adalah makanan pokok sehari-hari seperti, beras, jagung, sagu. Selain
makanan pokok itu tidak dikenakan zakat. Tetapi ada pengecualian bagi kurma dan
anggur, karena sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW.
c)
Imam Ahmad berperndapat, bahwa biji-bijian
yang kering yang dapat ditimbang, seperti padi, jagung, kedelai, kacang tanah,
kacang hijau dikenakan zakatnya.
d)
Abu Hanifah berpendapat, bahwa semua hasil
bumi yang bertujuan untuk mendapatkan penghasilan, diwajibkan mengeluarkan
zakatnya. Abu Hanifah tidak membedakan, tanaman yang tidak bisa dikeringkan dan
tahan lama, seperti sayur-sayuran dan lain sebagainya.
Hasil bumi ada
yang dapat di takar dengan literan dan ada yang hanya timbangan saja. Bila di
takar dengan literan, nishabnya 930 liter dan bila di takar dengan timbangan
nishabnya 750kg. Padi, jagung, kedelai dan sejenisnya dapat di takar dengan
timbangan. Dan apabila tidak dapat ditimbang maka dapat dipertimbangkan dengan
harganya. Bila telah sampai nishabnya seharga 93,6gr, maka dapat dikelurkan
zakatnya.
Adapun besar
zakat tanaman hasil pertanian ada di antara dua kemungkinan, yaitu 1/10 (10%)
bila tidak memerlukan biaya besar dan 1/20 (5%), bila memerlukan biaya besar.
Jadi, zakat yang dikeluarkan adalah,
1/10 x 750 = 75
liter, atau
1/20 x 750 =
37,5 kg
1/10 x 930 = 93
liter, atau
1/20 x 930 =
46,5 kg
Ini merupakan
cara pengeluaran zakat yang di lakukan di Indonesia. Sekiranya kita memasukkan
ke dalam kelompok pertanian, maka setiap panen di keluarkan zakatnya; 1/20 (5%)
karena memerlukan biaya perawatan.
1/20 x 750 =
37,5 kg
Umpamanya jika
harga cengkeh Rp 4000/kg, maka nilai zakatnya; 37,5 kg x Rp 4000 = Rp 140.000,-
Sekiranya kita
kelompokkan ke dalam perniagaan, maka perhitungannya demikian. Standar
perhitungannya dengan emas 93,6gr.
Bila harga emas
Rp 25.000/gr, maka nishabnya,
93,6 x Rp 25.000
= Rp 2.340.000,-
Zakat yang di
keluarkan = 2,5% (1/40 x Rp 2.340.000 = Rp 58.500,-)
Jika, kita
menemukan hasil tanaman yang sukar dihitung setiap panen karena masuk ke dalam
perdagangan seperti sawit, pisang, kelapa, karet yang ukurannya ribuan hektar.
Maka salah ini dapat digolongkan ke dalam kelompok perdagangan yang penting
tidak menghindar dari kewajiban membayar zakat.
Jalan yang
paling aman yang harus kita tempuh dalam nishab adalah memilih yang paling
terkecil (85gr, 89,1gr, 93,6gr dan 100gr), yaitu 85gr (Yusuf Qardlawi).
Dalam pertanian,
adakalanya peminjaman tanah, ada juga yang disewakan dan ada juga yang
digarapkan. Adapun cara penyelesaian masalah tersebut adalah sebagai berikut,
1.
Tanah yang dipinjamkan kepada orang lain
untuk diolah dan ditanami, tanpa ada pemungutan imbalan dari sang pemilik.
Maka, zakatnya dibebankan kepada sang peminjam, karena hakikatnya dialah yang
mendapat rahmat dari Allah SWT dan sepantasnya dia bersyukur.
2.
Tanah yang dipasrahkan kepada penggarap
(orang yang menggarap) dengan suatu perjanjian yang telah dibuat apakah dibagi
dua, tiga atau berapapun, maka zakatnya dibebankan kepada bagian masing-masing.
Menurut Syafi’I yang diberitahukan oleh Ahmad, keduanya (pemilik dan penggarap)
dianggap satu. Dengan demikian keduanya wajib mengeluarkan zakat apabila
mencapai nishabnya yaitu 10% dari bagiannya. Bila dari hasil tersebut tidak
mencapai nishab (750 kg) maka tidak ada kewajiban mengeluarkan zakat.
3.
Tanah yang disewakan kepada orang lain dalam
bentuk uang, maka menurut jumhurul ulama hukumnya boleh. Namun timbul perbedaan
pendapat, siapakah yang wajib membayar zakatnya?
a.
Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat
dibebankan kepada pemilik, karena dia telah memperoleh hasil (keuntungan) dari
hasil sewa itu.
b.
Jumhurul Ulama berpendapat, zakat dibebankan
kepada penyewa karena zakat dibebankan pada hasilnya bukan biaya sewanya (pada
tanahnya). Dan untuk jalan tengah pemilik akan dikenakan zakat bila sudah
mencapai nishabnya, apabila tidak mencapai nishabnya maka tidak dikenakan
zakat.
5)
Zakat Madu dan Produksi Hewan
Dalam al-Qur’an kita temukan satu surat an-Nahl (lebah). Lebah adalah
penghasil madu dan madu itu merupakan karunia Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya,
yang wajib disyukuri.
Madu adalah obat penyembuh penyakit manusia yang diramu dan diolah
dalam perut lebah dari bahan alami, berupa buah-buahan dan kembang-kembang.
Tidak ada orang yang meragukannya, karena di samping sebagai obat, minuman madu
itu amat menyegarkan bagi orang yang sehat sekalipun.
Timbul pertanyaan, apakah wajib mengeluarkan zakatnya, bila telah
mencapai nishab? Bagaimana pula ukurannya?
Mengenai hal ini terdapat beberapa perbedaan pendapat,
(1)
Imam Abu Hanifah, pengikutnya, dan Imam Ahmad
berpendapat bahwa madu wajib dikeluarkan zakatnya, dan besar zakatnya adalah
sebesar 1/10 (10%). Sebab, madu juga merupakan karunia Allah SWT. Sebagai
landasan yang digunakannya adalah sabda Rasulullah SAW, yang artinya,
“Sesungguhnya Rasulullah SAW mengambil zakat madu sebesar 1/10 (10%).” (HR. Ibnu Majah dan Daru Quthni)
(2)
Imam Malik, Syafi’I, dan Ulama lainnya
a.
Hadits yang disebutkan di atas dianggap tidak
kuat dan tidak dapat dijadikan dalil dalam menetapkan zakatnya.
b.
Madu merupakan cairan yang sama kedudukannya,
seperti susu hewan. Sedangkan susu tidak dikenakan zakatnya. Yusuf Qardlawi
memilih pendapat yang mewajibkan zakat. Saya juga lebih cenderung kepada
pendapat yang mewajibkan, karena madu itu termasuk harta kekayaan (karunia
Allah).
(3)
Besar Zakat Madu
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Bagi yang mewajibkan, besar
zakatnya 10%, berdasarkan hadits-hadits yang telah disebutkan di atas, dan
di-qiyas-kan dengan zakat tanaman dan buah-buahan. Sekiranya memerlukan biaya
yang besar seperti mengambilnya di gunung atau hutan atau biaya peternakan,
maka zakatnya 5%.
(4)
Nishab Zakat Madu
Dalam menentukan nishab madu, para ulama berbeda pendapat. Oleh Yusuf
Qardlawi memilih pendapat yang mengatakan, bahwa sudah dikenakan zakat, bila
telah mencapai 5 wasak (750 kg atau 930 liter), makanan pokok adalah beras
(padi). Jadi, nilainya sama dengan 750 kg padi.
Semisal padi harganya Rp 400,-/kg, maka nishabnya 750 x Rp 400 = Rp
300.000,-
Zakatnya : 1/10 x Rp 300.000 =
Rp 30.000,- atau
: 1/20 x Rp
300.000 = Rp 15.000,-
(5)
Zakat Produksi Hewani
Di Indonesia, kita mengenal banyak sekali hewan ternak seperti ayam yang
menghasilkan telur, sapi yang di ambil susunya, dan ulat sutra yang di ambil
bulunya.
Ulama mengatakan, susu tidak wajib zakat, karena sapi sudah
diperhitungkan zakatnya. Tetapi, biasanya sapi perahan dikhususkan mengambil
susunya dan tidak diperhitungkan banyak sapinya sudah senishab apa belum. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa zakat susu sapi di-qiyas-kan kepada zakat madu
yaitu 10 %. Sedangkan ulama fiqih dari madzhab Zaidiyah mengelompokkan zakat
ini dalam zakat perdagangan yang diperhitungkan sesudah sampai satu tahun, dan
zakatnya yaitu sebesar 2,5 %.
6)
Zakat Barang Tambang dan Hasil Laut
1.
Zakat Barang Tambang
Tambang yang di hasilkan dari dalam (perut) bumi, cukup banyak jenisnya.
Menurut Ibnu Qudamah, contoh tambang adalah emas, perak, timah, besi, intan,
batu permata, batu bara, dan lain-lain. Barang tambang yang cair seperti aspal,
minyak bumi, belerang, gas, dan sebagainya.
Sebagai landasannya adalah firman Allah SWT,
يا ايها الذين أمنو انفقوا من طيبت ما كسبتم ومما اخرجنا لكم من الأرضقلى
ولا تيممواالخبيث منه تنفقون ولستم بأخيذ يه إلاان تغمضوا فيهقلى
واعلمواانالله غني حميد
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah SWT)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk lalu kamu
nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya
lagi Maha Terpuji.”(al-Baqarah : 267)
Dari apa yang telah di sebutkan, ada perbedaan pendapat dari beberapa
ulama yaitu,
a.
Imam Abu Hanifah, berpendapat bahwa yang wajib
zakat adalah yang pengolahannya menggunakan api saja.
b.
Imam Syafi’I, berpendapat bahwa yang wajib
zakat adalah hanya tambang emas dan perak saja.
c.
Imam Hambali, berpendapat bahwa yang wajib
zakat adalah semua barang tambang. Tidak ada perbedaan antara yang diolah
dengan api atau tidak.
Dan banyak
ulama-ulama juga yang berpendapat bahwa pendapat Imam Hambalilah yang lebih
kuat, karena barang-barang tambang itu merupakan kekayaan. Di samping itu,
ihtiyath (hati-hati) dalam soal seperti ini juga sangat penting.
2.
Besar Zakat Yang dikeluarkan
Mengenai hal ini para ulama berbeda pendapat,
a.
Imam Abu Hanifah dan ulama-ulama yang sejalan
pikirannya mengatakan bahwa zakatnya sebesar 1,5 (20%). Beliau menyamakan
barang tambang (yang disediakan) dengan rikaz (barang terpendam, harta karun)
yang disimpan atau ditanam oleh manusia.24
24
Ulama-ulama yang sependapat dengan Imam Abu
Hanifah adalah Abu ‘Ubaid, Zaid bin Ali Baqir Shadiq dan sebagian besar ulama
Syi’ah, baik Syi’an Zaidiyah maupun Imamiyah.
b.
Imam Ahmad dan Ishaq besar zakat yang
dikeluarkan sebesar 2,5% berdasarkan qiyas pada zakat uang. Imam Malik dan
Syafi’I juga sejalan dengan pendapat Imam Ahmad.
Karena
menimbulkan perbedaan yang jauh. Oleh karena itu, Yusuf Qardlawi mengambil
jalan yang tidak begitu mencolok perbedaanya yaitu 1/10 (10%) bila tidak
memerlukan biaya besar. Karena disamakan dengan zakat hasil pertanian dari
bumi.
3.
Masa Pengeluaran Zakat
Apakah pengeluaran zakat barang tambang setiap penemuan (panen) atau
setelah menunggu satu tahun?
a)
Imam Abu Hanifah dan kawan-kawan berpendapat
bahwa zakatnya tidak usah menuggu satu tahun.
b)
Imam Malik, Syafi’I, Ahmad dan Ishaq
berpendapat bahwa zakat barang tambang tetap terikat dengan haul, berbeda
dengan harta karun. Karena barang tambang seperti minyak, gas, timah dan lain
sebagainya akan terus bertambah dan berkembang jadi tetap terikat pada haul.
Namun di
Indonesia, barang tambang telah ditangani oleh pemrintah. Dengan demikian akan
sukar membicarakan zakatnya. Akan tetapi, apabila usaha tersebut sepenuhnya
dikuasai oleh swasta (perusahaan), maka zakat dan juga pajaknya ditanggung oleh
swasta dan harus dibayarkan.
4.
Zakar Hasil Kekayaan Laut
Para ulama berbeda pendapat mengenai zakat hasil laut. Menurut Abu Hanifah, Hasan bin Shalih, Syiah dan Zaidiyah
tidak mewajibkan zakat karena tidak disebutkan nash yang disebutkan. Sedangkan
menurut Abu Yusuf dan Ahmad zakatnya adalah 20% (1/5). Bagi ulama yang lain
yang berpendapat bahwa 1/5 (20%) di-qiyas-kan pada barang tambang. Ada juga
yang mengatakan 1/10 (10%), di-qiyas-kan pada hasil pertanian. Ada juga yang
2,5% yang di-qiyas-kan pada zakat perdagangan. Sedangkan, menurut Imam Malik
dan Syafi’I berpendapat bahwa besar zakat harus dibedakan berdasarkan berat
ringan usaha, biaya usaha, dan pengolahannya apakah 20% atau 2,5%.
Mengingat masalah ini adalah masalah yang harus ditimbang-timbang
tentang pendapat mana yang lebih tepat. Menurut saya, bahwa apapun jenis
kekayaan yang didapat apakah dari darat atau laut maka wajib dikenakan zakat.
7)
Zakat Investasi
Investasi adalah penanaman modal atau uang dalam proses produksi
(dengan pembelian gedung-gedung, permesinan, bahan cadangan, penyelenggaraan
ongkos, serta perkembangannya). Dengan demikian, cadangan modal barang
diperbesar sejauh tidak perlu ada modal barang yang harus diganti.25
Kendatai pun penanaman modal (investasi) tersebut mendatangkan hasil,
tetapi masih terdapat perbedaan pendapat para ulama,
1.
Para ulama yang tidak mewajibkan zakat
Sebagian ulama memandang, bahwa investasi dalam bentuk gedung-gedung,
pabrik, dan sebagainya yang telah disebutkan di atas tidak dikenakan zakat,
karena di masa Rasulullah SAW, para sahabat tidak pernah menetapkan ketentuan
hukumnya. Kelompok ini, berpegang kepada lahiriyah nash (al-Qur’an dan Sunnah).26
2.
Para ulama yang mewajibkan zakat
Sebagian ulama berpendapat, bahwa penanaman modal dalam berbagai bentuk
kegiatan dikenakan zakatnya, karena hal itu merupakan kekayaan dan setiap
kekayaan ada hak orang lain di dalamnya.27
Apabila diberi peluang tidak dikenakan zakat sebagaimana pendapat
pertama, kita merasa khawatir dan ada kemungkinan para pengusaha sengaja
menginvestasikan modalnya kepada usaha-usaha yang tidak pernah ada di masa
Rasulullah dan para sahabat.
25
Ensiklopedia Indonesia.
26
Pendapat ini di anut oleh madzhab Lahiriyah
(Ibnu Hazm). Dalam zaman modern ini dianut pula oleh Syaukani dan Shahik Hasan
Khan.
27
Pendapat ini di anut oleh ulama-ulama madzhab
Maliki, Hambali, dan Zaidiyah. Ulama-ulama mutaakhirin, seperti Abu Zahrah, Abd
Wahab Khallaf, dan Abd Rahman Hasan.
Sehingga terbebas dari kewajiban membayar zakat. Dengan demikian, hak
orang lain masih ada dalam harta kekayaan itu dan berarti pula bahwa harta itu
belum bersih. Oleh karena itu, logis kiranya jika kita mengambil pendapat yang
kedua karena harta itu merupakan kekayaan dari Allah SWT.
3.
Cara menetapkan zakat investasi
Ada dua cara dalam perhitungan zakat investasi, pertama, menghitung modalnya (pabrik, hotel) dan
keuntungannya sekaligus. Kemudian baru diperhitungkan zakatnya. Kedua, hanya menghitung keuntungannya saja dan
keuntungan itulah yang diperhitungkan zakatnya.
1.
Sebagian ulama menghitung modal dan
keuntungannya, dan zakatnya dikeluarkan sebesar 2,5% sebagaimana zakat
perdagangan.
2.
Sebagian ulama menghitung keuntungannya saja,
tidak modalnya, seperti rumah yang disewakan, hotel, dan sebagainya. Hal ini
berarti sama dengan zakat pertanian yang dihitung hanya hasilnya saja tidak
tanahnya. Dengan demikian, zakatnya apakah 10% atau 5%. Menurut kedua pendapat
ini, penyusutan tidak perlu dihitung, karena yang diperhitungkan hanya
keuntungan saja, setelah dikeluarkan biaya pemeliharaan dan biaya lainnya.
Kita asumsikan investasi yang dapat dipungut
hasilnya setiap bulan, umpamanya dapat kita analogikan kepada zakat pertanian,
seperti rumah, toko yang disewakan bulanan. Namun ada juga toko, rumah yang
disewakan tahunan, maka dapat di analogikan kepada perdagangan yang perhitungannya
setiap tahun.
Dengan demikian, nishab dan kadar zakat yang
akan dikeluarkan juga berbeda (perhatikan nishab dan kadar zakat pertanian dan
perdagangan).
8)
Zakat Profesi dan Pencarian
Pada zaman sekarang ini orang mendapatkan uang dari pekerjaan dan
profesinya. Jadi, pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua macam. Pertama adalah pekerjaan yang dikerjakan sendiri
tanpa menggantikan diri kepada orang lain, seperti orang dokter yang mengadakan
praktik, pengacara, seniman, penjahit, dan lain-lain. Kedua, pekerjaan yang dikerjakan untuk orang (pihak)
lain dengan imbalan mendapat upah atau honorarium, seperti pegawai (negeri atau
swasta). Kedua macam pekerjaan tersebut jelas menghasilkan uang sebagai harta
kekayaan. Dengan demikian, apakah wajib dikeluarkan zakat penghasilan itu ?
1.
Pendapat Pertama
Mengatakan, harus cukup satu tahun, begitu sampai satu tahun baru
diperhitungkan zakatnya. Zakat yang
diperhitungkan adalah sisa atau kelebihannya dari kebutuhan setiap bulannya,
sebab pegawai negeri atau swasta menerima gaji sebulan sekali.
Umpamanya pegawai negeri atau swasta menerima penghasilan Rp
500.000/bulan dia hidup bersama 6 orang dalam 1 keluarga.
a.
Keperluan pokok = 300.000
b.
Transportasi =
90.000
c.
Listrik dan lain-lain = 50.000
= 440.000
d.
Penerimaan =
500.000
e.
Pengeluaran =
440.000
f.
Sisa =
60.000
g.
Pengasilah 1 tahun = 12 x 60.000 = 720.000
Berdasarkan perhitungan ini, si A tidak wajib zakat, karena tidak
samapi nishab.
Contoh lain, si B mempunyai penghasilan Rp 2.500.000 dia hidup bersama
6 orang dalam 1 keluarga/
a.
Keperluan pokok = 600.000
b.
Transportasi =
300.000
c.
Telepon =
50.000
d.
Listrik dan lain-lain = 50.000
= 1.000.000
e.
Penerimaan =
2.500.000
f.
Pengeluaran =
1.000.000
g.
Sisa =
1.500.000
h.
Penghasilan 1 tahun = 12 x 1.500.000 = 18.000.000
Sekiranya tepat perhitungan contoh pertama dan kedua, maka si A tidak
dikenakan zakat, sedangkan si B wajib mengeluarkan zakat, sebab nishab emas
(93,6 x Rp 25.000) adalah 2.340.000.
2.
Pendapat kedua
Mengatakan bahwa, zakat pencarian dan profesi tidak usah menunggu satu
tahun tetapi, setiap bulan bagi pegawai dan setiap mendapatakan penghasilan bagi kegiatan-kegiatan lainnya,
seperti hasil melukis, grup musik setiap kali tampil, dan sebagainya.
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa batas minimal nishabnya adalah
300.000. sebagaimana seperti hasil minimum petani setiap bulannya yang telah
diuangkan.
Bagi pegawai yang mengeluarkan zakat setiap bulan, berarti di telah
mengangsur (mencicil) pengeluaran zakatnya, sehingga tidak memberatkan. Sebab,
kalau berbicara soal uang, “Sedikit cukup, banyak pun habis” kata orang.
Demikian sikap dan tindakan yang paling aman adalah mengeluarkan zakatnya
setiap bulan atau setiap mendapatkan penghasilan itu.
9)
Zakat Saham dan Obligasi
Di dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan, bahwa saham (sero atau
andil) adalah surat bukti yang menyatakan, bahwa seseorang turut serta dalam
suatu perseroan terbatas (PT). pemilik saham disebut persero, ia berhak atas
sebagian laba yang dihasilkan perusahaan yang dijalankan oleh PT yang
bersangkutan.
Kemudian mengenai obligasi disebutkan, yaitu surat bukti turut serta
dalam pinjaman kepada perusahaan atau badan pemerintahan (negara, kota praja,
dan sebagainya). Bunga obligasi telah lebih dahulu ditetapkan, dan biasanya di
bayar setengah tahun sekali dengan mengeluarkan tanda bukti yang bernama kupon.
Macam-macam obligasi,
1.
Obligasi Emas, yaitu suatu jaminan, bahwa
bunga dan pengambilan pinjaman akan dibayar dengan uang emas (agar tidak
merugikan pemegang obligasi karena inflasi).
2.
Obligasi Hipotek yang dijamin dengan
rungguhan barang tak bergerak.
3.
Obligasi dengan bagian keuntungan kecuali
yang sudah ditentukan.
4.
Obligasi yang dapat konfersi (suatu saat bisa
ditukar dengan saham).
Dalam penentuan
zakatnya, para ulama berbeda pendapat dalam garis besarnya ada dua pendapat,
(1)
Pendapat Pertama
Dalam masalah ini, yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah keuntungan
yang diperoleh dan usaha-usaha tersebut, sama halnya seperti zakat pertanian
yang dikeluarkan adalah hasil bukan zakat tanahnya. Dengan demikian zakatnya
pun kemungkinan 10 % atau 5% tergantung dari untung dan ruginya.
(2)
Pendapat Kedua
Sebagian ulama lagi memandang sama, antara saham dan obligasi dengan
barang dagangan dan merupakan harta kekayaan.
Bila saham dan obligasi di anggap sebagai barang dagangan maka zakatnya
berlaku sebagai barang dagangan, yaitu sebesar 2,5%. Semisal; seseorang
memiliki saham senilai Rp 200.000.000 dan keuntungan pada akhir tahun diperoleh
Rp 40.000.000. saham dan keuntungan menjadi Rp 240.000.000. Zakat yang
dikeluarkan adalah 1/40 x 240.000.000 = Rp 6.000.000.
10) Zakat dan Pajak
Mengenai pengertian zakat, sudah dikemukakan pada uraian terdahulu,
yaitu hal tertentu yang diwajibkan Allah SWT terhadap harta kaum Muslimin yang
diperuntukkan bagi fakir miskin dan mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas
nikmat Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, serta membersihkan diri dan
hartanya.
Di dalam ensiklopedia Indonesia disebutkan, bahwa pajak ialah suatu
pembayaran yang dilakukan kepada pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan dalam hal penyelenggaraan jasa-jasa,
untuk kepentingan umum.
Pajak menurut definisi para ahli keuangan ialah kewajiban yang
ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan sesuatu kepada negara
dengan ketentuan, tanpa mendapatkan prestasi kembali dari negara dan hasilnya
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum di satu pihak dan untuk
merealisasi sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik, dan tujuan-tujuan lain
yang dicapati oleh negara.
Di Indonesia ini, kita kenal pajak bumi, yaitu pajak yang dipungut dari
sawah dan tegalan, ditambah sekarang dengan pajak-pajak bangunan yang terkenal
dengan sebutan PBB (pajak bumi dan bangunan). Disamping itu, dikenal pula pajak
materai, pajak pelabuhan, pajak radio, televisi da sebagainya.
Setelah kita amati pengertian zakat dan pajak, maka pad prinsipnya
kedua-duanya diserahkan kepada negara (amil) untuk kepentingan umum atau
pembangunan. Setiap warga negara mempunyai kewajiban untuk mengeluarkan zakat
(bagi orang yang sudah memenuhi ketentuannya) dan pajak.
Di Indonesia ini sudah ada Undang-undang Republik Indonesia No. 38
Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Di antaranya yang berhubungan dengan
pajak adalah pasal 14 ayat 3 yang berbunyi;
“Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil
zakat, dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang
bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Pengurangan zakat dari laba atau pendapatan kena pajak dimaksudkan agar
wajib pajak tidak terkena beban ganda, yakni kewajiban membayar zakat dapat
memacu kesadaran membayar pajak.
11) Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah zakat badan (bukan zakat yang berkaitan dengan
harta seseorang) yang diwajibkan karena berakhirnya bulan Ramadhan. Bukhari dan
Muslim meriwayatkan dari Umar r.a, “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah satu
sha’ kurma, atau satu sha’ gandum atas setiap orang Muslim, budak merdeka,
laki-laki atau perempuan, anak-anak atau dewasa.”
Zakat
fitrah diwajibkan atas setiap Muslim yang memiliki persediaan makanan pokok
melebihi keperluan dirinya sendiri dan keluarganya selama satu hari satu malam.
Muslim yang memenuhi persyaratan tersebut, diwajiban mengeluarkan zakat fitrah
atas nama dirinya sendiri serta nama setiap anggota keluarga yang wajib
dinafkahinya baik dewasa maupun anak-anak, lelaki maupun perempuan.
Adapun orang-orang yang berhak menerima zakat adalah,
1. Fuqara (fakir)
Orang yang tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya (primer)
2. Masakin (miskin)
Orang yang mempunyai
harta dan tenaga, tapi tidak mencukupi keperluan hidupnya (primer).
3. Amilin
Orang yang bertugas
untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4. Muallaf
a. orang kafir yang ada harapan masuk Islam.
b. orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
5. Riqab
Orang yang memerdekakan hamba sahaya.
6. Gharimin
Orang yang berhutang karena kepentingan yang bukan ma’siatan dan tidak
sanggup membayarnya.
7. Sabilillah
Orang yang bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Islam (memelihara
berlakunya kebenaran, kebaikan, dan keutamaan akhlak).
8. Ibnu Sabil
Orang yang kehabisan
bekal di tengah perjalanan, walaupun ia orang kaya di negerinya.
Adapun orang-orang yang tidak berhak menerima zakat
adalah,
1. Orang kaya dengan harta atau kaya dengan hasil usaha dan penghasilan.
2. Hamba sahaya, karena mereka mendapatkan nafkah dari tuannya.
3. Keturunan Rasulullah SAW.
4. Orang dalam tanggungan yang berzakat.
5. Orang yang tidak beragama Islam.
Adapun waktu berlakunya zakat fitrah, Adalah saat
terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan Ramadhan. Artinya, setiap Muslim
yang ada pada waktu itu, termasuk bayi yang dilahirkan sejenak sebelum matahari
terbenam, wajib mengeluarkan zakat fitrah atau dikeluarkan atas namanya.
Adapun zakat fitrah yang wajib dikeluarkan yaitu, Menurut hasil penelitian para ahli, satu sha’ kurma
sama dengan kira-kira 3 liter atau 2,4 kg beras. Ada juga yang mengatakan
bahwa satu sha’ adalah 3,1 liter (di Indonesia pada umumnya ditetapkan 2,5 kg)
atau senilai dengan beras itu.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari beberapa
uraian diatas, kita bisa menyimpulkan bertapa pentingnya zakat bagi siapapaun,
baikbagi mustahiq maupun muzakki. Manfaat bagi muzakki adalah bisa
menghindarkan diri mereka dari memakan harta yang bukan haknya, membersihkan
hati mereka dan juga menanamkan pada hati para muzakki arti kehidupan sosial.
Selain itu manfaat juga akan dirasakan oleh para mustahik zakat, derita yang
mereka rasakan bisa sedikit terobati, kebutuhan mereka dapat terbantu dan juga
mereka akan merasa diharga dan diperhatikan oleh para muzakki.
Selain yang
dirasakan langsung oleh mustahiq, jika pengelolaan zakat secara produktif
modern, harta zakat tersebut disiasati untuk hal yang lebih banyak manfaatnya
seperti untuk pembangunan sarana umum seperti masjid, jembatan, jalan dan lain
sebagainya akan terasa sekali manfat dan hasilnya.
2. Saran
Zakat tidaklah
mengurangi harta seseorang, melainkan sebuah investasi di masa yang akan
datang. Oleh karena itu, marilah kita sama-sama mengeluarkan zakat sebagai
sebuah amal ibadah yang akan membawa keuntungan dan manfaat bagi diri kita dan
juga orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Az-Zuhaili,
Wahbah Prof. Dr, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani, 2011.
Hasan, M. Ali, Zakat
dan Infak (Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial Di Indonesi),Jakarta:
Kencana, 2008.
Al-Qur’an dan
terjemahannnya, Semarang: Cv. Asy-Syifa’, 1999.
Ensiklopedia
Indonesia, Jakarta: Ikhtiar Bartu-van Haeve, 1980.
Yusuf Qardlawai
Dr., Hukum Zakat (Terjemahan), Jakarta: Litera Antar Nusa, 1993.
Nawawi, Imam,
Arbain Nawawi dan Terjemahannya,Surakarta: Media Insani Pres, 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar