A.
Pendahuluan
Saat kita membaca sebuah buku, pasti akan menemukan yang namanya
referensi. Tapi kalau misalkan kita tidak menemukannya, tentu buku tersebut
patut dipertanyakan terlebih dahulu. Bisa jadi, jika di dalam buku tersebut
tidak ada referensi, kita sebagai pembaca akan mudah tertipu. Oleh sebab itu,
menjadi penting bagi kita untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa referensi
itu.
Sebelum kita memahami apa itu referensi, ada baiknya kita mengkaji
tentang tata cara penulisan referensi dalam sebuah karya, baik itu ilmiah asli
maupun populer.
Biasanya, di kalangan penulis pemula (mendapat tugas dari dosen)
dalam menulis karya ilmiah sering mengabaikan referensi. Malah kebanyakan dari
hasil copy paste, anehnya mereka senang sekali lantaran dapat
menyelesaikan tugas dengan cara cepat, praktis dan tidak memusingkan. Padahal,
dalam penulisan karya ilmiah penulisan kutipan sangatlah penting, karena hal
itu akan berimbas kepada pembacanya. Selain itu, penulisan referensi juga akan
menjadi salah satu penilaian dari isi karya ilmiah itu sendiri.
B.
Pengertian
Referensi
Kata referensi berasal dari Inggris, yaitu reference yang
merupakan kata kerja to refer yang artinya menunjukkan kepada. Referensi
adalah sesuatu yang dapat memberikan keterangan topik perkataan, tempat,
peristiwa, data statistika, pedoman,
alamat, nama orang, riwayat orang-orang terkenal. Pelayanan referensi adalah
pelayanan dalam menggunakan buku-buku referensi.[1] Simpelnya, referensi itu
adalah sumber acuan (rujukan/petunjuk).
Lantas bagaimana dengan cara penulisan referensi atau kutipan?
Dalam hal ini, referensi/kutipan dapat dibagi menjadi dua. Pertama
berisi tentang kutipan langsung, kedua berupa kutipan tidak langsung. Sebagai
penulis, tentu mempunyai kebebasan dalam menyajikan kutipan. Namun, sebaiknya
kita tidak mengutip secara langsung walaupun sumbernya jelas, melainkan
(disarankan) untuk tidak mengutip secara langsung. Mengapa? Karena di situlah
letak tulisan yang berbobot, berkualitas dan tidak seenaknya memakai pendapat
orang lain. Untuk itu, jadikan referensi itu sebagai alat pembedah atau
meringkas kesimpulan dari ide yang kita kutip.
C.
Catatan
Kaki (Footnote)
Dalam penulisan footnote, tentu bukan asal-asalan, melainkan ada
aturan yang harus kita patuhi. Aturan penulisan footnote meliputi:
Ø
Ukuran
font: 10
Ø
Spasi: 1
Ø
Diawali huruf
kapital dan diberi titik di akhir kata/kalimat/frasa, kecuali jika hanya berupa
website/e-mail
Ø
Jika
footnote berupa judul buku lengkap, maka susunan penulisannya adalah: nama
penulis, judul buku atau judul tulisan bila itu sebuah artikel, kota di mana
penerbit buku tersebut berada (jika buku), tahun terbit, dan terakhir halaman.
Contoh:[2]
2 Ahfa Waid, Islam Itu No Galau, (Yogyakarta:
DIVA Press, 2014), hlm. 9.
|
Ø
Bila hanya
ada satu kata yang akan diterangkan dengan footnote, maka penulisan nomor footnote
setelah kata yang dimaksud, sebelum tanda baca terakhir. Contoh: “Beremmah
Kapereh[3]?”
Untuk membantu mengefektifkan jenis kutipan di atas, perlulah
kiranya mengenal beberapa singkatan kata
yang biasa dipakai dalam penulisan karya ilmiah, seperti ibid., op.
cit., dan loc. cit.. Dalam bukunya yang berjudul Komposisi, Gorys
Keraf menjelaskan bahwa ibid. adalah singkatan yang berasal dari kata Latin,
ibidem, yang berarti “pada tempat yang sama”. Singkatan ini dipergunakan bila
catatan kaki yang berikut menunjuk kepada karya atau artikel yang telah disebut
dalam catatan nomor sebelumnya. Bila halamannya sama, maka hanya dipergunakan
singkatan ibid.. Namun bila halamannya berbeda, maka sesudah penulisan ibid.
dicantumkan pula nomor halamannya. Penulisan untuk singkatan-singkatan ini
semuanya italic. Contoh:
1 M. Natsir Arsyad, Ilmuan Muslim Sepanjang
Sejarah, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 13.
2 Ibid.
3 Ibid., hlm. 15.
|
Op. cit. berasal dari kata opere citato
yang berarti “pada karya yang telah dikutip”. Singkatan ini dipergunakan bila
catatan kaki menunjuk kembali kepada sumber yang telah disebut lebih dahulu,
tetapi diselingi oleh sumber yang lain. Dalam hal ini, sesudah nama pengarang
(biasanya nama keluarga atau nama singkat), terus dicantumkan penulisan op.
cit.. dan berikutnya adalah nomor halaman. Contoh:
1 M. M. Syarif, M.A., Para Filosof Muslim,
(Bandung: Mizan, 1985), hlm. 11.
2 Ibid.
3 Ibid., hlm. 20.
4 Dr Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam,
(Jakarta: PT Karya Unipress, 1992), hlm. 72.
5 Syarif, op. cit. hlm. 23.
|
Selanjutnya loc. cit., berasal dari loco citato yang
berarti “pada tempat yang telah dikutip”. Singkatan ini dipakai untuk menyebut
atau menunjuk kepada sebuah artikel majalah, harian, atau ensiklopedia yang
telah disebut sebelumnya, tetapi diselingi oleh sumber lainnya. Karena artikel
itu merupakan sebagian dari buku, majalah, atau ensiklopedia, maka ia tidak
merupakan sebuah karya atau opus.
Walaupun demikian, kadang-kadang, loc. cit. dipakai juga
untuk menggantikan singkatan op. cit.. Dalam hal ini, penulisan loc.
cit. tidak boleh diikuti oleh nomor halaman karena penunjukan itu tidak
kepada karya secara keseluruhan, tetapi merujuk kepada halaman tersebut.
Bagaimanapun, pemakaian loc. cit. dengan pengertian pertama merupakan
pemakaian yang paling baik. Contoh:
1 Elis Widiyanti, Sejarah Lagu Dangdut, (Yogyakarta:
Goyang Pustaka, 2008), hlm. 9.
2 Munnal Hani’ah, Trik Mudah Menghafal
Lirik-Lirik Lagu Dangdut, (Yogyakarta: Asoy, 2008), hlm. 17
3 Elis Widiyanti, loc. cit.
|
D.
Daftar
Pustaka
Aturan penulisan daftar pusaka:
ð Komposisinya adalah nama pengarang, tahun buku
itu diterbitkan, judul buku, nama kota di mana penerbit buku tersebut berada,
lalu nama penerbit itu sendiri. Untuk nama pengarang, jika lebih dari satu
kata, maka kata/nama yang terakhir dipindahkan ke depan. Meskipun nama tersebut
disertai gelar, baik di depan ataupun di belakang, pemindahan tetap dilakukan
dari nama terakhirnya. Contoh:
Sukarno, Abdul
Azis. 2008. Kutunggu Kau di Tempat Parkir. Yogyakarta: DIVA Press.
Sukarno, M.A.,
Abdul Azis. 2008. Tip Agar Tidak Tergoda dengan Istri Tetangga Anda.
Yogyakarta: Think.
|
ð Jika dalam urutan daftar pustaka ada beberapa
buku dengan pengarang yang sama, maka penyebutan untuk nama pengarangnya cukup
satu kali saja. Selanjutnya, berikan tanda hubung (-) beruntun sebanyak dua
belas ketukan. Dan, pengurutan buku disesuaikan dengan tahun buku itu terbit.
Jika buku yang sama tersebut ada kesamaan tahun terbitnya, maka urutan
disesuaikan abjad dari huruf pertama judul buku. Contohnya:
Sudjatna, A.S. 2008. Beternak Sapi.
Yogyakarta: DIVA Press.
------------. 2008. Mengawinkan Lele
Dumbo dengan Lele Kuning. Yogyakarta: Think.
------------. 2008. Pengantar Filsafat
Umum untuk Sekolah TK. Yogyakarta: Ircisod.
|
ð Untuk daftar pustaka yang berasal dari majalah
atau surat kabar, urutan penulisannya adalah
nama si penulis, judul artikel, nama media, lalu keterangan waktu
terbit, seperti tanggal, bulan, dan tahunnya untuk koran, atau nomor edisi,
bulan, dan tahunnya untuk majalah. Demikian pula untuk surat kabar semacam
tabloid. Contoh:
Budiono. “Obama di Mata Orang Asia
Tenggara”. Kedaulatan Rakyat, Senin, 16 November 2008.
Azid, Abdul. “Membedah ‘Kutunggu Kau
di Tempat Parkir’ dengan Semiotika Riffattere”. Cakrawala Bahasa dan
Sastra. Edisi II/Januari 2008.
|
ð Jika
daftar pustaka bersumber dari compact disk (CD) atau dari situs-situs di internet, maka yang
pertama-tama dituliskan adalah judul CD tersebut, lalu nama lembaga yang
mengeluarkannya sebagai lembaga pemilik hak cipta, berikut waktu dikeluarkannya
CD tersebut. Sementara, untuk daftar pustaka yang bersumber dari situs di
internet, maka dapat langsung saja ditulis alamatnya. Contoh:
Al-Bayan: Hadits Riwayat Bukhari dan
Muslim. Hak cipta milik Syarikat Syahr. Edisi I/1996.
innerself.com
|
ð Bila dalam daftar pustaka (buku) tidak ada
tahun terbitnya, maka penyusunannya adalah nama pengarang, lalu tulis “Tanpa
Tahun” dengan masing-masing di awal kata menggunakan huruf kapital dan tidak
disingkat “tt”, lalu judul buku, lalu nama kota di mana penerbitnya berada, dan
kemudian nama penerbit itu sendiri. Contoh:
Hani’ah, Munnal. Tanpa Tahun. Sejarah
Jenang Kudus. Yogyakarta: DIVA Press.
|
ð Bila dalam daftar pustaka tersebut tidak
dicantumkan nama tempat di mana penerbitnya berada, maka penyusunannya tinggal
diganti dengan penulisan “Tanpa Kota”. Contoh:
Widiyanti,
Elis. 2008. Cara Membuat Bakwan Jagung yang Enak. Tanpa Kota: Raja
Cicip Press.
|
E.
Fungsi
Referensi/Kutipan
Jika kita hanya paham tentang referensi/kutipan tentu saja tidak
cukup, dan akan menjadi sia-sia kalau kita tidak mengetahui fungsi-fungsinya.
Maka menjadi penting untuk kita ketahui manfaat dari referensi itu. Fungsi dari
referensi itu meliputi:
1.
Pertama,
fungsi kutipan ialah untuk menguatkan/mendukung data, fakta dan argumen yang
akan kita ungkapkan dalam karya ilmiah.
2.
Kedua, fungsi
kutipan untuk membandingkan gagasan penulis dengan argumen para pakar.
3.
Ketiga,
Sebagai bentuk tanggung jawab intelektual, meliputi tanggung jawab bahwa kita
menghargai apa yang kita kutip merupakan gagasan orang lain.[4]
Daftar Pustaka:
Darmono. 2003. Perpustakaan Sekolah Pendekatan
Aspek Manajemen dan Tata Kerja. Jakarta: Grasindo.
Sukino. 2010. Menulis Itu Mudah Panduan Praktis
Menjadi Penulis Handal. Yogyakarta: Pustaka Populer LKiS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar