Kamis, 19 Maret 2015

REFERENCES



A.    Pendahuluan
Saat kita membaca sebuah buku, pasti akan menemukan yang namanya referensi. Tapi kalau misalkan kita tidak menemukannya, tentu buku tersebut patut dipertanyakan terlebih dahulu. Bisa jadi, jika di dalam buku tersebut tidak ada referensi, kita sebagai pembaca akan mudah tertipu. Oleh sebab itu, menjadi penting bagi kita untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa referensi itu.
Sebelum kita memahami apa itu referensi, ada baiknya kita mengkaji tentang tata cara penulisan referensi dalam sebuah karya, baik itu ilmiah asli maupun populer.
Biasanya, di kalangan penulis pemula (mendapat tugas dari dosen) dalam menulis karya ilmiah sering mengabaikan referensi. Malah kebanyakan dari hasil copy paste, anehnya mereka senang sekali lantaran dapat menyelesaikan tugas dengan cara cepat, praktis dan tidak memusingkan. Padahal, dalam penulisan karya ilmiah penulisan kutipan sangatlah penting, karena hal itu akan berimbas kepada pembacanya. Selain itu, penulisan referensi juga akan menjadi salah satu penilaian dari isi karya ilmiah itu sendiri.

B.     Pengertian Referensi
Kata referensi berasal dari Inggris, yaitu reference yang merupakan kata kerja to refer yang artinya menunjukkan kepada. Referensi adalah sesuatu yang dapat memberikan keterangan topik perkataan, tempat, peristiwa,  data statistika, pedoman, alamat, nama orang, riwayat orang-orang terkenal. Pelayanan referensi adalah pelayanan dalam menggunakan buku-buku referensi.[1] Simpelnya, referensi itu adalah sumber acuan (rujukan/petunjuk).
Lantas bagaimana dengan cara penulisan referensi atau kutipan?
Dalam hal ini, referensi/kutipan dapat dibagi menjadi dua. Pertama berisi tentang kutipan langsung, kedua berupa kutipan tidak langsung. Sebagai penulis, tentu mempunyai kebebasan dalam menyajikan kutipan. Namun, sebaiknya kita tidak mengutip secara langsung walaupun sumbernya jelas, melainkan (disarankan) untuk tidak mengutip secara langsung. Mengapa? Karena di situlah letak tulisan yang berbobot, berkualitas dan tidak seenaknya memakai pendapat orang lain. Untuk itu, jadikan referensi itu sebagai alat pembedah atau meringkas kesimpulan dari ide yang kita kutip.

C.    Catatan Kaki (Footnote)
Dalam penulisan footnote, tentu bukan asal-asalan, melainkan ada aturan yang harus kita patuhi. Aturan penulisan footnote meliputi:
Ø  Ukuran font: 10
Ø  Spasi: 1
Ø  Diawali huruf kapital dan diberi titik di akhir kata/kalimat/frasa, kecuali jika hanya berupa website/e-mail
Ø  Jika footnote berupa judul buku lengkap, maka susunan penulisannya adalah: nama penulis, judul buku atau judul tulisan bila itu sebuah artikel, kota di mana penerbit buku tersebut berada (jika buku), tahun terbit, dan terakhir halaman. Contoh:[2]
2 Ahfa Waid, Islam Itu No Galau, (Yogyakarta: DIVA Press, 2014), hlm. 9.
Ø  Bila hanya ada satu kata yang akan diterangkan dengan footnote, maka penulisan nomor footnote setelah kata yang dimaksud, sebelum tanda baca terakhir. Contoh: “Beremmah Kapereh[3]?”

Untuk membantu mengefektifkan jenis kutipan di atas, perlulah kiranya mengenal  beberapa singkatan kata yang biasa dipakai dalam penulisan karya ilmiah, seperti ibid., op. cit., dan loc. cit.. Dalam bukunya yang berjudul Komposisi, Gorys Keraf menjelaskan bahwa ibid. adalah singkatan yang berasal dari kata Latin, ibidem, yang berarti “pada tempat yang sama”. Singkatan ini dipergunakan bila catatan kaki yang berikut menunjuk kepada karya atau artikel yang telah disebut dalam catatan nomor sebelumnya. Bila halamannya sama, maka hanya dipergunakan singkatan ibid.. Namun bila halamannya berbeda, maka sesudah penulisan ibid. dicantumkan pula nomor halamannya. Penulisan untuk singkatan-singkatan ini semuanya italic. Contoh:
1 M. Natsir Arsyad, Ilmuan Muslim Sepanjang Sejarah, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 13.
2 Ibid.
3 Ibid., hlm. 15.
Op. cit. berasal dari kata opere citato yang berarti “pada karya yang telah dikutip”. Singkatan ini dipergunakan bila catatan kaki menunjuk kembali kepada sumber yang telah disebut lebih dahulu, tetapi diselingi oleh sumber yang lain. Dalam hal ini, sesudah nama pengarang (biasanya nama keluarga atau nama singkat), terus dicantumkan penulisan op. cit.. dan berikutnya adalah nomor halaman. Contoh:
1 M. M. Syarif, M.A., Para Filosof Muslim, (Bandung: Mizan, 1985), hlm. 11.
2 Ibid.
3 Ibid., hlm. 20.
4 Dr Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta: PT Karya Unipress, 1992), hlm. 72.
5 Syarif, op. cit. hlm. 23.

Selanjutnya loc. cit., berasal dari loco citato yang berarti “pada tempat yang telah dikutip”. Singkatan ini dipakai untuk menyebut atau menunjuk kepada sebuah artikel majalah, harian, atau ensiklopedia yang telah disebut sebelumnya, tetapi diselingi oleh sumber lainnya. Karena artikel itu merupakan sebagian dari buku, majalah, atau ensiklopedia, maka ia tidak merupakan sebuah karya atau opus.
Walaupun demikian, kadang-kadang, loc. cit. dipakai juga untuk menggantikan singkatan op. cit.. Dalam hal ini, penulisan loc. cit. tidak boleh diikuti oleh nomor halaman karena penunjukan itu tidak kepada karya secara keseluruhan, tetapi merujuk kepada halaman tersebut. Bagaimanapun, pemakaian loc. cit. dengan pengertian pertama merupakan pemakaian yang paling baik. Contoh:
1 Elis Widiyanti, Sejarah Lagu Dangdut, (Yogyakarta: Goyang Pustaka, 2008), hlm. 9.
2 Munnal Hani’ah, Trik Mudah Menghafal Lirik-Lirik Lagu Dangdut, (Yogyakarta: Asoy, 2008), hlm. 17
3 Elis Widiyanti, loc. cit.

D.    Daftar Pustaka
Aturan penulisan daftar pusaka:
ð  Komposisinya adalah nama pengarang, tahun buku itu diterbitkan, judul buku, nama kota di mana penerbit buku tersebut berada, lalu nama penerbit itu sendiri. Untuk nama pengarang, jika lebih dari satu kata, maka kata/nama yang terakhir dipindahkan ke depan. Meskipun nama tersebut disertai gelar, baik di depan ataupun di belakang, pemindahan tetap dilakukan dari nama terakhirnya. Contoh:

Sukarno, Abdul Azis. 2008. Kutunggu Kau di Tempat Parkir. Yogyakarta: DIVA Press.
Sukarno, M.A., Abdul Azis. 2008. Tip Agar Tidak Tergoda dengan Istri Tetangga Anda. Yogyakarta: Think.

ð  Jika dalam urutan daftar pustaka ada beberapa buku dengan pengarang yang sama, maka penyebutan untuk nama pengarangnya cukup satu kali saja. Selanjutnya, berikan tanda hubung (-) beruntun sebanyak dua belas ketukan. Dan, pengurutan buku disesuaikan dengan tahun buku itu terbit. Jika buku yang sama tersebut ada kesamaan tahun terbitnya, maka urutan disesuaikan abjad dari huruf pertama judul buku. Contohnya:

Sudjatna, A.S. 2008. Beternak Sapi. Yogyakarta: DIVA Press.
------------. 2008. Mengawinkan Lele Dumbo dengan Lele Kuning. Yogyakarta: Think.
------------. 2008. Pengantar Filsafat Umum untuk Sekolah TK. Yogyakarta: Ircisod.

ð  Untuk daftar pustaka yang berasal dari majalah atau surat kabar, urutan penulisannya adalah  nama si penulis, judul artikel, nama media, lalu keterangan waktu terbit, seperti tanggal, bulan, dan tahunnya untuk koran, atau nomor edisi, bulan, dan tahunnya untuk majalah. Demikian pula untuk surat kabar semacam tabloid. Contoh:

Budiono. “Obama di Mata Orang Asia Tenggara”. Kedaulatan Rakyat, Senin, 16 November 2008.
Azid, Abdul. “Membedah ‘Kutunggu Kau di Tempat Parkir’ dengan Semiotika Riffattere”. Cakrawala Bahasa dan Sastra. Edisi II/Januari 2008.

ð  Jika  daftar pustaka bersumber dari compact disk (CD)  atau dari situs-situs di internet, maka yang pertama-tama dituliskan adalah judul CD tersebut, lalu nama lembaga yang mengeluarkannya sebagai lembaga pemilik hak cipta, berikut waktu dikeluarkannya CD tersebut. Sementara, untuk daftar pustaka yang bersumber dari situs di internet, maka dapat langsung saja ditulis alamatnya. Contoh:

Al-Bayan: Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim. Hak cipta milik Syarikat Syahr. Edisi I/1996.
innerself.com

ð  Bila dalam daftar pustaka (buku) tidak ada tahun terbitnya, maka penyusunannya adalah nama pengarang, lalu tulis “Tanpa Tahun” dengan masing-masing di awal kata menggunakan huruf kapital dan tidak disingkat “tt”, lalu judul buku, lalu nama kota di mana penerbitnya berada, dan kemudian nama penerbit itu sendiri. Contoh:

Hani’ah, Munnal. Tanpa Tahun. Sejarah Jenang Kudus. Yogyakarta: DIVA Press.

ð  Bila dalam daftar pustaka tersebut tidak dicantumkan nama tempat di mana penerbitnya berada, maka penyusunannya tinggal diganti dengan penulisan “Tanpa Kota”. Contoh:

Widiyanti, Elis. 2008. Cara Membuat Bakwan Jagung yang Enak. Tanpa Kota: Raja Cicip Press.

E.     Fungsi Referensi/Kutipan
Jika kita hanya paham tentang referensi/kutipan tentu saja tidak cukup, dan akan menjadi sia-sia kalau kita tidak mengetahui fungsi-fungsinya. Maka menjadi penting untuk kita ketahui manfaat dari referensi itu. Fungsi dari referensi itu meliputi:
1.      Pertama, fungsi kutipan ialah untuk menguatkan/mendukung data, fakta dan argumen yang akan kita ungkapkan dalam karya ilmiah.
2.      Kedua, fungsi kutipan untuk membandingkan gagasan penulis dengan argumen para pakar.
3.      Ketiga, Sebagai bentuk tanggung jawab intelektual, meliputi tanggung jawab bahwa kita menghargai apa yang kita kutip merupakan gagasan orang lain.[4]



Daftar Pustaka:
Darmono. 2003. Perpustakaan Sekolah Pendekatan Aspek Manajemen dan Tata Kerja. Jakarta: Grasindo.
Sukino. 2010. Menulis Itu Mudah Panduan Praktis Menjadi Penulis Handal. Yogyakarta: Pustaka Populer LKiS.



[1] Darmono, Perpustakaan Sekolah Pendekatan Aspek Manajemen dan Tata Kerja, (Jakarta: Grasindo, 2003), hlm. 187.

[3] Bagaimana kabarmu?
[4] Sukino, Menulis Itu Mudah Panduan Praktis Menjadi Penulis Handal, (Yogyakarta: Pustaka Populer LKiS, 2010), hlm. 188.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar