Kamis, 19 Maret 2015

KETETAPAN HUKUM ABORSI DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF


y.jpg

Makalah  Ini Dbuat Untuk Memenuhi Tugas: MATA KULIAH PIH

                             Disusun oleh:
MASUDDIN ABDULLAH(14360025)
AHMAD SIDIK MALAWAT(14360026)
AHMAD FAUZI(14360027)
SUDARTI(14360028)
TJAHYO ADJI PRAKOSO(14360029)
AHMAD MAHYUDDIN AL F(14360030)
DESIANA LUTFIANI(14360031)
WULAN NURJANNAH(14360032)

PERBANDINGAN MADZHAB
Fakultas syariah dan hukum
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
DAFTAR ISI
Ø  LATAR BELAKANG MASALAH………………………………………………….3

Ø  RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………….4


Ø  ISI:
A. KETETAPAN HUKUM ABORSI DI INDONESIA…………………………….5

B.HUKUM ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN DALAM PANDANGAN     ISLAM……………………………………………………………………………….8

C.HUBUNGAN HUKUM ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN DALAM HUKUM INDONESIA DAN HUKUM ISLAM…………………………………...11

Ø  KESIMPULAN……………………………………………………………………..11


Ø  DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….12












LATAR BELAKANG MASALAH
Di era globalisasi perkembangan teknologi dan kebudayaan semakin pesat. Namun seiring pesatnya perkembangan teknologi dan kebudayaan, telah banyak melahirkan PROBLEMATIKA KEHIDUPAN MANUSIA. Salah satunya PROBLEMATIKA SOSIAL. Khususnya di Negara Multikultural, terutama di INDONESIA. Dalam pandangan para cendekiawan sosial, mereka berpendapat bahwa negara tersebut mengalami berbagai macam PROBLEMATIKA SOSIAL. Diantara kasus-kasus PROBLEMATIKA SOSIAL yang saat ini tengah aktual dalam pandangan masyarakat adalah kasus ABORSI KORBAN PEMERKOSAAN. Kasus tersebut mengalami pro dan kontra dalam masyarakat. Terutama mengenai fatwa MUI dan keputusan pemerintah salah satunya keputusan pemerintah yang menuai banyak kontroversi antara pro dan kontra adalah PP. NO. 61/2014 tentang kesehatan reproduksi bagi korban pemerkosaan, yang telah dilegalkan oleh pemerintah Indonesia. Dikalangan masyarakat yang mendukung pengesahan UU tersebut. Mereka berpendapat bahwa dengan dilegalkannya UU tersebut, dapat melindungi sang Ibu dari segala bahaya. Bagi mereka yang tidak setuju dengan dilegalkannya UU tersebut. Mereka berpendapat bahwa cara tersebut tidak manusiawi dalam pandangan agama, dikarenakan membunuh kehidupan bayi tersebut. Sedangkan bayi tersebut adalah anugerah dari Tuhan. Dari sisi lain dapat membahayakan kesehatan Ibu dari sang bayi tersebut. Dengan memandang latar belakang tersebut. Kami membuat suatu makalah dengan judul:
“KETETAPAN UNDANG-UNDANG ABORSI DALAM KASUS PEMERKOSAAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF”


RUMUSAN MASALAH

Ø Bagaimana Ketetapan Hukum Aborsi Di Indonesia?
Ø Bagaimana Hukum Aborsi Bagi Korban Pemerkosaan dalam Pandangan Islam ?
Ø Bagaimana hubungan hukum aborsi bagi korban pemerkosaan dalam Hukum Islam dan hukum positif



A. KETETAPAN HUKUM ABORSI DI INDONESIA
Pengaturan Hukum tentang aborsi diatur dalam KUHP dan UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Menurut Pengaturan Hukum, dalam hukum pidana Indonesia (KUHP) abortus provocatus criminalis  dilarang dan diancam hukuman pidana tanpa memandang latar belakang dilakukannya dan orang yang melakukan,yaitu semua orang, baik pelaku maupun penolong abortus.  Ini diatur dalam pasal 346,347, 348,dan 349 KUHP. Dalam kitab UU hukum pidana (KUHP) indonesia melarang aborsi dan sanksi hukumnya cukup berat. Hukumannya tidak hanya ditujukan kepada wanita yang bersangkutan tetapi semua pihak yang terlibat dalam kejahatan itu.
Tindakan aborsi menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana di Indonesia dikategorikan sebagai tindakan kriminal atau dikategorikan sebagai kejahatan terhadap nyawa. Beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang Aborsi (Abortus Provocatus):
Pasal 229 (1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karenapengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah. (2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. (3) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 314Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342 “Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.
Pasal 346Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Pasal 347 (1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2)Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 (1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2)Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan”.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
a.    Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh           orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
b.   Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa            persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, & jika ibu hamil    tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara.
c.    Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara & bila ibu    hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
d.   Jika yang melakukan & atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan   atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya & hak untuk berpraktik dapat dicabut.
e.    Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta     mempertahankan hidupnya.
. Sedangkan Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Pasal 194 tentang kesehatan memberikan pengecualian abortus dengan alalsan medis yang dikenal dengan abortus provocatus medicalis.
pasal 194 UU Kesehatan berikut ini :
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Sanksi pidana di dalam KUHP untuk praktik aborsi pun dinyatakan secara tegas untuk bidan atau dokter yang membantu melakukan kejahatan ini.
Dan menurut PP. Nomor 61 tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi juga mengatur tentang praktek aborsi. Bahwa ada dua aborsi yang dilegalkan, yaitu:
·         Aborsi karena ada indikasi kedaruratan medis
·         Korban Perkosaan

  Dari pernyataan tersebut dalam Undang-Undang tersebut dalam  BAB IV INDIKASI KEDARURATAN MEDIS DANPERKOSAAN SEBAGAI PENGECUALIAN ATAS LARANGAN ABORSI. Menyatakan :
  Pasal 31:
        (1) Tindakan Aborsi dapat dilakukan berdasarkan:
                    a. Indikasi kedaruratan medis; atau
                    b. Kehamilan akibat perkosaan
  Pasal 34:
(1) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 31  ayat ( 1 )                    huruf  b merupakan kehamilan hasil hubingan seksual tanpa adanya  persetujuan dari pihak perempuan. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
(2)Kehamilan akibat peerkosaan sebagaimana yang dimaksud ayat ( 1 ) dibuktikan dengan:
a. Usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan yang dinyatakan oleh surat                     keterangan  dokter; dan
b. keterangan penyidik, psikolog dan/ atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.
      Pasal  35:
    (1) Aborsi dapat dilakukan berdasarkan indikasi kedaruratan medisdan kehamilan     akibat perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan  atnggung jawab.
   Pasal 37:
     (1)Tindakan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling.
  Dari Undang –Undang tersebut dapatlah diambil kesimpulan bahwa Aborsi diperbolehkan  dengan syarat ada indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan.  

 Mengenai legalisasi aborsi di Indonesia masih menuai berbagai pro dan kontra dikalangan masyarakat. Masyarakat yang pro menilai aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan merupakan hal yang bisa dilakukan jika memang nantinya anak yang dilahirkan akan membawa tekanan psikis terhadap wanita tersebut dan aborsi sah saja karena memang tidak merugikan orang lain karena yang merasakan sakit adalah wanita tersebut. Sedangkan janin yang timbul karena  harus tetap dilahirkan,dan kalau memang anak tersebut akan mengingatkan ibu pada perkosaan anak tersebut bisa dijauhkan dari ibu, ,Mengenai legalisasi aborsi, menurut pandangan masyarakat tidak boleh dilakukan kecuali karena ada indikasi darurat medis, karena janin di dalam kandungan punya hak untuk hidup dan jika aborsi dilegalkan, maka akan menggeser nilai-nilai norma dalam masyarakat.   
B. HUKUM ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN DALAM PANDANGAN ISLAM
Abortus (al-ijhâdh) merupakan salah satu problem masyarakat Dunia Barat, yang muncul akibat kebejatan moral masyarakatnya, banyaknya kelahiran ilegal karena perbuatan zina yang tak terhitung lagi, serta membudayanya pergaulan bebas di luar nikah. Prosentase kelahiran ilegal tersebut menurut media massa barat bahkan telah mencapai 45% dari seluruh kelahiran. Prosentase ini terkadang naik dan terkadang turun. Di berberapa negara Barat prosentasenya bahkan telah mencapai 70%. Lantas apa hukum aborsi dalam pandangan Islam?
        Aborsi merupakan suatu pembunuhan terhadap hak hidup seorang manusia dan merupakan suatu dosa besar. Merujuk pada ayat-ayat Al-Quran yaitu pada Surat Al Maidah ayat 32, setiap muslim meyakini bahwa siapapun membunuh manusia, hal ini merupakan membunuh semua umat manusia. Selanjutnya Allah juga memperingatkan bahwa janganlah kamu membunuh anakmu karena takut akan kemiskinan atau tidak mampu membesarkannya secara layak.
Aborsi dalam istilah medis adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur.  Sedangkan dalam istilah syari’at, aborsi adalah kematian janin atau keguguran sebelum sempurna; walaupun janin belum mencapai usia enam bulan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa aborsi secara syari’at tidak melihat kepada usia kandungan, namun melihat kepada kesempurnaan bentuk janin tersebut.
Ijhadh (aborsi) menurut bahasa berarti menggugurkan kandungan yang kurang masanya atau kurang kejadiannya, tidak ada perbedaan antara kehamilan anak permpuan atau laki – laki, baik aborsi ini dilakukan dengan sengaja atau tidak. Lafazh ijhadh memiliki beberapa sinonim seperti isqath (menjatuhkan), ilqa’ (membuang), tharah (melempar), dan imlash(menyingkirkan).
            Abdurrahman Al-Baghdadi (1998) dalam bukunya “Emansipasi Adakah Dalam Islam” halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.
Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan.
 Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al-Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh
Jika dikaitkan dengan aborsi kehamilan tidak diharapkan akibat pemerkosaan, maka dapat menyimpulkan: Pertama, secara umum praktik aborsi dilarang; Kedua, larangan terhadap praktik dikecualikan pada beberapa keadaan, kehamilan akibat pemerkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban pemerkosaan.

Pandanagn ahli fikh yang membolehkan aborsi tersebut dalam realitas sosial tidak dapat dijadikan alternatif bagi perempuan yang tidak menghendaki kehamilannya. Meskipun demikian, dalam konteks Indonesia berdasarkan Keputusan Fatwa Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: I/MUNAS VI/MUI/2000 tanggal 29 Juli 2000 ditetapkan:
1.      Melakukan aborsi (pengguguran janin) sesudah nafkh al-ruhhukumnya adalah haram, kecuali jika ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu
2.      Melakukan aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkh al-ruh, hukumnya adalah haram, kecuali ada alasan medis atau alasan lain yang dibenarkan oleh syari’ah Islam
3.      Mengharamkan semua pihak untuk melakukan, membantu atau mengizinkan aborsi.
Ketetapan MUI tersebut, apabila dicermati bahwa pada dasarnya sebagaimana ahli fikh umumnya, MUI mengharamkan praktik aborsi termasuk di dalamnya pihak yang turut serta melakukan, membantu dan mengizinkan aborsi. Meski demikian terdapat kebolehan aborsi apabila memenuhi beberapa unsur:
1.      Melakukan aborsi sebelum ditiupkannya ruh (nafkh al-ruh)
2.      Melakukan aborsi sebelum ditiupkannya ruh (nafkh al-ruh), hanya boleh dilakukan apabila:
a.       Jika ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu
b.      Ada alasan lain yang dibenarkan oleh syari’ah Islam.

Berdasarkan pertumbuhan embrio, pada kehamilan usia 0-8 minggu embrio dalam proses pertumbuhan sel yang belum sempurna dan diduga kuat peniupan roh belum terjadi. Kondisi embrio pada usia tersebut nyaris sama dengan yang diinformasikan hadis Nabi bahwa Allah mengutus malaikat untuk menyempurnakan proses pembentukan manusia adalah setelah embrio melewati usia 42 hari. Secara lengkap hadis tersebut berbunyi sebagai berikut:
“Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa apabila nuthfah telah melewati empat puluh dua hari, Allah mengutus malaikat untuk membentuk rupanya, menjadikan pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulangnya, kemudian malaikat bertanya: Wahai Tuhanku, apakah dijadikan laki-laki atau perempuan? Lalu Allah menentukan apa yang dikehendaki, dan malaikat itupun menulisnya.” (Hadis Riwayat. Muslim).
Jadi, berdasarkan hadis tersebut didukung dengan kaidah-kaidah fikih, dengan mempertimbangkan pertumbuhan embrio dan hak-hak reproduksi, maka aborsi alternatif dapat dilakukan sebagai pilihan terakhir dalam kondisi darurat setelah upaya lain berupa pencegahan KTD tidak berhasil dilakukan. Dengan syarat, dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) profesi kesehatan serta melalui proses konseling sebelum maupun sesudah aborsi dilakukan. Dengan demikian, fikih aborsi alternatif dapat mendukung upaya penguatan hak reproduksi perempuan dalam menghindari KTD maupun mencegah terjadinya kematian ibu.

C.HUBUNGAN HUKUM ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN DALAM    HUKUM INDONESIA DAN HUKUM ISLAM
  Hubungan hukum aborsi kasus pemerkosaan dalam hukum Indonesia dengan hukum islam adalah sama – sama melarang tapi juga membolehkan asalkan memiliki alasan yang kuat.

 D. KESIMPULAN
   Legalisasi Aborsi tergolong sebagai masalah kontemporer ditengah masyarakat, sehingga logis dikalangan ahli hukum dan ahli agama masih memperdebatkannya. Khususnya dari aspek kemanfaatan dan kerugiannya dalam ranah syari’at (hukum islam). Disamping problem hukum ini,sebagian anggota masyarakat khususnya yang sedang mengalami masalah, juga seringkali berdalih bahwa aborsi juga menjadi kebuutuhan manusia atau sekelompok orang yang salah satu kebutuhan ini berhubungan dengan hak hidup atau hak keberlaunjutan hidup. Jangankan seorang perempuan hamil akibat pemerkosaan, yang  hamil bukan korban pemerkosaan saja mencoba mencari pembenaran untuk melakukan aborsi.
E. DAFTAR PUSTAKA
    Tutik,Titik Triwulan. 2009. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Aborsi Bagi   Kehamilan Tidak Diharapkan Akibat Perkosaan Menurut UU. NO. 36 Tahun 2009. Tentang Kesehatan. Surabaya:Aneka Press
PERATURAN PEMERINTAH NO. 61 TAHUN 2014



Tidak ada komentar:

Posting Komentar