BAB I
PENDAHULUAN
A.
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam islam terdapat barbagai mazhab
yang dijadikan pegangan bagi setiap muslim dalam menjalankan
ibadahnya.Mazhab-mazhab tersebut berkembang di seluruh pelosok di bumi ini dan mempunyai
pengikut yang banyak dan dari bebagai kalangan.Begitu juga di Indonesia,kita
telah mengenal mazhab-mazhab tersebut,meski hanya pengetahuan dasar tentang
mazhab,imam dan penyebarnya di Indonesia.
Akan tetapi banyak juga di antara kita
yang belum mengetahui meskipun hanya pengetahuan dasar tentang mereka.Sebagian
besar masyarakat kita minim pengetahuan mengenai hal ini.Padahal dari
mazhab-mazhab inilah kita kebanyakan menjadikannya pegangan dalam masalah
fiqhi,sedang islam tidak terlepas dari fiqhi,artinya islam dan mazhab adalah
sesuatu yang saling berkaitan erat dan saling menguatkan
Namun
tidaklah lengkap kiranya jika kita hanya mengetahuifiqhi mazhab mereka tanpa
mengetahui siapa dan bagaimanakah mereka itu hingga menjadi sebuah hal yang menjadi
wajib bagi kita khususnya kita yang bergelut dalam masalah pendidikan
islam,sehingga bisa dikatakan mengetahui mazhab,imam dan segala yang berkaitan
dengannya adalah suatu kewajiban yang harus di tunaikan.
Oleh karena itu kami menyusun makalah
ini semampu kami untuk sekedar berbagi pengetahuan mengenai salah satu imam
mazhab yang telah kita kenal bersama yaitu Imam Malik,terkait dengan imam yang
lain akan di bahas oleh kelompok lain.
2.
RUMUSAN MASALAH
a. Sipakah imam
malik itu?
b. bagaimana proses
munculnya mazhab maliki?
c. bagaimanakah
metode atau cara-cara imam Malik dalam menetapkan suatu hukum dalam islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Malik Ibn Anas
1. Riwayat Malik
Ibn Anas
Imam Malik adalah imam yang kedua dari
imam-imam empat serangkaidalam islam dari segi umur. Beliau dilahirkan di kota
Madinah, suatu daerah di Negeri Hijjaz tahun 93 H/12 M, dan wafat pada hari
Ahaad, 10 Rabi’ul Awal 179 H / 798 M di Madinah pada masa
pemerintahan Abbasiyah di bawah kekuasaan Harun Ar-Rasyid. Nama lengkapnya
ialah Abu Abdillah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abu ‘Amir ibn al-Harits[1].
Ada riwayat yang mengatakan Imam Malik berada di dalam kandugan selama dua
tahun, ada pula yang mengatakan selama tiga tahun.
Ketika dewasa, Imam Malik memiliki tubuh yang
tinggi nan gagah dengan postur cenderung gemuk, lengkap dengan ciri kepala yang
botak, bahu lebar, kulit putih, mata biru, serta jenggot yang lebat dan
melebar. Sengaja beliau biarkan bagian pinggir kumis sehingga tampak tebal
akibat tidak ditipiskan. Rambut yang tersisa bahkan sama sekali tidak diinai.
Mengenai hal ini, sang Imam berpegang pada riwayat Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu
‘Anhu yang juga sama sekali tidak memakai inai[2].
Sebagai seorang ulama,Imam Malik berpakaian bersih, rapi dan necis untuk
menjaga wibawa seorang ulama. Beliau tidak suka seorang pencari ilmu berpakaian
compang-camping demi kezuhudan.
Imam Malik yang lahir di Madinah yang
merupakan salah satu kota suci sekaligus pusat keilmuan yang tentunya
mempengaruhi perkembangan sang Imam. Sang Imam kecil pun telah hafal Al-Qur’an
dan kemudian menghafal hadits. Imam Malik sangat menghargai ilmu, ketika hendak
menghafal hadis, beliau selalu berwudhu’ dan duduk. Beliau tidak suka dalam
mengajarkan hadits dalam keadaan berdiri dan belum bersuci.
Imam Malik berguru kepada Ibn Hurmuz, salah
seorang tabi’in. Guru besar kali ini memiliki nama ali Abdurrahman bin
Hurmuz Al-A’raf Abu Daud Al-Madany. Ia dahulu adalah budak yang dimerdekakan
oleh Rabi’ah bin Al-Harits bin Abdul Mutthalib. Setelah dimerdekakan, sang Guru
banyak belajar dan meriwayatkan dari para sahabat seperti Abu Hurairah,
Abdullah bin Abbas, Abu Said Al-Khudry, Muawiyah bin Abu Sufyan, dan masih
banyak lagi. [3]Kemudian
beliau belajar fiqh kepada salah seorang ulama besar kota Madinah, yang bernama
Rabi’ah al-Ra’yi (wafat tahun 136 H). Selanjutnya Imam Malik belajar ilmu
hadits kepada Imam Nafi’ Maulana ibn Umar (wafat pada tahun 117 H), juga
belajar kepada Imam ibn Syihab Al-Zuhry. Menurut riwayat yang dinukil Moenawar
Cholil, bahwa di antara para guru Imam Malik yang utama itu tidak kurang dari
700 orang. Di antara sekian banyak gurunya itu, terdapat 300 orang yang yang
tergolong ulama tani’in.
2. Karya-Karya
Malik Ibn Anas
Di antara karya-karya Imam Malik adalah kitab
al-Muwaththa’. Kitab tersebut ditulis tahun 144 H. Atas anjuran khalifah Ja’far
al-Manshur. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Abu Bakar al-Abhary, atsar
Rasulullah SAW. sahabat dan tabi’in yang tercantum dalam kitab
al-muwaththa’ sejumlah 2.720 buah. Pendapat Imam Malik ibn Anas dpat sampai
kepada kita melalui dua buah kitab, yaitu al-Muwaththa’ dan al-Mudawwanah
al-Kubra[4].
Hadists-hadits yang terdapat dalam
al-Muwaththa’ ada yang bersanad lengkap, ada pula yang mursal, ada pula
yang muttashil dan ada pula yang munqathi’, bahkan ada yang
disebut balaghat yaitu suatu sanad yang tidak menyebutkan dari siapa Imam Malik
menerima hadits tersebut. tegasnya yang dimaksud dengan istilah balaghat
itu adalah hadits yang memuat kata-kata Imam Malik yang berbunyi, “balaghani”
atau sebangsanya yang artinya “telah sampai kepada saya”[5].
Kitab al-Mudawwanah al-Kubra merupakan risalah
yang memuat tidak kurang dari 1.036 masalah fatwa Imam Malik yang dikumpulkan
Asad ibn al-Furat al-Naisabury yang berasal dari Tunis[6].
Risalah yang pernah ditulis Imam Malik, [7]Risalah
fi Al-Qadar, risalah fi An-Nujum wa Manazili Al-Qamar, risalah fi
Al-Aqdliyyah, risalah ila Abi GhassanMuhammad bin Mutharrif, risalah
ila Al-Laitsbin Sa’d fi ijma’i ahli Al-Madinah, risalah Juz’un fi
At-Tafsir, risalah Kitabu As-Sirr dan risalatu ila Ar-Rasyid.
3. Murid-Murid
Malik Ibn Anas
a. Abdulash bin Wahab (125 H-197 H)
Semasa hidup, ia telah menghasilkan lebih dari
30 judul buku. Tatkala Imam Malik meninggal, ia rujukan pertama untuk
mempelajari Mazhab Malik. Imam Malik pun diriwayatkan sangat mencintai,
menghormati, dan memuliakannya. Ibn Wahab banyak menyebarkan mazhab Imam Malik
dikalangan penduduk Mesir[8].
b. Abdurrahman Ibn
Al-Qasim (128 H-191 H)
Ibn Al-Qasim memiliki pengaruh besar dalam
perkembangan Mazhab Malik, terutama dalam hal penyusunan buku sekaligus
penyebarannya. Kedudukannya dalam Mazhab Malik mirip dengan Abu Yusuf dan
Muhammad bin Al-Hasan dalam Mazhab Abu Hanifah[9].
c. Asyhab Ibn
Abdul Aziz Ibn Al-Qaisy Al-Amiry (140 H-204 H)
Ia menjadi salah-satu murid Imam Malik yang meriwayatkan Fikih sang Imam[10].
Salah satu karyanya adalah Kutub Al-Asyhab atau Mudawwanah Asyhab.
d. Asad Ibn
Al-Furat Ibn As-Sinan (145 H-213 H)
Ia tumbuh sebagai anak yang pada usia dini
telah hafal Al-Qur’an dan memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu.
Menginjak usia remaja, Asad meninggalkan kampung halaman untuk merantau ke
Madinah dan belajar kepada Imam Malik, khususnya mengenai Al-Muwaththa dan
Fikih. Setelah merasa cukup, ia hijrah ke Baghdad dan belajar Fikih kepada Abu
Yusuf yang sebelumnya pernah belajar Al-Muwaththa kepada sang Imam. Hasilnya,
Asad berhasil menggabungkan Fikih Atsar dan Fikih Ra’yi[11].
e. Abdul Malik Ibn
Al-Majisyun
Putra dari Abdul Aziz bin Al-Majisyun ini
sesungguhnya adalah kawan sang Imam yang menurut sebuah riwayat pernah menulis
Al-Muwaththa sebelum Imam Malik[12].
f. Abdullah Ibn Abdul Hakam Ibn A’yun
g. Abdul Salam Ibn Said Sahnun At-Tanukhy
Al-Araby
h. Abdul Malil Ibn Habib
i.
Al-Ataby
j.
Muhammad Ibn Idris Asy-Syafi’i
k. Syabthun
l.
Utsman Ibn Al-Ahkam
m. Ashbagh Ibn Al-Faraj
n. Ibrahim Ibn Salamah
4.
Pujian yang di sanjungkan kepadanya
a.
Al imam Muhammad idris asyafi’i
Apabila
dating kepada mu dari imam malik, maka peganglah sungguh-sungguh dengan kedua
tangan mu, karna dia menjadi alas an untuk mu.[13]
“apabila
di sebut ulama ahli hadist maka imam malik lah bintang nya, maka tiada yang
lebih kupercayai tentang hadist selain daripada imam malik”[14]
b.
Imam yahya bin mu’in
Imam
malik adalah seorang raja bagi orang-orang yang beriman dan bagi orang-orang
yang belajar ilmu hadist.beliau adalah seseorang yang tinggi ilmu hadist nya [15]
Dari
kata-kata ini dapat kita yakini keilmuan imam malik dalam menetapkan hukum
khususnya dalam ilmu hadist dan bnyak lagi ungkapan yang tidak bisa kami
tulisakan di sini.
B.
KEKHASAN MAZHAB/ METODE ISTIMBAT HUKUM
Imam
malik rahimahullah memiliki kehasan tersendiri dalam mengeluarkan pednpatnya
dalam hukum islam. Berikut ini adalah motode yang di gunakan imam malik dalam
mengistimbathkan hukum.
1.
Al kitab, as sunnah dan fatwa shohabi
Imam
Malik dan imam Hanafi tidak membukukan dasar-dasar mazhabnya, akan tetapi
biarpun imam Malik tidak menjelaskan dasar-dasar yang di pegangnya, imam Malik
membukukan fatwa-fatwanya, masalah-masalahnya dan hadist-hadistnya dalam al
muwatha’[16]
ketika
kita tidak menemukan dasar-dasar pengambilan hukum imam Malik lantas kita akan
merujuk kepada ulama Malikiyah. Usul fiqh mazhab maliki telah di terangkan oleh
pengarang kitab al-madharik yaitu[17] :
pertama : al qur’an baik nashnya, dzahirnya dan mafhum
nya[18]
kedua : as sunnah, baik masyurnya,, baik
mutawatirnya,baik dzahirnya dan baik pula mafhumnya
ketiga : ijma’
keemmpat : qias
2.
Al kitab
Malik memandang al qur’an sebagai pokok dari hukum islam dengan al
qur’an kita mengetahui hukum allah dan as sunnah sebagai pentafsirnya makan
selain harus mempelajari al qur’an kita juga di tuntut untuk mempelajari sunnah
dan harus mengambil hukum dari keduanya
Imam malik dan ulama malikiyah membedakan nash dengan pengertian
dhazhir nash
Nash menurut malikiyah ialah “apa yang tidak mungkin menerima
ta’wil”[19]
Dan zhahir menurut malikiyah adalah “yang mungkin menerima ta’wil”[20]
Berbeda dengan syafi’I yang tidak mengatakana tentang perbedaan
antara nash dan dzahir. Nash dan dzahir menurut syafi’I adalah satu [21].
3.
As-Sunnah
Imam malik di kenal sebagai seorang ahli hadist dan ahli dalam
masalah fiqh ini terbukti dengan keberadaan kitab beliau yakni muwatta’
Imam malik membagi sunnah kepada tiga hukum yakni[22]
a.
Menguatkan hukum yang ada dalam al qur’an bukan mentaksiskan
Contohnya :
Berpuasalah sesudah melihat bulan dan berbukalah sesudah meilhat
bulan
Hadist ini menguatkan ayat
Bulan ramadahn ialah bulan yang allah turunkan al qur’an
b.
Menerangkan apa yang di kehendaki al qur’an
Seperti hadist yang menerangkan makna dzulumun dalam ayat :
Dan orang-orang beriman tidak mencampurkan iman mereka dengan ke
dzaliman
c.
Mendatangkan hukum baru yang tidak ada dalam al qur’an
Seperti memutuskan perkara dengan saksi dan sumpah apa bila tidak
memiliki 2 orang saksi
Ibnu
rusyd membagi sunnah menurut pandangan malik kepada 4 bagian yakni[23]
Pertama
: sunnah yang tidak boleh tolak.orang yang menolaknya dihukum kafir
Kedua
: sunnah yang diakui keshohihan nya dan pentakwilannya oleh ulama hadist
Ketiga
: sunnah yang diharuskan kita meyakinkannya dan mengamalkan walaupun tidak di
terima sebagian ahlul hadist
Keemmpat
: sunnah yang harus diamalkan tanpa harus di yakini.
Imam
malik menetapkan syarat-syarat perawi hadist yaitu[24]
:
1.
Harus orang yang adil
2.
Harus orang yang memiliki keseimbangan dalam akalnya, tidak
menganut bid’ah yang pada masa itu di istilahkan dengan ahlul ahwa’atau ashabul
firaq
3.
Harus dhabit hapalan nya
4.
Mempunyai pemahaman tentang apa yang di riwayatkan
Dalam
berpegang kepada sunnah sebgaai dasar hukum imam malik mengikuti cara yang dilakukan
dalam berpegang kepada al qur’an. Apabila di kehendaki adanya takwil maka yang
menjadi pegangan adalah arti takwilnya tersebut.apabila terjadi petentangan
antara nash dzahir dengan makna yang terkandung dalam sunnah.namun apa bila
sunnah di kuatkan dengan ijma’ ahlul madinah maka beliau mengutamakan sunnah
daripada makna dzahir al qur’an[25]
4.
Fatwa shohabi
Di dalam buku hasby ash siddieqy fatwa sahabat di letakkan setelah
sunnah sedangkan khuzaimah tahido yanggo meletakannya pada urutan ke empat setelah
ijma’ urutan ini nantinya akan menjadi perbedaan dalam hasil hukum yang di
lahirkan
Imam malik seoang imam yang mempelajari fatwa-fatwa shabat dan
mengumpulkannya serta menjadikannya sebagai dasar mazhab nya[26].
Sahabat yang dimaksud di sini adalah sahaba besar , yang berpengatahuan mereka
terhadap sesuatu masalah itu di dasarkan kepada naqly, menurut imam malik
sahabat besar tersebut tidak akan memberikan memberi fatwa , kecuali atas dasar
apa yang di pahami nya dari rasulullah saw[27]
Dengan tegas imam malik mengharus mufti mengambil fatwa shohabat
Imam malik dan imam ahmad adalah dua imam yang sangat berpegang
teguh dalam fatwa sahabat. walau pun dasar ini diambil oleh semua mujtahid
namun dalam pengambilan nya berbeda. Ada yang hanya mengambil pendapat abu
bakar dan umar saja, ada yang mengambil pendapat khulafa’ur rasyiddin.
Rinkasnya semua mujtahid menghargai pendapat para sahabat.[28]
Perbedaan antara pemakaian fatwa sahabat antara imam syafi’i. abu
hanifah dan imam malik . syafi’I berpendapat bahwa fatwa shabat boleh menjadi
ketetapan hukum apabila mereka bersepakat dalam menetapkan sesuatu sebagai
suatu ijma’. Apabila mereka berselisih imam syafi’I mengambil yang lebih dekat
dengan sunnah[29]
Sedangkan abu hanifah menurut al barda’I mewajibkan kita bertaqlid
kepada sahabat dan meninggalkan qias. Dalam hal ini imam syafi’I terkadang
meninggalkan hadis ahad jika bertentangan dengan fatwa sahabat[30]
5.
Ijma’
Imam malik adalah imam yang sangat banyak menyandarkan pendapatnya
pada ijma’. Sebagai mana sering di temui dalam muwathatha’ kalimat
“urusan yang telah diijma’I terhadapnya[31]
Al qaraki dalam tanqihul usul berkata
“Ijma’ ialah persetujuan pendapat ahlul halli wal aqdi dari
ummat ini terhadap suatu urusan dari urusan itu”[32]
Yang dimaksud dengan persetujuan ialah sama-sama mengeluarkan atau
sama-sama mengerjakan sedangkan ahlul halli wal aqdi adalah para ahli atau
mujtahid dalam bidang hukum syari’at[33]
Imam malik berpegang dengan ijma’ yang seperti ini yang sering
beliau ungkapkan dalam muwathatha’
Sedangkan di buku yang lain ijma’ yang di pakai imam malik adalah
ijma’ ahlul madinah.[34]
a.
Sandaran ijma’ atau sanadul ijma’
Para ulama bersepakat bahwa yang menjadi sandaran ijma’ adalah al
qur’an, sunnah mutawatirah, dhahir al al qur’an atau dhahir hadis ahad. Dan imam
malik sendiri menurut al qorafi membolehkan qiyas menjadi sandaran ijma’dan
yang berhak untuk mengadakan ijma’adalah mereka yang ahli ijtihad
Al ghozali mengatakan bahwa ijma’ ulama madinah juga dianggap ijma’
oleh imam malik.[35]
Dikalangan mazhab maliki, ijma’ ahlul madinah lebih di utamakan dari hadist
ahad. Dikarna kan ijma’ ahlul madinah di kabarkan kepada jama’ah sedangkan
hadist atau khabar ahad hanya di beritakan kepada perorangan
Ijma’ ahlul madinah ini ada beberapa tingkatan yakni [36]
1.
Kesepakatan ahl madinah yang asalnya dari naqly
2.
Amalan ahl madinah sebelum terbunuhnya khilafah ustman ibnu affan.
Karna sebagaimana di ketahui bahwa ijma’ ahl madinah sebelum itu tidak pernah
bertentangan dengan sunnah nabi saw
3.
Amalan ahlul madinah itu menjadi pentarjih diantar dua dalil yang
saling bertentangan. Apabila ada dua tau dalil dalam masalah yang sama maka
amal ahl madinah di jadikan pentarjih. Dalil yang di perkuat dengan amal ahlul
madinah maka itulah yang diambil atau di jadikan hujjah menurut mazhab maliki
4.
Amalan ahlu madinah sesudah masa keutamaan yang menyaksikan amalan
nabi saw. Amalan ahl yang seperti ini bukan hujjah menurut syafi’i , hanafi,
hambali maupun menurut ulama maliki
Amal ahlul madinah[37]
Imam
malik rahimahullah menggunakan amal ahlul madinah sebagai hujjah.sebenar nya
manhaj ini bukan di pegangi oleh imam malik akan tetapi gurunya imam malik
rabi’ah juga berpendapat demikian[38]
Al
qodly iyadl telah menerangkan keadaan ijma’ ini. Dia berkada ijma’ ahl madinah
terbagi dua yakni[39] :
Pertama
di nukil atau diambil dari rasulullah saw sendiri
Hal
ini juga terbagi menjadi empat bagian yakni
a.
Perintah yang dinukil dari nabi saw. Seperti azan, iqomat ,tidak
menjaharkan bismillah
b.
Perbuatan yang dinukil dari nabi saw. Seperti sifat sholat
c.
Taqrir nabi yang dinukil daripadanya
d.
Perbuatan yang tidak dikerjakan nabi saw. Sepeti mengambil zakat
dari sayur-sayuran
Kedua yang di ijtihadkan
6.
Khabar ahad dan qiyas
Imam malik rahimahullah tidak mengakui khabar ahad sebagai sesuatu
yang dating dari nabi Muhammad saw. Jika khabar ahad ini betentangan dengan
amal ahlul madinah walaupun hanya dari hasil istimbath kecuali khabar ahad itu
di dukung oleh dalil dalil lain yang qod’i[40]
Imam malik tidak tetap menggunkan khabar ahad. Terkadang beliau
mendahulukan qiyas daripada khabar ahad. Apabila khabar ahad itu tidak masyhur
atau tidak di kenal di kalangan ahlul madinah maka ini dianggap sebagai
petunjuk bahwa khabar itu tidak berasal dari nabi Muhammad saw.[41]
Imam malik mengqiaskan hukum, kepada hukum yang nashnya terdapat
dalam al qur’an dan sunnah. Dalam muwathatah’ nya imam malik bahkan mengiaskan
hukum kepada fatwa-fatwa sahabat. Sebagian qiyas di sisi imam malik terkadang
posisinya hampir mengalahkan yang zhanni. Karna qiyas-qiyas itu di perkuat
dengan qoidah-qoidah yang umum.qiyas yang seperti inilah yang di dahulukan atas
khabar ahad
7.
Ihtihsan
Ulama malikiah menghindari penggunaan qiyas secara berlebihan .
dharurat dan uruf dapat menghalangi kita untuk menggunakan qiyas, maka yang
kita pakai itulah yang di sebut dengan ihtihsan[42]
Ibnu al farabi salah seorang ulama maliki memberikan komentar.
Bahwa ihtihsan menurut mazhab maliki bukan berarti meninggalkan dalil dan
menetapkan hukum berdasarkan ra’yu semata . melaikan berpindah dari satu dalil
ke dalil yang lebih kuat yang kandungannya berbeda dari dalil lain yan di
tinggalkan tersebut [43]
Akan tetapi bertolak belakang dengan imam syafi’I yang menolak
ihtihsan dalam kitab al umm. Karna itu imam syafi’I mengatakan bahwa
“barangsiapa ynag menggunkan ihtihsan sebgaai dasar hukum, maka berarti ia
telah membuat syari’at batu akan tetapi syafi’I hanya menolak ihtihsan yang
tidak ada dasarnya sama sekali[44].
8.
Istishab
imam malik menggunakan istishab sebagai landasan dalam menetapkan
hukum. istishab adalah sesuatu ketentuan hukum untuk masa sekarang dan masa
mendang, berdasarkan ketentuan hukum yang telah lampau. Misalnya seperti
seseroang berwudhu yang dikuatkan dengan dia selesai sholat shubuh kemudian
datang keraguan bahwa dia sudah batal taukah belum maka hukum yang ada padanya
adalah belum batal wudhunya
9.
Al-Mashlahah Al-Mursalah
Al-Mashlahah Al-Mursalah adalah
mashlahah yang tidak ada ketentuannya, baik secara tersurat atau sama sekali
tidak disinggung oleh nash. Dengan demikian, maka mashlahah mursalah itu kembali
kepada memelihara tujuan syari’at diturunkan[45].
Imam Malik menggunakan mashlahah mursalah dengan mempertimbangkan
kemudharatannya. Bila mashlahah tersebut tidak bertentangan dengan syari’ah,
maka boleh dilakukan. Dan bila mashlahah tersebut bertentangan dengan syari’ah,
maka tidak boleh dilakukan. Dengan ini, syari’ah bersifat fleksibel terhadap
perkembangan zaman.
10.
Dzara’i
Secara etimologis, dzari’ah berarti sarana. Menurut Imam
Malik, semua jalan atau sebab yang menuju kepada yang haram atau terlarang,
hukumnya haram atu terlarang. Dan semua jalan sebab yang menuju kepada yang
halal, halal pula hukumnya [46].
Perkara ini adalah dampak perbuatannya bukan masalah niat. Misalnya, berhaji
itu wajib, maka perjalanan menuju kota suci juga wajib.
Setiap urusan yang kita hadapi terbagi kepada dua yakni maqosid dan
wasil.maqosid adalah pekerjaan yang menghasilkan maslahat sedangkan wasil
adalah jalan nya untuk mencapai maqosid tersebut[47]
11.
Kebiasaan dan Urf
Uruf
ialah sebuah urusan yang di sepakati oleh sekelompok manusia dalam perkembangan
hidupnya[48]
Sedangkan
adat adalah pekerjaan yang berulang-ulang dilakukan oleh sekelompok orang atau
individu[49]
Suatu
kelompok apabila biasa mengerjakan seseuatu menjadi uruflah bagi mereka.
Sebenarnya uruf dan adat satu makna. Golongan mailikiah akan meninggalkan qiyas
apa bila bertentangan dengan uruf. Golongan malikiah mengtaksiskan yang umum
dan memuqoyyidkan yang mutlak dengan uruf. Dan menurut ibnu hajar ashqollani
menyebutkan bahwa uruf bisa menjadi landasaan hukum atau diamalkan bila tidak
bertentangan dengan nash.[50]
Ulama malikiah memabagi adat menjadi 3 bahagian
Pertama
uruf yang diambil oleh semua ulama yakni uruf yang di tunjuki nash
Kedua
uruf yang jika kita ambil berarti kita mengambil seseuatu yang dilarnag hukum
syara’(uruf ini tidak ada harga nya)
Ketiga
uruf yang tidak di larang syara’ yang tidak di anjurkan untuk mengamalkan nya
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Akhirnya dari pemaparan di atas
dapatlah kami simpulkan bahwa imam malik rahimahullah adalah imam mazhab maliki
yang memiliki kekhasan dalam itibath dan menetapkan hukum. Kehidupan beliau
yang tinggal dimadinah juga memperngaruhi hasil-hasil istimbat hukum yang lahir
dari pemikiran nya.
Secara garis besar imam malik
beristibat kepada
a.
Al qur’an al karim
b.
Sunnah yang beliau anggap sah
c.
Ijma’ ulama madinah
d.
Qiyas
e.
Istihsan(maslahat mursalah)
Tidak jauh dengan imam-imam mazhab
yang lain imam malik juga di pengaruhi tempat tinggalnya dalam menetapkan
hukum.
Mudah-mudahan dari pemaparan ditas
kita dapat mengambil ibrah yang berharga dari kehidupan imam malik bin anas.
Yang sangat memuliakan sahabat dan tempat dimana habibina musthafa hidup.
Kehati-hatian nya dalam menilai hadist dan menetapkan hukum sudah sangat layak
bagi kita di contoh. Semoga Allah jalla wa’ala merahmati al-imam anas bin malik
menerangi kuburnya dengan nurNya dan menempatkan beliau di tempat yang terbaik
Akhirnya. Inilah yang dapat kami
tuliskan mudah-mudahan bermanfa’at kami meyakini bahwa tulisan ini jauh dari
kata sempurna. Kami sangat mengharapkan kritik saran yang membangun dari
sahabat-sahabat semuanya khususnya hafizahullah bapak wawan gunawan.
Assalamualaikum wr.wb
DAFTAR
PUSTAKA
Prof.T.M.hasby
ash shiddieqy.pokok-pokok pegangan imam-imam mazhab dalam membina hukum islam.bulan
bintang.jakarta.1973
DR.huzaimah
tahido yanggo.pengantar perbandingan mazhab.logos.jakarta.1997
M.ali hasan.
Perbandingan mazhab.raja grafindo persada.jakarta.1995
D.A.sati paqih, Lc. Jejak Hidup dan Keteladanan Imam 4 mazhab, Yogyakarta : Kana
Media. 2014 hlm 84
[1]Dr. Huzaemah Tahido Yanggo.Pengantar
Perbandingan Mazhab, Jakarta : Logos Wacana Ilmu. 1997 hlm. 102-103
[2]D.A. Paih Sati, Lc. Jejak Hidup dan Keteladanan
Imam 4 mazhab, Yogyakarta : Kana Media. 2014 hlm 84
[3]DR. Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar
Perbandingan Mazhab, hlm. 104
[4]Ibid. Hlm. 117
[5]Ibid. Hlm. 117-118
[6]Ibid. Hlm 118
[7]D.A. Pakih Sati, Lc, Jejak Hidup dan
Keteladanan Imam 4 Mazhab, hlm. 127
[8]Ibid. Hlm. 117
[9]Ibid.Hlm. 118
[10]Ibid. Hlm. 119
[11]Ibid. Hlm. 119-120
[12]Ibid. Hlm. 120
[15] ibid
[18] ibid
[25] Yanggo.tahido.khuzaimah.pengantar perbandungan
mazhab.logos.jakarta.1997.hlm106
[30]
ibid
[32] ibid
[36] Yanggo.tahido.khuzaimah.pengantar perbandungan
mazhab.logos.jakarta.1997.hlm 107
[37] Dalam dua buku yang berbeda yang dikarang hasby ash siddieqy yang
mengatakan bahwa pembahasan ijma berbeda amal ahlul madinah dan khuzaimah
tahido yangdo menggabungkan pembahasan ijma’ dengan amal ahlul madinah sehingga
kami penyusun mencoba menuliskan kedua nya . sehingga dapat di pahami bahwa
imam malik memakai dua ijma’ ummat yang dilakukan oleh ahlul hally wal aqdi dan
ijma’ ahlul madinah sebagai mana yang di jelasakan dalam buku hasby as siddqy
halaman 197 yang di nukil dari kitab at tanqih karangan al qorafi
[38] Ash. siddieqy.hasbi.pokok-pokok pegangan imam-imam mazhab.bulan
bintang.jakarta.1973.hlm 198
[40] Yanggo.tahido.khuzaimah.pengantar perbandungan
mazhab.logos.jakarta.1997.hlm 108
[41] Ibid
[42] Ash. siddieqy.hasbi.pokok-pokok pegangan imam-imam mazhab.bulan
bintang.jakarta.1973.hlm 202
[43] Yanggo.tahido.khuzaimah.pengantar perbandungan
mazhab.logos.jakarta.1997.hlm 110
[44] Ibid
[45] Yanggo.tahido.khuzaimah.pengantar perbandungan
mazhab.logos.jakarta.1997.hlm 111
[46] ibid
[47] Ash. siddieqy.hasbi.pokok-pokok pegangan imam-imam mazhab.bulan
bintang.jakarta.1973.hlm 211
[48] Ash. siddieqy.hasbi.pokok-pokok pegangan imam-imam mazhab.bulan
bintang.jakarta.1973.hlm 216
[49] ibid
[50] ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar