Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah Pancasila
Dosen Pengampu : Nurdhin Baroroh, SHI., MSI.
Disusun oleh :
Humaira Putabuga (14360007)
Farhan Aulia Muhammad (14360015)
Asih Nuranindra Islami (14360017)
M. Siddiq Malawat (14360026)
Ali Fikri (14360039)
Tri Hariyanto (14360040)
JURUSAN
PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS
SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Kesatuan
Republik Indosesia yang terhimpun dari bermacam – macam suku dan budaya dalam
berbagai daerah dari Sabang hingga Merauke yang memliki banyak perbedaan atas
potensi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang timbul karena perbedaan
letak geografis suatu daerah atau latar belakang sejarah daerah tertentu,
tentunya berbagai daerah tersebut
membutuhkan penerapan kebijakan daerah yang berbeda pula. Dalam hal ini
bangsa Indonesia kini telah berhasil membentuk kebijakan Otonomi Daerah yang
memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur
daerahnya sendiri yang sesuai dengan karakter Sumber Daya Alam dan Sumber Daya
Manusia di daerahnya sendiri.
Kebijakan
otonomi daerah yang memberikan kewenangan terhadap pemerintah daerah tetap
harus berpedoman pada undang – undang
yang berlaku secara nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak
ada pertentangan antara kebijakan hukum
secara nasional dengan kebijakan hukum di daerah. Adanya perbedaan diantaranya sangat
dimungkinkan terjadi selama perbedaan tersebut tidak bertentangan dengan undang
– undang karena inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya
memaksimalkan daerah yakni, memaksimalkan hasil yang akan dicapai dan sekaligus
menghindari kerumitan dan hal – hal yang dapat menghambat pelaksanaan otonomi
daerah. Dengan demikian, tuntutan masyarakat dapat terjawab secara nyata dengan
penerapan otonomi daerah yang luas dan kelangsungan pelayanan umum tidak
diabaikan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat otonomi daerah?
2. Bagaimana sejarah otonomi daerah di Indonesia?
3. Bagaimana hubungan otonomi daerah dengan
pembangunan daerah?
4. Bagaimana kesalahpahaman yang muncul terhadap
otonomi daerah?
C. Tujuan
1. Mengetahui hakikat otonomi daerah
2. Mengetahu sejarah otonomi daerah di Indonesia
3. Mengetahui hubungan otonomi daerah dengan
pembangunan daerah
4. Mengetahui kesalahpahan yang muncul terhadap
otonomi daerah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat otonomi
daerah
Terdapat dua
undang – undang yang menjadi pedoman dasar pelaksanaan otonomi daerah yakni, Undang - Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah yang kemudian diganti oleh Undang - Undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang - Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah
yang kemudian diganti dengan Undang - Undang Nomor 33 tahun 2004. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Hakikat otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban suatu daerah untuk membentuk dan
menjalakan suatu pemerintahannya sendiri sesuai dengan peraturan undang –
undang yang berlaku, sebagaimana dijelaskan mengenai kewenangan daerah,
kewajiban kepala daerah dan hal – hal yang terkait dalam Undang – Undang yang telah ditetapkan.
B. Sejarah otonomi
daerah
Perjalanan
bangsa Indonesia melalui berbagai sistem pemerintahan dan dipimpin berbagai
macam kepala pemerintahan serta munculnya masalah – masalah baru dalam
lingkungan pemerintah ataupun lingkungan masyarakat tentu sangat membutuhkan
tatanan hukum yang berbeda dari waktu ke waktu untuk mewujudkan kesejahteraan
seluruh bangsa Indonesia.
Keberadaan
kebijakan mengenai Pemerintahan Daerah bukan merupakan hal yang final, statis
dan tetap tetapi membutuhkan pembaruan – pembaruan untuk mengatasi berbagai
keadaan dan masalah baru yang muncul. Berikut ini adalah sejarah perkembangan
undang – undang yang menjadi pedoman mengenai otonomi daerah :
1. UU No. 1 tahun
1945 mengatur Pemerintah Daerah yang membagi tiga
jenis daerah otonom yakni, keresidenan, kabupaten, dan kota.
2. UU No. 22 tahun
1948 mengatur susunan Pemerintah Daerah yang
demokratis, membagi dua jenis daerah otonom yakni, daerah otonom biasa dan
otonomi istimewa, dan tiga tingkatan daerah otonom yakni, provinsi, kab/ kota
dan desa.
3. UU No. 1 tahun
1957 mengatur tunggal yang berseragam untuk
seluruh Indonesia.
4. UU No. 18 tahun
1965 mengatur otonomi yang menganut sistem otonomi
yang riil dan seluas luasnya.
5. UU No.5 tahun
1974 mengatur pokok – pokok penyelenggaraan
pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah (prinsip yang
dipakai : otonomi yang nyata dan bertanggungjawab; merupakan pembaruan dari
otoda yang seluas – luasnya dapat menimbulkan pemikiran yang dapat membahayakan
keutuhan NKRI, dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi).
6. UU No. 22 tahun
1999 mengatur tentang Pemerintahan Daerah
(perubahan mendasar pada format otoda dan substansi desentralisasi).
7. UU No. 25 tahun
1999 mengatur
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
8. UU No. 32 tahun
2004 mengatur
Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU No. 22 tahun 1999
9. UU No. 33 tahun
2004 mengatur
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ( perubahan
UU didasarkan pada berbagai UU yang terkait di bidang politik dan keuangan
negara antara lain: UU No. 12 tahun 2003
tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD; UU No. 22 tahun 2003 tentang Susunan
dan Kedudukan MPR, DPR, DPD; UU No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden; UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU No. 1 tahun 2004 tantang Perbendaharaan Negara; UU
No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Keuangan Negara ).
Sedangkan
perubahan yang mendasar dari pedoman Otonomi Daerah dari UU No. 22 tahun 1999
digantikan oleh UU No. 32 tahun 2004 adalah sebagai berikut
1.
Prinsip – Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No. 22 tahun
1999
a. Demokrasi, keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman
daerah.
b. Otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab.
c. Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan
pada daerah kabupaten dan daerah kota.
d. Sesuai dengan konstitusi negara.
e. Kemandirian daerah otonom.
f. Meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif
daerah.
g. Asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah
provinsi sebagai wilayah administrasi.
h. Asas tugas perbantuan.
2.
Prinsip – Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No. 32 tahun
2004
a. Demokrasi, keadilan, pemerataan, keistimewaan
dan kekhususan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
b. Otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab.
Otonomi luas : daerah yang memiliki kewenangan
membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkata peran serta,
prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Otonomi nyata : penanganan urusan pemerintahan
dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah
ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kekhasan daerah.
Otonomi yang bertanggungjawab : dalam
penyelenggaraan otonomi harus sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian
otonom, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
c. Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan
pada daerah kabupaten dan daerah kota.
d. Sesuai dengan konstitusi negara.
e. Kemandirian daerah otonom.
f. Meningkatkan peranan dan fungsi badan
legislatif daerah.
g. Asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah
provinsi sebagai wilayah administrasi.
h. Asas tugas perbantuan.
C. Otonomi daerah
dan pembangunan daerah
Otonomi daerah adalah sebuah agenda nasional yang
diharapkan dapat mencegah terjadinya sentralisasi yang sebenarnya sudah menimpa
bangsa Indonesia selama periode orde baru.Sejak diberlakukannya Undang-undag
tentang pemerintahan daerah, yaitu UU no.22 tahun 1999 dan UU no.25 tahun 1999
diharapkan juga dapat membawa perubahan yang signifikan bagi daerah yang juga
nantinya akan membawa kesejahteraan bagi bangsa ini sendiri.
Kebijaksanaan otonomi daerah melalui UU no.22 tahun 1999
memberikan otonomi yang angat luas kepada daerah, khususnya Kabupaten dan Kota.
Hal itu ditempuh dalam rangka mengembalikan harkat dan martabat di daerah;
memberikan peluang politik dalam rangka peningkatan kualitas demokrasi di
Daerahpeningkatan efisiensi pelayanan public di Daerah, peningkatan percepatan
pembangunan Daerah, dan pada akhirnya diharapkan pula penciptaan cara
berpemerintahan yang baik.[1]
Otonomi daerah diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan
dan perkembangan daerah selain juga menciptakan keseimbangan antar daerah
hingga terjadi perataan kesejahteraan dan tidak adanya daerah tertinggal ataupun
sentralisasi. Untuk menciptakan pembangunan daerah yang cepat dan meningkat
maka perlu adanya prasyarat terutama bagi penyelenggara daerah tersebut. Yang
diharapkan dari pemerintahan daerah tersebut adalah sejumlah berikut:[2]
1. Fasilitas. pemerintah daerah sebagai pelaksana
daerah sebaiknya memenuhi fasilitas kepada masyarakatnya terutama yang
berkaitan dengan masalah ekonomi,karena memang pada dasarnya pembangunan daerah
dapat terjadi karena bantuan ekonomi(keuangan).Jadi,jika pemerintah memudahkan
fasilitas maka pembangunan daerah bukanlah sesuatu yang susah pencapaiannya.
2. Pemerintah
daerah harus kreatif. Kreatif
yang dimaksud di sini adalah bagaiman cara mengalokasikan dana yang bersumber
dari Dana Alokasi Umum atau yang berasal dari PAD. Selain itu dapat menciptakan keunggulan komparatif bagi
daerahnya, sehingga pemilik modal akan beramai-ramai menanamkam modal di daerah
tersebut. Kreatifitas ini juga berkaitan dengan kepiawaian pemerintah membuat
program-program menarik sehingga pemerintah pusat akan memberikan Dana Alokasi
Khusus, sehingga banyak dana yang di sedot dari Jakarta ke Daerah.
3.
Pemerintah daerah menjamin kesinambungan usaha.
4.
Politik lokal yang stabil.
5.
Pemerintah harus komunikatif dgn LSM/NGO, terutama
dalam bidang perburuhan dan lingkungan hidup.
Namun sebenarnya yang penting bagi daerah adalah terciptnya
lapangan kerja, serta
disertai kemampuan menghadapi laju inflasi dan keseimbangan neraca perdagangan
internasional. Penciptaan lapangan kerja akan berpengaruh
pada peningkatan daya beli dan kecenderungan untuk menabung, dengan meningkatnya
daya beli berarti penjualan atas barang dan jasa juga meningkat, artinya pajak
penjualan barang dan jasa juga meningkat sehingga Pendapatan Daerah dan Negara
juga meningkat. Semuanya akan di kembalikan pada masyarakat dalam bentuk proyek
atau bantuan atau sejumlah intensif yang lain, sehingga lambat laun
kesejahteraan masyarakat akan meningkat dan disitulah pembangunan daerah
benar-benar dijalankan.
D. Kesalahpahaman
terhadap otonomi daerah
Pembaruan kebijaksanaan otonomi daerah menurut Undang – Undang
No. 25 tahun 1974 yang telah dipraktekan selama 25 tahun di indonesia kemudian
berubah menjadi Undang – Undang No. 22 tahun 1999 dan diperbarui kembali
menjadi Undang – Undang No. 32 tahun 2004 yang memberikan otonomi sangat luas
kepada daerah, khususnya kabupaten dan kota tentunya menimbulkan berbagai
kesalahpahaman yang muncul di kalangan masyarakat karena terbatasnya pemahaman
umum tentang pemerintahan daerah, dalam bukunya yang berjudul Otonomi Daerah
Dalam Negara Kesatuan, Drs. H. Syaukani, HR, Prof. Dr. Afan Gaffar, MA, dan
Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, MA menyatakan berbagai kesalahpahaman mengenai
otonomi daerah yang muncul dikalangan masyarakat diantaranya adalah
1.
Otonomi daerah dikaitkan semata – mata dengan uang. Pemahaman otonomi daerah harus mencukupi
sendiri segala kebutuhanya, terutama di bidang keuangan. Tidak dapat dipungkiri
bahwa uang memang merupakan sesuatu yang mutlak, namun yuang bukan satu –
satunya alat dalam menggerakkan roda pemerintahan. Kata kunci dari otonomi
adalah “kewenangan”. Dengan kewenangan uang dapat dicari dan dengan itu pula
pemerintah harus mampu menggunakan uang dengan bijaksana, tepat guna dan
berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
2.
Daerah belum siap dan belum mampu. Pembuatan kebijaksanaan otonomi daerah menurut
Undang – Undang No. 22 tahun 1999 dianggap tergesa- gesa karena daerah tidak /
belum siap dan tidak / belum mampu. Munculnya pandangan seperti ini sebagai
akibat dari munculnya kesalahpahaman yang pertama karena selama ini daerah
sangat bergantung pada pusat dalam bidang keuangan, apalagi melihat kontribusi
Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD rata – rata di bawah 15% untuk kabupaten
dan kota di seluruh Indonesia.
3.
Dengan otonomi daerah maka pusat akan melepaskan
tanggungjawabnya untuk membantu dan membina daerah. Kekhawatiran yang muncul dari daerah – daerah
dengan adanya otonomi adalah pemerintah pusat melepaskan sepenuhnya terhadap
daerah, terutama di bidang keuangan. Padahal dalam Undang – Undang No. 22 tahun
1999 menganut falsafah yang sudah sangat umum dikenal di berbagai negara, yaitu
setiap pemberian kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada daerah harus disertai
dengan dana yang jelas dan cukup, apakah dalam bentuk Dana Alokasi Umum atau
Dana Alokasi Khusus serta bantuan keuangan yang lainya dari pemerintah pusat
pada daerah.
4.
Dengan otonomi maka daerah dapat melakukan apa saja. Kesalahpahaman adanya otonomi daerah berarti
bebas melakukan apa saja tanpa terbatas. Padahal otonomi yang diselenggarakan adalah
dalam rangka memperkuat NKRI dan pemerataan kesejahteraan di seluruh daerah,
Daerah memang dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan hukum dan undang – undang yang berlaku secara nasional. Disamping itu
kepentingan masyarakat merupakan patokan yang paling utama dalam mengambil atau
menentukan suatu kebijaksanaan di daerah.
5.
Otonomi daerah akan menciptakan raja – raja kecil di
daerah dan memindahkan korupsi di daerah. Otonomi daerah dapat memindahkan KKN dengan menciptakan
raja – raja kecil di daerah dapat terjadi apabila dilakukan tanpa kontrol sama
sekali dari masyarakat seperti yang
telah dialami bangsa Indonesia oleh pemerintahan Orde Baru ataupun Orde Lama.
Sedangkan otonomi daerah saat ini mendasarkan pada demokratisasi penyelenggaraan
pemerintahan daerah, tidak ada lagi penguasa tunggal seperti pada masa lampau.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai
uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa otonomi daerah dibentuk sebagai
jalan pintas pemerintah pusat untuk melaksanakan pengontrolan dan pelaksanaan pemerintahan
secara langsung di daerah yang sesuai dengan karakteristik masing – masing
daerah dan kemudian semua kebijakan atau hukum yang akan dibentuk di daerah
tersebut adalah merupakan bentuk aplikasi langsung terhadap sistem
demokratisasi yang mengikutsertakan rakyat melalui lembaga atau partai politik
di daerah. Tujuan daripada pengadaan kebijakan otonomi daerah adalah untuk
pengembangan daerah dan masyarakat daerah menuju kesejahteraa dengan cara dan
jalannya masing – masing.
B. Saran
Makalah ini ditulis
dengan keterbatasan penulis atas pengalaman dan ilmu pengetahuan, sehingga
makalah ini tercipta jauh dari hasil yang sempurna, semoga makalah ini bermanfaat
bagi penulis dan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Abdul Gaffar, 2003, Kompleksitas Otonomi
Daerah di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Syaukani, dkk,
2009, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Widjaja, HAW, 2004, Otonomi Daerah dan Daerah
Otonom, Jakarta : PT Grafindo Persada.
PPT
OTODA Bahan ceramah Direktorat Jendral Otonomi Daerah pada KRA XXXVII Lemhannas
2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar