Kamis, 19 Maret 2015

Makalah OTONOMI DAERAH


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pancasila
Dosen Pengampu : Nurdhin Baroroh, SHI., MSI.

Disusun oleh :
Humaira Putabuga (14360007)
Farhan Aulia Muhammad (14360015)
Asih Nuranindra Islami (14360017)
M. Siddiq Malawat (14360026)
Ali Fikri (14360039)
Tri Hariyanto (14360040)
JURUSAN PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indosesia yang terhimpun dari bermacam – macam suku dan budaya dalam berbagai daerah dari Sabang hingga Merauke yang memliki banyak perbedaan atas potensi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang timbul karena perbedaan letak geografis suatu daerah atau latar belakang sejarah daerah tertentu, tentunya berbagai daerah tersebut   membutuhkan penerapan kebijakan daerah yang berbeda pula. Dalam hal ini bangsa Indonesia kini telah berhasil membentuk kebijakan Otonomi Daerah yang memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri yang sesuai dengan karakter Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia di daerahnya sendiri.
Kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan terhadap pemerintah daerah tetap harus berpedoman pada  undang – undang yang berlaku secara nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak ada  pertentangan antara kebijakan hukum secara nasional dengan kebijakan hukum di daerah. Adanya perbedaan diantaranya sangat dimungkinkan terjadi selama perbedaan tersebut tidak bertentangan dengan undang – undang karena inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya memaksimalkan daerah yakni, memaksimalkan hasil yang akan dicapai dan sekaligus menghindari kerumitan dan hal – hal yang dapat menghambat pelaksanaan otonomi daerah. Dengan demikian, tuntutan masyarakat dapat terjawab secara nyata dengan penerapan otonomi daerah yang luas dan kelangsungan pelayanan umum tidak diabaikan.




B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hakikat otonomi daerah?
2.      Bagaimana sejarah otonomi daerah di Indonesia?
3.      Bagaimana hubungan otonomi daerah dengan pembangunan daerah?
4.      Bagaimana kesalahpahaman yang muncul terhadap otonomi daerah?
C.      Tujuan
1.      Mengetahui hakikat otonomi daerah
2.      Mengetahu sejarah otonomi daerah di Indonesia
3.      Mengetahui hubungan otonomi daerah dengan pembangunan daerah
4.      Mengetahui kesalahpahan yang muncul terhadap otonomi daerah





















BAB II
PEMBAHASAN
A.      Hakikat otonomi daerah
Terdapat dua undang – undang yang menjadi pedoman dasar pelaksanaan otonomi daerah yakni, Undang - Undang Nomor 22  tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti oleh Undang - Undang Nomor 32  tahun 2004 dan Undang - Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang - Undang Nomor 33 tahun 2004. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Hakikat otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban suatu daerah untuk membentuk dan menjalakan suatu pemerintahannya sendiri sesuai dengan peraturan undang – undang yang berlaku, sebagaimana dijelaskan mengenai kewenangan daerah, kewajiban kepala daerah dan hal – hal yang terkait  dalam Undang – Undang yang telah ditetapkan.
B.       Sejarah otonomi daerah
Perjalanan bangsa Indonesia melalui berbagai sistem pemerintahan dan dipimpin berbagai macam kepala pemerintahan serta munculnya masalah – masalah baru dalam lingkungan pemerintah ataupun lingkungan masyarakat tentu sangat membutuhkan tatanan hukum yang berbeda dari waktu ke waktu untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia.
Keberadaan kebijakan mengenai Pemerintahan Daerah bukan merupakan hal yang final, statis dan tetap tetapi membutuhkan pembaruan – pembaruan untuk mengatasi berbagai keadaan dan masalah baru yang muncul. Berikut ini adalah sejarah perkembangan undang – undang yang menjadi pedoman mengenai otonomi daerah :
1.      UU No. 1 tahun 1945 mengatur Pemerintah Daerah yang membagi tiga jenis daerah otonom yakni, keresidenan, kabupaten, dan kota.
2.      UU No. 22 tahun 1948 mengatur susunan Pemerintah Daerah yang demokratis, membagi dua jenis daerah otonom yakni, daerah otonom biasa dan otonomi istimewa, dan tiga tingkatan daerah otonom yakni, provinsi, kab/ kota dan desa.
3.      UU No. 1 tahun 1957 mengatur tunggal yang berseragam untuk seluruh Indonesia.
4.      UU No. 18 tahun 1965 mengatur otonomi yang menganut sistem otonomi yang riil dan seluas luasnya.
5.      UU No.5 tahun 1974 mengatur pokok – pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah (prinsip yang dipakai : otonomi yang nyata dan bertanggungjawab; merupakan pembaruan dari otoda yang seluas – luasnya dapat menimbulkan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan NKRI, dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi).
6.      UU No. 22 tahun 1999 mengatur tentang Pemerintahan Daerah (perubahan mendasar pada format otoda dan substansi desentralisasi).
7.      UU No. 25 tahun 1999 mengatur tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
8.      UU No. 32 tahun 2004 mengatur Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU No. 22 tahun 1999
9.      UU No. 33 tahun 2004 mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ( perubahan UU didasarkan pada berbagai UU yang terkait di bidang politik dan keuangan negara antara lain: UU  No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD; UU No. 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD; UU No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden; UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU No. 1  tahun 2004 tantang Perbendaharaan Negara; UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara ).
Sedangkan perubahan yang mendasar dari pedoman Otonomi Daerah dari UU No. 22 tahun 1999 digantikan oleh UU No. 32 tahun 2004 adalah sebagai berikut
1.      Prinsip – Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No. 22 tahun 1999
a.       Demokrasi, keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah.
b.      Otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab.
c.       Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota.
d.      Sesuai dengan konstitusi negara.
e.       Kemandirian daerah otonom.
f.       Meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah.
g.      Asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi sebagai wilayah administrasi.
h.      Asas tugas perbantuan.
2.      Prinsip – Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No. 32 tahun 2004
a.       Demokrasi, keadilan, pemerataan, keistimewaan dan kekhususan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
b.      Otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab.
Otonomi luas : daerah yang memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkata peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Otonomi nyata : penanganan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
Otonomi yang bertanggungjawab : dalam penyelenggaraan otonomi harus sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonom, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
c.       Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota.
d.      Sesuai dengan konstitusi negara.
e.       Kemandirian daerah otonom.
f.       Meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah.
g.      Asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi sebagai wilayah administrasi.
h.      Asas tugas perbantuan.
C.      Otonomi daerah dan pembangunan daerah
Otonomi daerah adalah sebuah agenda nasional yang diharapkan dapat mencegah terjadinya sentralisasi yang sebenarnya sudah menimpa bangsa Indonesia selama periode orde baru.Sejak diberlakukannya Undang-undag tentang pemerintahan daerah, yaitu UU no.22 tahun 1999 dan UU no.25 tahun 1999 diharapkan juga dapat membawa perubahan yang signifikan bagi daerah yang juga nantinya akan membawa kesejahteraan bagi bangsa ini sendiri.
Kebijaksanaan otonomi daerah melalui UU no.22 tahun 1999 memberikan otonomi yang angat luas kepada daerah, khususnya Kabupaten dan Kota. Hal itu ditempuh dalam rangka mengembalikan harkat dan martabat di daerah; memberikan peluang politik dalam rangka peningkatan kualitas demokrasi di Daerahpeningkatan efisiensi pelayanan public di Daerah, peningkatan percepatan pembangunan Daerah, dan pada akhirnya diharapkan pula penciptaan cara berpemerintahan yang baik.[1]
Otonomi daerah diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan daerah selain juga menciptakan keseimbangan antar daerah hingga terjadi perataan kesejahteraan dan tidak adanya daerah tertinggal ataupun sentralisasi. Untuk menciptakan pembangunan daerah yang cepat dan meningkat maka perlu adanya prasyarat terutama bagi penyelenggara daerah tersebut. Yang diharapkan dari pemerintahan daerah tersebut adalah sejumlah berikut:[2]
1.      Fasilitas. pemerintah daerah sebagai pelaksana daerah sebaiknya memenuhi fasilitas kepada masyarakatnya terutama yang berkaitan dengan masalah ekonomi,karena memang pada dasarnya pembangunan daerah dapat terjadi karena bantuan ekonomi(keuangan).Jadi,jika pemerintah memudahkan fasilitas maka pembangunan daerah bukanlah sesuatu yang susah pencapaiannya.
2.      Pemerintah daerah harus kreatif. Kreatif yang dimaksud di sini adalah bagaiman cara mengalokasikan dana yang bersumber dari Dana Alokasi Umum atau yang berasal dari PAD. Selain itu dapat menciptakan keunggulan komparatif bagi daerahnya, sehingga pemilik modal akan beramai-ramai menanamkam modal di daerah tersebut. Kreatifitas ini juga berkaitan dengan kepiawaian pemerintah membuat program-program menarik sehingga pemerintah pusat akan memberikan Dana Alokasi Khusus, sehingga banyak dana yang di sedot dari Jakarta ke Daerah.
3.      Pemerintah daerah menjamin kesinambungan usaha.
4.      Politik lokal yang stabil.
5.      Pemerintah harus komunikatif dgn LSM/NGO, terutama dalam bidang perburuhan dan lingkungan hidup.
Namun sebenarnya yang penting bagi daerah adalah terciptnya lapangan kerja, serta disertai kemampuan menghadapi laju inflasi dan keseimbangan neraca perdagangan internasional. Penciptaan lapangan kerja akan berpengaruh pada peningkatan daya beli dan kecenderungan untuk menabung, dengan meningkatnya daya beli berarti penjualan atas barang dan jasa juga meningkat, artinya pajak penjualan barang dan jasa juga meningkat sehingga Pendapatan Daerah dan Negara juga meningkat. Semuanya akan di kembalikan pada masyarakat dalam bentuk proyek atau bantuan atau sejumlah intensif yang lain, sehingga lambat laun kesejahteraan masyarakat akan meningkat dan disitulah pembangunan daerah benar-benar dijalankan.
D.      Kesalahpahaman terhadap otonomi daerah
Pembaruan kebijaksanaan otonomi daerah menurut Undang – Undang No. 25 tahun 1974 yang telah dipraktekan selama 25 tahun di indonesia kemudian berubah menjadi Undang – Undang No. 22 tahun 1999 dan diperbarui kembali menjadi Undang – Undang No. 32 tahun 2004 yang memberikan otonomi sangat luas kepada daerah, khususnya kabupaten dan kota tentunya menimbulkan berbagai kesalahpahaman yang muncul di kalangan masyarakat karena terbatasnya pemahaman umum tentang pemerintahan daerah, dalam bukunya yang berjudul Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Drs. H. Syaukani, HR, Prof. Dr. Afan Gaffar, MA, dan Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, MA menyatakan berbagai kesalahpahaman mengenai otonomi daerah yang muncul dikalangan masyarakat diantaranya adalah
1.      Otonomi daerah dikaitkan semata – mata dengan uang. Pemahaman otonomi daerah harus mencukupi sendiri segala kebutuhanya, terutama di bidang keuangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa uang memang merupakan sesuatu yang mutlak, namun yuang bukan satu – satunya alat dalam menggerakkan roda pemerintahan. Kata kunci dari otonomi adalah “kewenangan”. Dengan kewenangan uang dapat dicari dan dengan itu pula pemerintah harus mampu menggunakan uang dengan bijaksana, tepat guna dan berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
2.      Daerah belum siap dan belum mampu. Pembuatan kebijaksanaan otonomi daerah menurut Undang – Undang No. 22 tahun 1999 dianggap tergesa- gesa karena daerah tidak / belum siap dan tidak / belum mampu. Munculnya pandangan seperti ini sebagai akibat dari munculnya kesalahpahaman yang pertama karena selama ini daerah sangat bergantung pada pusat dalam bidang keuangan, apalagi melihat kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD rata – rata di bawah 15% untuk kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.
3.      Dengan otonomi daerah maka pusat akan melepaskan tanggungjawabnya untuk membantu dan membina daerah. Kekhawatiran yang muncul dari daerah – daerah dengan adanya otonomi adalah pemerintah pusat melepaskan sepenuhnya terhadap daerah, terutama di bidang keuangan. Padahal dalam Undang – Undang No. 22 tahun 1999 menganut falsafah yang sudah sangat umum dikenal di berbagai negara, yaitu setiap pemberian kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada daerah harus disertai dengan dana yang jelas dan cukup, apakah dalam bentuk Dana Alokasi Umum atau Dana Alokasi Khusus serta bantuan keuangan yang lainya dari pemerintah pusat pada daerah.
4.      Dengan otonomi maka daerah dapat melakukan apa saja. Kesalahpahaman adanya otonomi daerah berarti bebas melakukan apa saja tanpa terbatas. Padahal otonomi yang diselenggarakan adalah dalam rangka memperkuat NKRI dan pemerataan kesejahteraan di seluruh daerah, Daerah memang dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang – undang yang berlaku secara nasional. Disamping itu kepentingan masyarakat merupakan patokan yang paling utama dalam mengambil atau menentukan suatu kebijaksanaan di daerah.
5.      Otonomi daerah akan menciptakan raja – raja kecil di daerah dan memindahkan korupsi di daerah. Otonomi daerah dapat memindahkan KKN dengan menciptakan raja – raja kecil di daerah dapat terjadi apabila dilakukan tanpa kontrol sama sekali  dari masyarakat seperti yang telah dialami bangsa Indonesia oleh pemerintahan Orde Baru ataupun Orde Lama. Sedangkan otonomi daerah saat ini mendasarkan pada demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, tidak ada lagi penguasa tunggal seperti pada masa lampau.


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari berbagai uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa otonomi daerah dibentuk sebagai jalan pintas pemerintah pusat untuk melaksanakan pengontrolan dan pelaksanaan pemerintahan secara langsung di daerah yang sesuai dengan karakteristik masing – masing daerah dan kemudian semua kebijakan atau hukum yang akan dibentuk di daerah tersebut adalah merupakan bentuk aplikasi langsung terhadap sistem demokratisasi yang mengikutsertakan rakyat melalui lembaga atau partai politik di daerah. Tujuan daripada pengadaan kebijakan otonomi daerah adalah untuk pengembangan daerah dan masyarakat daerah menuju kesejahteraa dengan cara dan jalannya masing – masing.
B.       Saran
Makalah ini ditulis dengan keterbatasan penulis atas pengalaman dan ilmu pengetahuan, sehingga makalah ini tercipta jauh dari hasil yang sempurna, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.









DAFTAR PUSTAKA
Karim, Abdul Gaffar, 2003, Kompleksitas Otonomi Daerah di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Syaukani, dkk,  2009, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta:  Pustaka Pelajar.
Widjaja, HAW, 2004, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta : PT Grafindo Persada.
 PPT OTODA Bahan ceramah Direktorat Jendral Otonomi Daerah pada KRA XXXVII Lemhannas 2004.





[1] Drs. H. Syaukani dkk, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, cet.VIII (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009),  hlm. 209
[2]Ibid, hlm. 218

Tidak ada komentar:

Posting Komentar