Makalah Akhlak Tasawuf
Mengupas Urgensi Tasawuf WaliSongo
Nasih Ulwan
14360001
Perbandingan Madzhab dan Hukum
Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
2014
KATA PENGANTAR
Assalaamu ‘alaikum wr.wb
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Pujisyukurtercurahkankehadiratilaahirobbiatasnikmatdankuasanyasertakehendaknya,
tugasmakalahmengenaipengembangantentangakhlaktasawufini yang membahastentang “mengupasurgensitasawufwalisongo”
inidapatterselesaikansebagaimanamestinya. ShalawatdansalamsemogatetapsenantiasatercurahlimpahkankepadabagindakitaSayyidinawaMaulana
Muhammad SAW, besertakeluarganya, paraSahabatnya,
danmudah-mudahansampaikepadakitasekalianselakuummatnya.
Pembahasantasawufwalisongoini,
dibahasasemata-matauntukmengetahuibagaimanaupayamerekadalammendekatkandirikepada
Allah SWT.Dan mudah-mudahandarimengetahuiinisemua,
kitamenjaditertularbagaimanaupayamerekadalammendekatkandirikepada Allah
SWT.Sebelumnyasayamohonmaafapabiladalampenulisanmakalahinibanyakditemukankesalahan.
Wassalaamu
‘alaikum wr.wb
Yogyakarta, Desember 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A.
Latar
Belakang............................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah........................................................................... 2
C.
Tujuan............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 3
A.
Pengertian
Tasawuf........................................................................ 3
B.
Tujuan
Tasawuf ............................................................................. 5
C.
Ajaran
Tasawuf Walisongo............................................................ 6
BAB III PENUTUP....................................................................................... 12
A.
Kesimpulan..................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Banyak cara dalam mendekat diri kepada Allah SWT. Setiap orang
memiliki cara tersendiri dalam upayanya mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Banyak beberapa tokoh didunia ini yang sudah menunjukkan kepada kita bagaimana
perilaku mereka setelah merasa dirinya telah merasa dekat sampai-sampai ada
yang merasa bahwa Allah itu menyatu dalam tubuh kita. Dan ada juga yang
menunjukkan rasa kedekatannya kepada Allah dengan jalan mahabbah dan
sampai-sampai dalam sepanjang hayatnya ia belum pernah menikah karena kecintaannya
kepada Allah yang sangat besar.
Dalam pembahasan
makalah ini, sebelumnya akan menjelaskan kembali apa itu tasawuf, baik secara
lughowiyyah maupun secara istilahiyyah. Selanjutnya akan menjelaskan manfaatnya
tasawuf dalam kehidupan, dan inti dari segala pembahasan yaitu akan menjelaska
bagaimana tasawufnya walisongo. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa
walisongo itu merupakan orang-orang yang mulia yang telah mensyi’arkan islam di
Indonesia tepatnya di tanah jawa ini. Dari segi bahasa, wali yang ditulis dari
aksara arab memiliki arti orang yang mencintai atau orang yang dicintai.[1]
Dan apabila ditulis ولى bermakna seorang penguasa atau yang memerintah, sebab itu dalam
bahasa Indonesia ada sebutan “wali nagari dan lain sebagainya”. Waliyullahadalah orang-orang yang mencintaidandicintai
Allah SWT.[2]
Disampingsebagaimuballighislam,
walisongoiniadalah orang-orang yang memilikiperananpentingdalampemerintahan.
Walisongoinimemilikiperananrangkapyaknisebagaimuballighdansebagaipemimpinmasyarakatpendamping
raja.Olehkarenaitu, merekamemperolehgelarsunanataususuhunan (gelarbagipenguasa
di tanahjawa).Khususbagiwalisongo, masyarakatjawamemberijulukan
“KanjengSunan”.Sebetulnyajumlahwaliitu
banyakakantetapidalampembahasanini, akanmemfokuskankepadawalisongo.
atausembilanwali yang lebihterkenaldalampenyi’arannya di Indonesia inikhususnya
di tanahjawa.
B. RumusanMasalah
Dari pernyataandiatas,
dapatdisimpulkanbahwapembuatanmakalahiniakanmenjelaskanterkaitbeberapa point,
diantaranya:
1. Apapengertiantasawufmenurutbahasa ?
2. Apapengertiantasawufmenurutistilah ?
3. Apatujuan tasawuf?
4. Jelaskanbagaimanaajarantasawufnyawalisongo ?
C. Tujuan
Melihatbahsandiatasdenganini,
pembuatanmakalahinimemilikitujuan, diantaranya:
1. Mengetahuipengertiantasawufsecarabahasa.
2. Mengetahuipengertiantasawufsecaraistilah.
3. Mengetahui tujuantasawuf.
4. Mengetahuipokok-pokokajaran
tasawufwalisongo.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sebutantasawufsejakmasanabimaupunmasakhulafaurrasyidinmemangbelumada.
Namunpadamasanabi,
parapengikutnabidisebutatauseringdipanggilsahabat.Panggilantersebutmerupakanpanggilan
yang sangatberhargapadamasaitu.Sedangkanpadamasaberikutnyayaknimasasahabat,
orang-orang muslim yang
takberjumpadengannabihanyaberjumpadengansahabatnabidipanggiltabi’indandemikianseterusnyasampaitabi’ittabi’in.
Istilahtasawufmulaimunculpadaabadketigahijriyyaholeh
Abu Hasyim al-Kufy (w 250 H) denganmeletakkan al-sufidibelakangnamanya,
sebagaimanadikatakanoleh Nicholson bahwasebelumsebelum Abu Hasyim
al-Kufytelahadaahli yang mendahuluinyadalamzuhud, wara, tawakkal,
dandalammahabbah, akantetapidiaadalh yang pertamakalinyadiberinama al-sufi. (R.
A. Nicholson, 1969).[3]
Banyak para ahli yang mengartikan apa itu tasawuf , akan tetapi
disini penulis akan menjelaskan apa itu tasawuf
berdasarkan kebanyakan para ahli yang tertuju atau banyak kesamaannya
dalam mengartikan apa itu tasawuf menurut bahasa.
1.
Tasawuf yang
berarti safa (kesucian), ada yang mengatakan para sufi diberi nama sufi
karena kesucian hati mereka dan keberhasilan tindakan mereka (athar). Bisr bin
Haris berkata “sufi adalah orang yang hatinya tulus (safa) kepada Allah SWT.” [4]
2.
Tasawuf
yang berarti saff (barisan), sufi disebut sufi karena mereka berada dibarisan
paling pertama didepan Allah SWT, melalui pengangkatan keinginan mereka
kepada-Nya dan tetapnya kerahasiaan mereka dihadapan-Nya.[5]
3.
Tasawuf
berarti saffah al-masjid (serambi mesjid), istilah ini dihubungkan dengan suatu
tempat di masjid Nabi yang didiami oleh sekelompok sahabat Nabi yang sangat
fakir dan tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal dengan julukan
ahlussuffah.[6]
Suhrawardi mengatakan bahwa mereka bekumpul di mesjid madinah seperti halnya
orang sufi berkumpul di Zawiyah dan Ribath.[7]
4.
Tasawuf berarti suf (wol), karena kelihatan adanya
hubungan antara memakai wol kasar dengan sikap yang meremehkan kesenangan
duniawi kecenderungan hidup secara zuhud dan bertekun kepada beribadah.[8]
Ada juga yang mengatakan bahwa mereka tidak memakai pakaian yang halus disentuh
atau indah dilihat dalam artian hanya menggunakan kain wol hanya untuk
menyenangkan jiwa.[9]
Dari definisi diatas ada juga yang menjelaskan tasawuf berdasarkan
terminologi diantaranya menurut Ma’ruf al-Kurhi, tasawuf adalah berpegang pada apa yang hakiki dan menjauhi sifat tamak terhadap
apa yang ada ditangan manusia.[10]
DR. Ibrahim Hilal mengatakan bahwa tasawuf adalah jalan secara zuhud menjauhkan
diri dari perhiasan hidup dalam segala bentuknya.[11]
Tasawuf itu melalui bermacam-macam ibadah, wirid, dan lapar, berjaga diwaktu
malam dengan memperbanyak shalat dan wirid, sehingga melemahlah unsur
jasmaniyah dalam diri seseorang dan semakin kuatlah unsur jasmaniyah. Dari
kedua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dinamakan tasawuf
adalah perbuatan untuk menghindari diri dari perbuatan negatif yang ada dalam diri manusia menuju perbuatan
yang positif dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Salah satu pendapat
yang menarik adalah yang dikemukakan oleh Abu Husain an-Nuri sebagaimana
disebutkan dalam kitab tazkirotul awliya merupakan penyangkalan dari mereka
yang mengatakan bahwa tasawuf merupakan suatu bentuk atau ilmu. Menurutnya
tasawuf adalh akhlak. Beliau berkata bahwa tasawuf bukan merupakan suatu bentuk
atau ilmu, tetapi ia adalh akhlak. Jika tasawuf merupakan suatu bentuk,tentu ia
akan dapat dicapai dengan perjuangan. Begitu juga jika tasawuf merupakan suatu
ilmu, tentu ia akan dapat dicapai dengan cara belajar. Namun tasawuf berakhlak
dengan akhlak Allah SWT. Sedangkan akhlak lain tidak akan dapat dicapai dengan
ilmu atau gambaran.[12]
Sedangkan menurut Ibnu Qoyyim yang menganggap bahwa tasawuf itu ilmu dalam buku
tasawufnya Madarij as-Salikin bahwasanya pokok tunggal dari ilmu ini ialah
iradah (kemauan). Dialah sendinya dan ialah pokok kemauannya. Dia meliputi akan
segala bagian-bagian dari pada hukum iradah yaitu gerak hati. Lantaran itu ia
namai sebagai ilmu bathin.[13]
B.
Tujuan
Tujuan dari
tasawuf itu sendiri adalah “fana” untuk mencapai “ma’rifat”. Fana dalam arti
filosofis meniadakan diri supaya ada, menurut ilmu tasawuf fana adalah leburnya
pribadi pada kebaqaan Allah, dimana rasa kemanusiaan lenyap diliputi rasa
ketuhanan.sedangkan pengertian ma’rifat adalah pengetahuan hakiki tentang
tuhan, atau melihat tuhan dengan hati sanubari. Ahli-ahli tasawuf berkata:[14]
التَّصَوُّف
: فُانُوْنٌ عَنْ اَنْفُسِهِمْ بِاَقْوَنِ بِرَبِّهِمْ بِحُضُوْرِ قُلُوْبِهِمْ
مَعَ اللهِ
Artinya: tasawuf itu
ialah mereka fana dari dirinya dan baqa dari tuhannya, karena kehadiran hati
mereka bersama Allah.
Tasawuf mengantarkan manusia untuk mendekatkan diri setingkat demi
setingkat kepada tuhannya, sehingga ia kemudian dekat berada di hadirat-Nya.
Dengan demikian maka tujuan terakhir dari tasawuf adalah berada dekat
sedekat-dekatnya di hadirat tuhan, dengan puncaknya menemui dan melihat
tuhannya.
C.
Ajaran Tasawuf Walisongo
Walisongo merupakan salah satu pejuang yang menyiarkan islam di
Indonesia tepatnya di tanah jawa. Memang banyak wali-wali yang membantu dalam
penyabaran agama islam di Indonesia ini, namun yang paling tersohor adalah
sembilan wali tersebut. walisongo itu merupakan orang-orang yang mulia yang telah
mensyi’arkan islam. Dari segi bahasa, wali yang ditulis dari aksara arab
memiliki arti orang yang mencintai atau orang yang dicintai.[15]
Dan apabila ditulis ولى bermakna seorang penguasa atau yang memerintah, sebab itu dalam
bahasa Indonesia ada sebutan “wali nagari dan lain sebagainya”. Waliyullahadalah orang-orang yang mencintaidandicintai
Allah SWT.[16]
Disampingsebagaimuballighislam,
walisongoiniadalah orang-orang yang memilikiperananpentingdalampemerintahan.
Walisongoinimemilikiperananrangkapyaknisebagaimuballighdansebagaipemimpinmasyarakatpendamping
raja.Olehkarenaitu, merekamemperolehgelarsunanataususuhunan (gelarbagipenguasa
di tanahjawa).Khususbagiwalisongo, masyarakatjawamemberijulukan “KanjengSunan”. Diantara mereka itu ialah Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan
Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus,
Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati.
1.
Sunan Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim adalah putra dari Maulana Muhammad Jumadil
Kubra bin Sayid Zainul Husain, bin Sayid Zainul Kubra, bin Sayid Zainul Abidin,
bin Husain, bin Fatimah, binti Muhammad SAW. (Saifuddin Zuhri: 267).[17]
Sedangkan wafatnya, beliau wafat di Gresik pada tanggal 12 Rabiul Awwal 822 H
/1419 M. Dan makamnya beliau terletak di
daerah pinggiran Kota Gresik.
Dalam seluruh usaha dakwahnya, Sunan Maulana Malik Ibrahim lebih
banyak mengutamakan masalah tauhid dan akhlak, masalah Tuhan dan ke-Esaannya
dan masalah perilaku manusia. Mengenai filsafat ketuhanan antara lain ia
mengatakan bahwa yang dinamakan Allah itu ialah sesungguhnya yang diperlukan
adanya.Perkataan tersebut adalah suatu ungkapan yang cukup halus dan mempunyai
arti yang sangat dalam. Mengapa ia tidak menyebutkan dengan tegas, hal ini
dapat dimaklumi, karena ia tidak mau secara spontan menyinggung dan menolak
ajaran dan kepercayaan lama yang ada dikalangan masyarakatnya pada waktu itu.
Usahanya lebih banyak mengutamakan akhlak, hal ini terlihat sebagaimana telah
diuraikan dimuka, bahwa ia selalu berusaha bergaul dengan akrab, ramah tamah,
dan berakhlak mulia. Sekalipun ia lebih banyak menonjolkan masalah tauhid dan
akhlak, namun tidak berarti ia tidak mempersoalkan syari’ah dan hukum. Dalam
hal ini ia dikenal sebagai pengikut paham syafi’iyyah.
2.
Sunan Ampel (1401 M-1452 M)
Nama aslinya adalah Raden Rahmat, beliau merupakan putra dari
Maulana Malik Ibrahim dan dibesarkan diluar jawa, diperkiraan mulai menetap di
jawa pada tahun 1431 M.[18]Sebagai
penyambung ayahandanya, maka ajarannya lebih banyak diutamakan kepada masalah
yang berkenaan dengan pemurniaan tauhid dan pembinaan akhlak. Hal ini dapat
kita lihat bagaimana pandangannya terhadap berbagai masalah kepercayaan dan
adat istiadat masyarakat dalam suatu permusyawaratan para wali. Sunan Ampel
dalam menyiarkan ajaran islam ketika itu mendapatkan usulan dari Sunan Kalijaga
agar dalam menyiarkan islam itu dengan cara adat kebiasaan masyarakat namun
ditambahkan dengan yang berbaur islam, akan tetapi Sunan Ampel ingin agar
masalah tauhid jangan sampai dicampur aduk dengan tradisi lama yang mungkin
sekali akan merusak terhadap tauhid sebenarnya.
Mengenai masalah syari’at, paham Sunan Ampeldapat kita lihat dalam
suatu wejangannya kepada Sunan Giri yang intinya[19],
bahwa yang pertama, shalat 5 waktu adalah suatu sarana untuk mengerti hakikat kesempurnaan.
Yang kedua melaksanakan shalat daim[20]
supaya batin seseorang dapat berjumpa dengan tuhan, terbuka alam ghaib, tajam
perasaan dan sanggup menerima wahyu. Dan apabila yang pertama dan yang kedua
itu dilaksanakan akan tetapi batinnya tidak dapat berhubungan dengan tuhan akan
sia-sia, karena sampai tingkat awam. Gambaran tersebut, menunjukkan bahwa Sunan
Ampel benar-benar mementingkan masalah ibadah sebagai suatu sarana mendekatkan
diri pada Allah. Dalam ibadah itu memerlukan konsentrasi batin yang hanya
terpusat hanya pada Allah semata.
3.
Sunan Bonang (1449 M-1525 M)
Nama lengkapnya adalah Maulana Makhdum Ibrahim beliau adalah salah
seorang dari putra Sunan Ampel. Primbon Sunan Bonang membuat wejangan-wejangan
yang didahului dengan basmallah, hamdalah dan shalawat. Isinya penjelasan yang
sistematis tentang usul suluk (tauhid dan tasawuf) dan berpangkal pada kalimat
syahadat. Dalam hubungan manusia dengan tuhan, Sunan Bonang selalu berusaha
menggambarkan tidak samanya manusia dengan tuhan. Bagi beliau ada dua pokok
penting yang harus diketahui yakni:[21]
yang pertama, pengakuan akan Allah sebagai khaliq yang Esa, dzat yang mandiri
dan penuh kekuasaan. Yang kedua, pengakuan akan adanya kebebasan bagi manusia
sebagai oknum dan pribadi juga mandiri. Dari segi ilmu kalam, antara manusia
dengan Allah adalah sebagai makhluk dan khaliq. Sedangkan dari segi ilmu
tasawuf, asyik dan maksyuk yang merindu dan yang dirindui. Beliau menggunakan
rumus padu doning kawulo gusti artinya serba bukannya hamba itu tuhan, keduanya
saling berbeda.
4.
Sunan Giri
Nama aslinya adalah Raden Paku, disebut juga Raden Ainul Yakin.
Lahir di Blambangan Jawa Timur. Beliau
putra dari Maulana Ishak adik dari Maulana Malik Ibrahim. Dalam penyampaiannya,
Sunan Giri menyampaikan ajarannya melalui permainan anak-anak dan berbagai
macam lagu yang berjiwa agama. Salah satu contoh karyanya adalah lagu lir-ilir.
Menurutnya, belimbing mempunyai lima segi, maksudnya sembahyang lima waktu.
Meskipun lunyu-lunyu (licin) tolong penyetkan juga. Maksudnya, walaupun shalat
lima waktu itu agak berat, tapi harus dilaksanakan juga. Gunanya untuk membasuh
jiwa kita yang kotor (dodotiro kumitir bedah ingpinggir). Hidup didunia ini
penuh kecenderungan kepada dosa, tapi shalat dan beramal shaleh bisa jadi bekal
dikemudian hari menghadap tuhan yang maha Esa.
Selainitu, Sunan Giri juga mengajarkan syari’at, thariqat, hakikat,
dan ma;rifat. Syari;at disebut juga alam nasut yang ditempuh dengan mengetahui
tujuan syari’at, kasih sayang sesama hidup, memahami perintah agama, beramal
shaleh dan selalu ingat kepada Allah. Thariqat disebut juga alam payakut, yang
ditempuh dengan jalan tawajjuh dan hidup sederhana (zuhud), taubat, tawakkal,
menyesali keburukan-keburukan yang pernah diperbuat dan ingat kepada Allah.
Hakikat disebut juga amal jabarut atau tingkat pembersihan, hatinya selalu
bersih, keyakinan mantap, hidup untuk melaksanakan perintah tuhan dan inilah
yang disebut haqqul yakin. Dan ma’rifat disebut juga lahut turuf, pengetahuan
‘ainul yakin, hidup hanya terpusat pada Allah sambil zikir kepada Allah yang
tidak putus-putusnya dan lenyap semua nafsu duniawinya.Namun bagimanapun
tingginya ma’rifat yang dicapai seseorang, syari’at tidak boleh ditinggalkan.[22]
Oleh karena itu, ibarat berlayar, syari’at adalah perahunya, thariqat adalah
tali layarnya, hakikat adalah penolak/penekan angin sedangkan ma’rifat adalah
sampainya ke tempat tujuan diseberang sana dalam artiaan sampai bertemu dengan tuhan.
5.
Sunan Drajat
Nama kecilnya syarifuddin atau sering disebut juga Raden Qosim.
Beliau adalah salah seorang putra Sunan Ampel. Sunan Drajat merupakan seorang
waliyullah yang berjiwa sosial. Sunan Drajat selalu mengajarkan kepada para
santrinya agar memelihara perutnya, makan dan minum sekedar yang diperlukan
bagi kesehatan tubuh dan rohani, tanpa berlebihan. Makan dan minum tidaklah
sembarangan makan dan minum, tetapi yang halal dan suci agar menjadi zat-zat
darah yang bersih bagi penguatan dan perbuatan manusia serta kejernihan jalan
pikirannya. Beliau selalu mengingatkan, bahwa perut yang terlalu kekenyangan
akan menjadi penyakit, otak menjadi tumpul, malas berfikir dan segan melakukan
ibadah, bahkan badan akan lebih berat dan berbau busuk ketika mati.
6.
Sunan Kalijaga
Sebutan lainnya adalah Raden Mas Syahid, putra dari Adipati
Wilwatikta, menantu Sunan Maulana Malik Ibrahim. Pada wejangan yang disampaikan
kepada Ageng Bayat, beliau mengatakan bahwa hidup di dunia ini tak kekal, akan
kembali ke tempat asalnya. Seperti orang yang pergi ke pasar akan kembali ke
rumahnya, jangan tersesat jalan. Bila tersesat, tak ada guna hidupnya, jiwanya
ternoda selamanya. Menurutnya dalam kehidupan tasawuf, seseorang yang ingin
menyempurnakan dirinya harus melalui tahap-tahap dalam perjalanan spiritualnya.[23]
Tahap paling dasar adalah syariat. Yakni tahap pelatihan badan agar dicapai
kedisiplinan dan kesegaran jasmani. Tahap selanjutnya yaitu tarekat. Tahap yang
lebih tinggi adalah hakikat. Tahap ini merupakan ujung dari semua perjalanan.
Ditahap ini seseorang diharapkan bisa menemukan kebenaran sejati. Dan tahap
terakhir dalam perjalanan penyempurnaan diri adalah makrifat. Tahap ini
sebenarnya merupakan buah dari tahap hakikat. Karena pada tahap ini, manusia
telah menyatukan dirinya dengan tuhan.
7.
Sunan Kudus
Sering disebut juga Ja’far ash- Shadiq putra dari R. Usman Haji
gelar Sunan Ngudung di Jipangpanolan disebelah Utara Blora Jawa Tengah. Beliau
terkenal dengan keahliannya dalam ilmu agama, seperti ilmu tauhid, ushul,
hadits, terutama dalam bidang fiqih. Menurutnya, hukum adalah sumber keadilan
dan keadilan menjiwai pelaksanaan hukum keadilan dan hukum adalah satu, tetapi
mempunyai sudut banyak, artinya keadilan dan hukum itu harus bisa dikatakan,
dilihat, dan dirasakan. Menurutnya, iman dan akhlak seseorang sebenarnya adalah
diukur dari ibadah dan akhlaknya, tapi juga harus diukur bagaimana ia ia kalau
sudah menghadapi masalah uang dan kekayaan.
8.
Sunan Muria
Nama lainnya Raden Prawoto atau Raden Umar Said, putra dari Sunan
Kalijaga. Sunan Muria mencerminkan seorang sufi atau ahli tasawuf. Beliau
merupakan seorang guru yang zuhud, baginya dunia ini sangat kecil. Meskipun
beliau tinggal di desa pendalaman, namun beliau sangat dihormati dan banyak
orang yang meminta nasihatnya dan doanya. Kediamana dan pesantren Sunan Muria
yang mengawal keselamatan pantai utara pulau jawa itu yang terpencil di
tanjung jepara, jawa tengah, sebuah
taman rohani yang lengang senyap jauh dari keramaian kota. Namun disanalah para
santri dari segenap pelosok mengisi ketenangan jiwanya tanpa banyak cerita. Di
bawah bimbingan Sunan Muria, orang-orang ini membenamkan dirinya untuk dzikir
kepada Allah SWT.
9.
Sunan Gunung Jati
Ketika mudanya bernama Raden Abdul Kadir dan nama lainnya adalah
Syarif Hidayatullah. Sunan Gunung Jati merupakan Sunan yang begitu banyak
jasanya dalam penyebaran islam di tanah air ini, tepatnya di tanah jawa bagian
barat. Dalam sejarah, tercatat bahwa Sunan Gunung Jatilah yang mengubah nama
Sunda Kelapa menjadi Jayakarta kemudian Jakarta. Setelah Sunan Gunung Jati
mulai sepuh, beliau mulai mengurangi kegiatannya dibidang pemerintahan. Menurutnya,
dakwah merupakan kunci membangun kembali umat islam untuk mengabdikan diri
kepada Allah dan masyarakat.[24]
Dalam mengharungi kehidupan ini, seseorang haruslah dibekali dengan takwa,
ibadah ,ilmu dan pengalaman. Sunan Gunung Jati berpesan kepada santrinya, bahwa
ilmu yang disebut mulia adalah ilmu yang menjadi sarana membangun takwa. Ilmu
yang palin utama adalah ilmu mengenai
ibadah disamping sendi-sendi iman dan amal yang paling utama adalah menjaga
budi pekerti yang luhur dengan akhlak yang mulia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Istilah tasawuf mulai muncul pada abad ketiga hijriyyah oleh Abu
Hasyim al-Kufy (w 250 H) dengan meletakkan al-sufi dibelakang namanya,
sebagaimana dikatakan oleh Nicholson bahwa sebelum sebelum Abu Hasyim al-Kufy
telah ada ahli yang mendahuluinya dalam zuhud, wara, tawakkal, dan dalam
mahabbah, akan tetapi dia adalh yang pertama kalinya diberi nama al-sufi. Dan
yang dinamakan tasawuf adalah perbuatan untuk menghindari diri dari perbuatan
negatif yang ada dalam diri manusia
menuju perbuatan yang positif dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Tasawuf mengantarkan manusia untuk mendekatkan diri setingkat demi setingkat
kepada tuhannya, sehingga ia kemudian dekat berada di hadirat-Nya. Dengan
demikian maka tujuan terakhir dari tasawuf adalah berada dekat sedekat-dekatnya
di hadirat tuhan, dengan puncaknya menemui dan melihat tuhannya.
Demikianlah, bahwa para wali telah menanamkan serta menyebarkan
islam di Indonesia dengan peranan mereka menurut keahliannya masing-masing.
Diantara mereka terdiri dari tokoh ‘allamah, sufi, seniman budayawan, ahli
hukum politisi, panglima perang, ahli ilmu sosial, juru penerang, pemimpin
buruh tani dsb.
Chodjim Achmad, Sunan Kalijaga Mistik dan Makrifat, Jakarta:
Serambi, 2013
Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta:
Yayasan Nurul Islam,
1981
Hidayat Nur, Akhlak Tasawuf, Yogyakarta: Ombak, 2013
Nur Edy Yusuf, Menggali Tasawuf yang Hakiki, Yogyakarta:
Suka-Press, 2014
Syukur Amin, Menggugat Tasawuf Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial
Abad 21,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999
Institute Agama Islam Negeri Sumatra Utara, Pengantar Ilmu
Tasawuf, Medan,
1983
[1]Institute Agama Islam Negeri Sumatra
Utara, PengantarIlmuTasawuf, hlm 224
[2]Ibid
[3]HM Amin Syukur, MenggugatTasawufSufismedanTanggungJawabSosial
Abad 21, (Yogyakarta; PustakaPelajar, 1999), hlm 8
[4] Edy
Yusuf Nur, Menggali Tasawuf yang Hakiki, (yogyakarta; Suka Press, 2014),
hlm 1
[5]
Ibid
[6] Ibid hlm
2
[7]Institute Agama Islam Negeri Sumatra
Utara, PengantarIlmuTasawuf, hlm 10
[8] Ibid
[9] Edy
Yusuf Nur, Menggali Tasawuf yang Hakiki, (Yogyakarta; Suka Press, 2014),
hlm 2
[10] Nur
Hidayat, Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta; Ombak, 2013), hlm 56
[11] Edy
Yusuf Nur, Menggali Tasawuf yang Hakiki, (Yogyakarta; Suka Press, 2014),
hlm 4
[12] Ibid
hlm 5
[13] Hamka, Tasawuf
Perkembangan dan Pemurniaannya, (Jakarta; Yayasan Nurul Islam, 1981) hlm 90
[14] Nur
Hidayat, Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta; Ombak, 2013), hlm 61
[15]Institute Agama Islam Negeri Sumatra
Utara,PengantarIlmuTasawuf, hlm 224
[16]Ibid
[18] Ibid
hlm 227
[19] Ibid
hlm 230
[20] Shalat
daim artinya menjauhkan diri dari godaan hawa nafsu dan tetap mengingat
mengingat tuhan dengan tiada putus-putusnya.
[21]Institute
Agama Islam Negeri Sumatra Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf, hlm 230
[22] Ibid
hlm 237
[23] Achmad
Chodjim, Sunan Kalijaga Mistik dan Makrifat, (Jakarta; Serambi, 2013) hlm 238
[24]Institute
Agama Islam Negeri Sumatra Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf, hlm 251
Tidak ada komentar:
Posting Komentar