Kamis, 19 Maret 2015

Mengupas Urgensi Tasawuf WaliSongo

Makalah Akhlak Tasawuf
Mengupas Urgensi Tasawuf WaliSongo



Nasih Ulwan
14360001

Perbandingan Madzhab dan Hukum
Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

2014

KATA PENGANTAR
Assalaamu ‘alaikum wr.wb
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
            Pujisyukurtercurahkankehadiratilaahirobbiatasnikmatdankuasanyasertakehendaknya, tugasmakalahmengenaipengembangantentangakhlaktasawufini yang membahastentang “mengupasurgensitasawufwalisongo” inidapatterselesaikansebagaimanamestinya. ShalawatdansalamsemogatetapsenantiasatercurahlimpahkankepadabagindakitaSayyidinawaMaulana Muhammad SAW, besertakeluarganya, paraSahabatnya, danmudah-mudahansampaikepadakitasekalianselakuummatnya.
            Pembahasantasawufwalisongoini, dibahasasemata-matauntukmengetahuibagaimanaupayamerekadalammendekatkandirikepada Allah SWT.Dan mudah-mudahandarimengetahuiinisemua, kitamenjaditertularbagaimanaupayamerekadalammendekatkandirikepada Allah SWT.Sebelumnyasayamohonmaafapabiladalampenulisanmakalahinibanyakditemukankesalahan.
Wassalaamu ‘alaikum wr.wb
                                               
Yogyakarta, Desember 2014

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A.    Latar Belakang............................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah........................................................................... 2
C.     Tujuan............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 3
A.    Pengertian Tasawuf........................................................................ 3
B.     Tujuan Tasawuf ............................................................................. 5
C.     Ajaran Tasawuf Walisongo............................................................ 6
BAB III PENUTUP....................................................................................... 12
A.    Kesimpulan..................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 13
                                                            
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Banyak cara dalam mendekat diri kepada Allah SWT. Setiap orang memiliki cara tersendiri dalam upayanya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Banyak beberapa tokoh didunia ini yang sudah menunjukkan kepada kita bagaimana perilaku mereka setelah merasa dirinya telah merasa dekat sampai-sampai ada yang merasa bahwa Allah itu menyatu dalam tubuh kita. Dan ada juga yang menunjukkan rasa kedekatannya kepada Allah dengan jalan mahabbah dan sampai-sampai dalam sepanjang hayatnya ia belum pernah menikah karena kecintaannya kepada Allah yang sangat besar.
            Dalam pembahasan makalah ini, sebelumnya akan menjelaskan kembali apa itu tasawuf, baik secara lughowiyyah maupun secara istilahiyyah. Selanjutnya akan menjelaskan manfaatnya tasawuf dalam kehidupan, dan inti dari segala pembahasan yaitu akan menjelaska bagaimana tasawufnya walisongo. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa walisongo itu merupakan orang-orang yang mulia yang telah mensyi’arkan islam di Indonesia tepatnya di tanah jawa ini. Dari segi bahasa, wali yang ditulis dari aksara arab memiliki arti orang yang mencintai atau orang yang dicintai.[1] Dan apabila ditulis ولى bermakna seorang penguasa atau yang memerintah, sebab itu dalam bahasa Indonesia ada sebutan “wali nagari dan lain sebagainya”. Waliyullahadalah orang-orang yang mencintaidandicintai Allah SWT.[2]
Disampingsebagaimuballighislam, walisongoiniadalah orang-orang yang memilikiperananpentingdalampemerintahan. Walisongoinimemilikiperananrangkapyaknisebagaimuballighdansebagaipemimpinmasyarakatpendamping raja.Olehkarenaitu, merekamemperolehgelarsunanataususuhunan (gelarbagipenguasa di tanahjawa).Khususbagiwalisongo, masyarakatjawamemberijulukan “KanjengSunan”.Sebetulnyajumlahwaliitu

banyakakantetapidalampembahasanini, akanmemfokuskankepadawalisongo. atausembilanwali yang lebihterkenaldalampenyi’arannya di Indonesia inikhususnya di tanahjawa.
B.     RumusanMasalah
            Dari pernyataandiatas, dapatdisimpulkanbahwapembuatanmakalahiniakanmenjelaskanterkaitbeberapa point, diantaranya:
1.      Apapengertiantasawufmenurutbahasa ?
2.      Apapengertiantasawufmenurutistilah ?
3.      Apatujuan tasawuf?
4.      Jelaskanbagaimanaajarantasawufnyawalisongo ?
C.     Tujuan
            Melihatbahsandiatasdenganini, pembuatanmakalahinimemilikitujuan, diantaranya:
1.      Mengetahuipengertiantasawufsecarabahasa.
2.      Mengetahuipengertiantasawufsecaraistilah.
3.      Mengetahui tujuantasawuf.
4.      Mengetahuipokok-pokokajaran tasawufwalisongo.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Sebutantasawufsejakmasanabimaupunmasakhulafaurrasyidinmemangbelumada. Namunpadamasanabi, parapengikutnabidisebutatauseringdipanggilsahabat.Panggilantersebutmerupakanpanggilan yang sangatberhargapadamasaitu.Sedangkanpadamasaberikutnyayaknimasasahabat, orang-orang muslim yang takberjumpadengannabihanyaberjumpadengansahabatnabidipanggiltabi’indandemikianseterusnyasampaitabi’ittabi’in.
Istilahtasawufmulaimunculpadaabadketigahijriyyaholeh Abu Hasyim al-Kufy (w 250 H) denganmeletakkan al-sufidibelakangnamanya, sebagaimanadikatakanoleh Nicholson bahwasebelumsebelum Abu Hasyim al-Kufytelahadaahli yang mendahuluinyadalamzuhud, wara, tawakkal, dandalammahabbah, akantetapidiaadalh yang pertamakalinyadiberinama al-sufi. (R. A. Nicholson, 1969).[3]
Banyak para ahli yang mengartikan apa itu tasawuf , akan tetapi disini penulis akan menjelaskan apa itu tasawuf  berdasarkan kebanyakan para ahli yang tertuju atau banyak kesamaannya dalam mengartikan apa itu tasawuf menurut bahasa.
1.      Tasawuf  yang  berarti safa (kesucian), ada yang mengatakan para sufi diberi nama sufi karena kesucian hati mereka dan keberhasilan tindakan mereka (athar). Bisr bin Haris berkata “sufi adalah orang yang hatinya tulus (safa) kepada Allah SWT.” [4]
2.      Tasawuf yang berarti saff (barisan), sufi disebut sufi karena mereka berada dibarisan paling pertama didepan Allah SWT, melalui pengangkatan keinginan mereka kepada-Nya dan tetapnya kerahasiaan mereka dihadapan-Nya.[5]
3.      Tasawuf berarti saffah al-masjid (serambi mesjid), istilah ini dihubungkan dengan suatu tempat di masjid Nabi yang didiami oleh sekelompok sahabat Nabi yang sangat fakir dan tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal dengan julukan ahlussuffah.[6] Suhrawardi mengatakan bahwa mereka bekumpul di mesjid madinah seperti halnya orang sufi berkumpul di Zawiyah dan Ribath.[7]
4.      Tasawuf  berarti suf (wol), karena kelihatan adanya hubungan antara memakai wol kasar dengan sikap yang meremehkan kesenangan duniawi kecenderungan hidup secara zuhud dan bertekun kepada beribadah.[8] Ada juga yang mengatakan bahwa mereka tidak memakai pakaian yang halus disentuh atau indah dilihat dalam artian hanya menggunakan kain wol hanya untuk menyenangkan jiwa.[9]
Dari definisi diatas ada juga yang menjelaskan tasawuf berdasarkan terminologi diantaranya menurut Ma’ruf al-Kurhi, tasawuf  adalah berpegang pada apa  yang hakiki dan menjauhi sifat tamak terhadap apa yang ada ditangan manusia.[10] DR. Ibrahim Hilal mengatakan bahwa tasawuf adalah jalan secara zuhud menjauhkan diri dari perhiasan hidup dalam segala bentuknya.[11] Tasawuf itu melalui bermacam-macam ibadah, wirid, dan lapar, berjaga diwaktu malam dengan memperbanyak shalat dan wirid, sehingga melemahlah unsur jasmaniyah dalam diri seseorang dan semakin kuatlah unsur jasmaniyah. Dari kedua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dinamakan tasawuf adalah perbuatan untuk menghindari diri dari perbuatan negatif  yang ada dalam diri manusia menuju perbuatan yang positif dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Salah satu pendapat yang menarik adalah yang dikemukakan oleh Abu Husain an-Nuri sebagaimana disebutkan dalam kitab tazkirotul awliya merupakan penyangkalan dari mereka yang mengatakan bahwa tasawuf merupakan suatu bentuk atau ilmu. Menurutnya tasawuf adalh akhlak. Beliau berkata bahwa tasawuf bukan merupakan suatu bentuk atau ilmu, tetapi ia adalh akhlak. Jika tasawuf merupakan suatu bentuk,tentu ia akan dapat dicapai dengan perjuangan. Begitu juga jika tasawuf merupakan suatu ilmu, tentu ia akan dapat dicapai dengan cara belajar. Namun tasawuf berakhlak dengan akhlak Allah SWT. Sedangkan akhlak lain tidak akan dapat dicapai dengan ilmu atau gambaran.[12] Sedangkan menurut Ibnu Qoyyim yang menganggap bahwa tasawuf itu ilmu dalam buku tasawufnya Madarij as-Salikin bahwasanya pokok tunggal dari ilmu ini ialah iradah (kemauan). Dialah sendinya dan ialah pokok kemauannya. Dia meliputi akan segala bagian-bagian dari pada hukum iradah yaitu gerak hati. Lantaran itu ia namai sebagai ilmu bathin.[13]
B.     Tujuan
            Tujuan dari tasawuf itu sendiri adalah “fana” untuk mencapai “ma’rifat”. Fana dalam arti filosofis meniadakan diri supaya ada, menurut ilmu tasawuf fana adalah leburnya pribadi pada kebaqaan Allah, dimana rasa kemanusiaan lenyap diliputi rasa ketuhanan.sedangkan pengertian ma’rifat adalah pengetahuan hakiki tentang tuhan, atau melihat tuhan dengan hati sanubari. Ahli-ahli tasawuf berkata:[14]
التَّصَوُّف : فُانُوْنٌ عَنْ اَنْفُسِهِمْ بِاَقْوَنِ بِرَبِّهِمْ بِحُضُوْرِ قُلُوْبِهِمْ مَعَ اللهِ
Artinya: tasawuf  itu ialah mereka fana dari dirinya dan baqa dari tuhannya, karena kehadiran hati mereka bersama Allah.
Tasawuf mengantarkan manusia untuk mendekatkan diri setingkat demi setingkat kepada tuhannya, sehingga ia kemudian dekat berada di hadirat-Nya. Dengan demikian maka tujuan terakhir dari tasawuf adalah berada dekat sedekat-dekatnya di hadirat tuhan, dengan puncaknya menemui dan melihat tuhannya.

C.    Ajaran Tasawuf  Walisongo
Walisongo merupakan salah satu pejuang yang menyiarkan islam di Indonesia tepatnya di tanah jawa. Memang banyak wali-wali yang membantu dalam penyabaran agama islam di Indonesia ini, namun yang paling tersohor adalah sembilan wali tersebut. walisongo itu merupakan orang-orang yang mulia yang telah mensyi’arkan islam. Dari segi bahasa, wali yang ditulis dari aksara arab memiliki arti orang yang mencintai atau orang yang dicintai.[15] Dan apabila ditulis ولى bermakna seorang penguasa atau yang memerintah, sebab itu dalam bahasa Indonesia ada sebutan “wali nagari dan lain sebagainya”. Waliyullahadalah orang-orang yang mencintaidandicintai Allah SWT.[16]
Disampingsebagaimuballighislam, walisongoiniadalah orang-orang yang memilikiperananpentingdalampemerintahan. Walisongoinimemilikiperananrangkapyaknisebagaimuballighdansebagaipemimpinmasyarakatpendamping raja.Olehkarenaitu, merekamemperolehgelarsunanataususuhunan (gelarbagipenguasa di tanahjawa).Khususbagiwalisongo, masyarakatjawamemberijulukan “KanjengSunan”. Diantara mereka itu ialah Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati.
1.      Sunan Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim adalah putra dari Maulana Muhammad Jumadil Kubra bin Sayid Zainul Husain, bin Sayid Zainul Kubra, bin Sayid Zainul Abidin, bin Husain, bin Fatimah, binti Muhammad SAW. (Saifuddin Zuhri: 267).[17] Sedangkan wafatnya, beliau wafat di Gresik pada tanggal 12 Rabiul Awwal 822 H /1419 M. Dan makamnya beliau terletak  di daerah pinggiran Kota Gresik.
Dalam seluruh usaha dakwahnya, Sunan Maulana Malik Ibrahim lebih banyak mengutamakan masalah tauhid dan akhlak, masalah Tuhan dan ke-Esaannya dan masalah perilaku manusia. Mengenai filsafat ketuhanan antara lain ia mengatakan bahwa yang dinamakan Allah itu ialah sesungguhnya yang diperlukan adanya.Perkataan tersebut adalah suatu ungkapan yang cukup halus dan mempunyai arti yang sangat dalam. Mengapa ia tidak menyebutkan dengan tegas, hal ini dapat dimaklumi, karena ia tidak mau secara spontan menyinggung dan menolak ajaran dan kepercayaan lama yang ada dikalangan masyarakatnya pada waktu itu. Usahanya lebih banyak mengutamakan akhlak, hal ini terlihat sebagaimana telah diuraikan dimuka, bahwa ia selalu berusaha bergaul dengan akrab, ramah tamah, dan berakhlak mulia. Sekalipun ia lebih banyak menonjolkan masalah tauhid dan akhlak, namun tidak berarti ia tidak mempersoalkan syari’ah dan hukum. Dalam hal ini ia dikenal sebagai pengikut paham syafi’iyyah.
2.      Sunan Ampel (1401 M-1452 M)
Nama aslinya adalah Raden Rahmat, beliau merupakan putra dari Maulana Malik Ibrahim dan dibesarkan diluar jawa, diperkiraan mulai menetap di jawa pada tahun 1431 M.[18]Sebagai penyambung ayahandanya, maka ajarannya lebih banyak diutamakan kepada masalah yang berkenaan dengan pemurniaan tauhid dan pembinaan akhlak. Hal ini dapat kita lihat bagaimana pandangannya terhadap berbagai masalah kepercayaan dan adat istiadat masyarakat dalam suatu permusyawaratan para wali. Sunan Ampel dalam menyiarkan ajaran islam ketika itu mendapatkan usulan dari Sunan Kalijaga agar dalam menyiarkan islam itu dengan cara adat kebiasaan masyarakat namun ditambahkan dengan yang berbaur islam, akan tetapi Sunan Ampel ingin agar masalah tauhid jangan sampai dicampur aduk dengan tradisi lama yang mungkin sekali akan merusak terhadap tauhid sebenarnya.
Mengenai masalah syari’at, paham Sunan Ampeldapat kita lihat dalam suatu wejangannya kepada Sunan Giri yang intinya[19], bahwa yang pertama, shalat 5 waktu adalah suatu sarana untuk mengerti hakikat kesempurnaan. Yang kedua melaksanakan shalat daim[20] supaya batin seseorang dapat berjumpa dengan tuhan, terbuka alam ghaib, tajam perasaan dan sanggup menerima wahyu. Dan apabila yang pertama dan yang kedua itu dilaksanakan akan tetapi batinnya tidak dapat berhubungan dengan tuhan akan sia-sia, karena sampai tingkat awam. Gambaran tersebut, menunjukkan bahwa Sunan Ampel benar-benar mementingkan masalah ibadah sebagai suatu sarana mendekatkan diri pada Allah. Dalam ibadah itu memerlukan konsentrasi batin yang hanya terpusat hanya pada Allah semata.
3.      Sunan Bonang (1449 M-1525 M)
Nama lengkapnya adalah Maulana Makhdum Ibrahim beliau adalah salah seorang dari putra Sunan Ampel. Primbon Sunan Bonang membuat wejangan-wejangan yang didahului dengan basmallah, hamdalah dan shalawat. Isinya penjelasan yang sistematis tentang usul suluk (tauhid dan tasawuf) dan berpangkal pada kalimat syahadat. Dalam hubungan manusia dengan tuhan, Sunan Bonang selalu berusaha menggambarkan tidak samanya manusia dengan tuhan. Bagi beliau ada dua pokok penting yang harus diketahui yakni:[21] yang pertama, pengakuan akan Allah sebagai khaliq yang Esa, dzat yang mandiri dan penuh kekuasaan. Yang kedua, pengakuan akan adanya kebebasan bagi manusia sebagai oknum dan pribadi juga mandiri. Dari segi ilmu kalam, antara manusia dengan Allah adalah sebagai makhluk dan khaliq. Sedangkan dari segi ilmu tasawuf, asyik dan maksyuk yang merindu dan yang dirindui. Beliau menggunakan rumus padu doning kawulo gusti artinya serba bukannya hamba itu tuhan, keduanya saling berbeda.
4.      Sunan Giri
Nama aslinya adalah Raden Paku, disebut juga Raden Ainul Yakin. Lahir di Blambangan Jawa Timur.  Beliau putra dari Maulana Ishak adik dari Maulana Malik Ibrahim. Dalam penyampaiannya, Sunan Giri menyampaikan ajarannya melalui permainan anak-anak dan berbagai macam lagu yang berjiwa agama. Salah satu contoh karyanya adalah lagu lir-ilir. Menurutnya, belimbing mempunyai lima segi, maksudnya sembahyang lima waktu. Meskipun lunyu-lunyu (licin) tolong penyetkan juga. Maksudnya, walaupun shalat lima waktu itu agak berat, tapi harus dilaksanakan juga. Gunanya untuk membasuh jiwa kita yang kotor (dodotiro kumitir bedah ingpinggir). Hidup didunia ini penuh kecenderungan kepada dosa, tapi shalat dan beramal shaleh bisa jadi bekal dikemudian hari menghadap tuhan yang maha Esa.
Selainitu, Sunan Giri juga mengajarkan syari’at, thariqat, hakikat, dan ma;rifat. Syari;at disebut juga alam nasut yang ditempuh dengan mengetahui tujuan syari’at, kasih sayang sesama hidup, memahami perintah agama, beramal shaleh dan selalu ingat kepada Allah. Thariqat disebut juga alam payakut, yang ditempuh dengan jalan tawajjuh dan hidup sederhana (zuhud), taubat, tawakkal, menyesali keburukan-keburukan yang pernah diperbuat dan ingat kepada Allah. Hakikat disebut juga amal jabarut atau tingkat pembersihan, hatinya selalu bersih, keyakinan mantap, hidup untuk melaksanakan perintah tuhan dan inilah yang disebut haqqul yakin. Dan ma’rifat disebut juga lahut turuf, pengetahuan ‘ainul yakin, hidup hanya terpusat pada Allah sambil zikir kepada Allah yang tidak putus-putusnya dan lenyap semua nafsu duniawinya.Namun bagimanapun tingginya ma’rifat yang dicapai seseorang, syari’at tidak boleh ditinggalkan.[22] Oleh karena itu, ibarat berlayar, syari’at adalah perahunya, thariqat adalah tali layarnya, hakikat adalah penolak/penekan angin sedangkan ma’rifat adalah sampainya ke tempat tujuan diseberang sana dalam  artiaan sampai bertemu dengan tuhan.
5.      Sunan Drajat
Nama kecilnya syarifuddin atau sering disebut juga Raden Qosim. Beliau adalah salah seorang putra Sunan Ampel. Sunan Drajat merupakan seorang waliyullah yang berjiwa sosial. Sunan Drajat selalu mengajarkan kepada para santrinya agar memelihara perutnya, makan dan minum sekedar yang diperlukan bagi kesehatan tubuh dan rohani, tanpa berlebihan. Makan dan minum tidaklah sembarangan makan dan minum, tetapi yang halal dan suci agar menjadi zat-zat darah yang bersih bagi penguatan dan perbuatan manusia serta kejernihan jalan pikirannya. Beliau selalu mengingatkan, bahwa perut yang terlalu kekenyangan akan menjadi penyakit, otak menjadi tumpul, malas berfikir dan segan melakukan ibadah, bahkan badan akan lebih berat dan berbau busuk ketika mati.

6.      Sunan Kalijaga
Sebutan lainnya adalah Raden Mas Syahid, putra dari Adipati Wilwatikta, menantu Sunan Maulana Malik Ibrahim. Pada wejangan yang disampaikan kepada Ageng Bayat, beliau mengatakan bahwa hidup di dunia ini tak kekal, akan kembali ke tempat asalnya. Seperti orang yang pergi ke pasar akan kembali ke rumahnya, jangan tersesat jalan. Bila tersesat, tak ada guna hidupnya, jiwanya ternoda selamanya. Menurutnya dalam kehidupan tasawuf, seseorang yang ingin menyempurnakan dirinya harus melalui tahap-tahap dalam perjalanan spiritualnya.[23] Tahap paling dasar adalah syariat. Yakni tahap pelatihan badan agar dicapai kedisiplinan dan kesegaran jasmani. Tahap selanjutnya yaitu tarekat. Tahap yang lebih tinggi adalah hakikat. Tahap ini merupakan ujung dari semua perjalanan. Ditahap ini seseorang diharapkan bisa menemukan kebenaran sejati. Dan tahap terakhir dalam perjalanan penyempurnaan diri adalah makrifat. Tahap ini sebenarnya merupakan buah dari tahap hakikat. Karena pada tahap ini, manusia telah menyatukan dirinya dengan tuhan.
7.      Sunan Kudus
Sering disebut juga Ja’far ash- Shadiq putra dari R. Usman Haji gelar Sunan Ngudung di Jipangpanolan disebelah Utara Blora Jawa Tengah. Beliau terkenal dengan keahliannya dalam ilmu agama, seperti ilmu tauhid, ushul, hadits, terutama dalam bidang fiqih. Menurutnya, hukum adalah sumber keadilan dan keadilan menjiwai pelaksanaan hukum keadilan dan hukum adalah satu, tetapi mempunyai sudut banyak, artinya keadilan dan hukum itu harus bisa dikatakan, dilihat, dan dirasakan. Menurutnya, iman dan akhlak seseorang sebenarnya adalah diukur dari ibadah dan akhlaknya, tapi juga harus diukur bagaimana ia ia kalau sudah menghadapi masalah uang dan kekayaan.
8.      Sunan Muria
Nama lainnya Raden Prawoto atau Raden Umar Said, putra dari Sunan Kalijaga. Sunan Muria mencerminkan seorang sufi atau ahli tasawuf. Beliau merupakan seorang guru yang zuhud, baginya dunia ini sangat kecil. Meskipun beliau tinggal di desa pendalaman, namun beliau sangat dihormati dan banyak orang yang meminta nasihatnya dan doanya. Kediamana dan pesantren Sunan Muria yang mengawal keselamatan pantai utara pulau jawa itu yang terpencil di tanjung  jepara, jawa tengah, sebuah taman rohani yang lengang senyap jauh dari keramaian kota. Namun disanalah para santri dari segenap pelosok mengisi ketenangan jiwanya tanpa banyak cerita. Di bawah bimbingan Sunan Muria, orang-orang ini membenamkan dirinya untuk dzikir kepada Allah SWT.
9.      Sunan Gunung Jati
Ketika mudanya bernama Raden Abdul Kadir dan nama lainnya adalah Syarif Hidayatullah. Sunan Gunung Jati merupakan Sunan yang begitu banyak jasanya dalam penyebaran islam di tanah air ini, tepatnya di tanah jawa bagian barat. Dalam sejarah, tercatat bahwa Sunan Gunung Jatilah yang mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta kemudian Jakarta. Setelah Sunan Gunung Jati mulai sepuh, beliau mulai mengurangi kegiatannya dibidang pemerintahan. Menurutnya, dakwah merupakan kunci membangun kembali umat islam untuk mengabdikan diri kepada Allah dan masyarakat.[24] Dalam mengharungi kehidupan ini, seseorang haruslah dibekali dengan takwa, ibadah ,ilmu dan pengalaman. Sunan Gunung Jati berpesan kepada santrinya, bahwa ilmu yang disebut mulia adalah ilmu yang menjadi sarana membangun takwa. Ilmu yang palin  utama adalah ilmu mengenai ibadah disamping sendi-sendi iman dan amal yang paling utama adalah menjaga budi pekerti yang luhur dengan akhlak yang mulia.







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Istilah tasawuf mulai muncul pada abad ketiga hijriyyah oleh Abu Hasyim al-Kufy (w 250 H) dengan meletakkan al-sufi dibelakang namanya, sebagaimana dikatakan oleh Nicholson bahwa sebelum sebelum Abu Hasyim al-Kufy telah ada ahli yang mendahuluinya dalam zuhud, wara, tawakkal, dan dalam mahabbah, akan tetapi dia adalh yang pertama kalinya diberi nama al-sufi. Dan yang dinamakan tasawuf adalah perbuatan untuk menghindari diri dari perbuatan negatif  yang ada dalam diri manusia menuju perbuatan yang positif dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tasawuf mengantarkan manusia untuk mendekatkan diri setingkat demi setingkat kepada tuhannya, sehingga ia kemudian dekat berada di hadirat-Nya. Dengan demikian maka tujuan terakhir dari tasawuf adalah berada dekat sedekat-dekatnya di hadirat tuhan, dengan puncaknya menemui dan melihat tuhannya.
Demikianlah, bahwa para wali telah menanamkan serta menyebarkan islam di Indonesia dengan peranan mereka menurut keahliannya masing-masing. Diantara mereka terdiri dari tokoh ‘allamah, sufi, seniman budayawan, ahli hukum politisi, panglima perang, ahli ilmu sosial, juru penerang, pemimpin buruh tani dsb.

DAFTAR PUSTAKA
Chodjim Achmad, Sunan Kalijaga Mistik dan Makrifat, Jakarta: Serambi, 2013
Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta: Yayasan Nurul Islam,
1981
Hidayat Nur, Akhlak Tasawuf, Yogyakarta: Ombak, 2013
Nur Edy Yusuf, Menggali Tasawuf yang Hakiki, Yogyakarta: Suka-Press, 2014
Syukur Amin, Menggugat Tasawuf Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999
Institute Agama Islam Negeri Sumatra Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf, Medan,
1983


[1]Institute Agama Islam Negeri Sumatra Utara, PengantarIlmuTasawuf, hlm 224
[2]Ibid
[3]HM Amin Syukur, MenggugatTasawufSufismedanTanggungJawabSosial Abad 21, (Yogyakarta; PustakaPelajar, 1999), hlm 8
[4] Edy Yusuf Nur, Menggali Tasawuf yang Hakiki, (yogyakarta; Suka Press, 2014), hlm 1
[5] Ibid                                                                              
[6] Ibid hlm 2
[7]Institute Agama Islam Negeri Sumatra Utara, PengantarIlmuTasawuf, hlm 10
[8] Ibid
[9] Edy Yusuf Nur, Menggali Tasawuf yang Hakiki, (Yogyakarta; Suka Press, 2014), hlm 2
[10] Nur Hidayat, Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta; Ombak, 2013), hlm 56
[11] Edy Yusuf Nur, Menggali Tasawuf yang Hakiki, (Yogyakarta; Suka Press, 2014), hlm 4
[12] Ibid hlm 5
[13] Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniaannya, (Jakarta; Yayasan Nurul Islam, 1981) hlm 90
[14] Nur Hidayat, Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta; Ombak, 2013), hlm 61
[15]Institute Agama Islam Negeri Sumatra Utara,PengantarIlmuTasawuf, hlm 224
[16]Ibid
[17]Ibidhlm 226
[18] Ibid hlm 227
[19] Ibid hlm 230
[20] Shalat daim artinya menjauhkan diri dari godaan hawa nafsu dan tetap mengingat mengingat tuhan dengan tiada putus-putusnya.
[21]Institute Agama Islam Negeri Sumatra Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf, hlm 230
[22] Ibid hlm 237
[23] Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga Mistik dan Makrifat, (Jakarta; Serambi, 2013) hlm 238
[24]Institute Agama Islam Negeri Sumatra Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf, hlm 251

Tidak ada komentar:

Posting Komentar