BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Sebagai mana kita ketahui bahwa unsur utama yang harus di penuhi untuk memenuhi
syarat-syarat ibadah seperti sholat dan lain sebagai nya hendak lah di awali
dengan bersuci. Bersuci adalah syarat utama untuk mendirikan sholat atau thawaf di
baitullah al-haram. Bersuci bukan hanya menjadi pintu gerbang utama dalam melakukan
ibadah kepada Allah SWT. berwudhu, mandi junub atau tayammum adalah cara
bersuci yang allah terangkan dalam al qur’an dengan jelas.
Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam
thaharah, kita sebagai muslim harus dan wajib mengatahui cara-cara bersuci
karna bersuci adalah dasar ibadah bagi ummat islam, dalam kehidupan sehari-hari
kita tidak terlepas dari hal-hal yang kotor sehingga sebelum memulai aktifitas
kita menghadap tuhan atau beribadah haruslah dimulai dengan bersuci baik dengan
cara berwudhu, mandi maupun bertayammum. kalau kita melihat dan membaca dengan
teliti hamper seluruh kitab-kitab fiqih akan diawali dengan bab thaharah ini
menunjukan kan kepada kita betapa thaharah menjadi hal yang mendasar dan
menjukkan kepada kita betapa pentingnya masalah thaharah ini.
Namun, walau pun menjadi hala yang
mendasara bagi ummat islam namun masih banyak dari ummat islam yang tidak faham
tentang thaharah, najis-najis dan jenis-jenis air yang di gunakan untuk
bersuci. makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih ibadah
sekaligus mudah-mudahan dapat membuat teman-teman Perbandingan Mazhab paham
masalah yang mendasar ini dan media belajar dan mempelajari masalah-masalah
thaharah.
B. Rumusan masalah
Apakah pengertian thaharah ?
Sebutkan dalil-dalil hukum thaharah ?
Sebutkan macam-macam air ?
Sebutkan macam-macam najis ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian thaharah
Sebelum
membahas dasar-dasar hukum thaharah, kami akan membahasa tentang pengertian
thaharah :
Thaharah
berasal dari bahasa arab yakni طهر- يطهر- طهرة yang artinya bersuci
Thaharah berarti
kebersihan dan kesucian dari berbagai kotoran[1]
atau bersih dan suci dari kotoran atau najis yang dapat dilihat (najis hissi)
dan najis ma’nawi (yang tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan kemaksiatan.[2]
Sedangkan dalam buku yang lain secara etimologi “thaharah” berarti “kebersihan”
ketika dikatakan saya menyucikan pakaian maka yang dimaksud adalah saya
membersihkan pakaian.[3]
Dalam buku Fiqh ibadah[4]
secara bahasa ath-thaharah berarti
bersih dari kotoran-kotoran, baik yang kasat mata maupun tidak.[5]
Sedangkan menurut istilah atau terminologi thaharah adalah menghilangkan
hadas, menghilangkan najis, atau melakukan sesuatu yang semakna atau memiliki
bentuk serupa dengan kedua[6]
kegiatan tersebut[7].
Dalam buku yang lain mengatakan bahwa thaharah adalah bersih dari
najis haqiqi yakni khabast atau najis hukmi yakni hadast[8],
devenisi yang dibuat oleh mazhab maliki dan hambali sama dengan devenisi yang
digunkan oleh ulama mazhab hanafi mereka mengatakan bahwa thaharah adalah
menghilangkan apa yang menghalangi sholat yaitu hadats atau najis dengan
menggunakan air ataupun menghilangkan hukumnya dengan tanah[9]
Al-Imam ibnu Qodamah al Maqdisi mengatakan bahwa thaharah memiliki
4 tahapan yakni[10]
:
Pertama: menyucikan
lahir dari hadats, najis-najis, dan kotoran-kotoran.
Kedua: menyucikan
anggota tubuh dari dosa dan kemaksiatan.
Ketiga : menyucikan
hati dari akhlak-akhlak tercela dan sifat-sifat buruk.
Keempat: menyucikan
hati dari selain allah.
Prof. Dr. Zakiyah Darajat membagi thaharah menjadi dua bagian yakni
lahir dan batin, bersuci batin adalah mensucikan diri dari dosa dan kemasiatan.cara
mensucikan dengan cara bertaubat dengan sungguh-sungguh dari segala dosa dan
kemaksiatan dari kotoran kemusrikan, keraguan dan kebencian dengki, curang,
tipuan, takabur, ria caranya dengan bertindak ikhlas. Yakin, cinta kebaikan,
benar, thawadu’, hanya mengharapkan ridho allah bagi setiap perbutan[11]
Kebersihan lahir ialah bersih dari kotoran dan hadats, kebersihan
dari kotoran, cara menghilangkan dengan menghilangkan kotoran itu pada tempat
ibadah, pakaian yang di pakai pada badan seseorang. Sedangkan kebersihan dari
hadats dilakukan dengan mengambil air widhu dan mandi[12]
Thaharah
dari hadats ada tiga macam yakni mandi, wudhu, dan tayammum. Alat yang
digunakan untuk mandi dan wudhu adalah air dan tanah(debu) untuk tayammum.
Dalam hal ini air harus dalam keadaan suci lagi menyucikan atau di sebut dengan
air muthlak sedangkan tanah/debu harus memenuhi beberapa syarat yang di
tentukan[13]
B.
Dasar hukum thaharah
Artinya : Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar
gembira, dekat sebelum kedatangan rahmatnya(hujan) dan kami turunkan air
dari langit air yang bersih(QS.Al-Furqan:48)
Wahbah az
zuhaili dalam tafsir al munir menjelaskan, maksud ayat ini adalah allah
menurunkan air yang suci sebagai alat bersuci baik untuk tubuh, pakaian, maupun
yang lain sebab kata thahur berarti sesuatu yang digunakan untuk
thaharah(bersuci), sebagaimana kata wudhu yang di gunakan untuk berwudhu.[14]
Dan perhatikanlah surah al mudatsir ayat 3 dan 4 yang berbunyi
sebagai berikut
وَثِيَابَكَ
فَطَهِّرْ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
Artinya : dan pakaian mu
bersihkanlah dan seluruh kotoran termasuk berhala jauhilah
(QS.Al-Muddatsir:4,5)
Allah SWT menyuruh manusia untuk
membersihkan pakaian dan segala kotoran yang termasuk berhala. Membersihkan
pakaian dapat di artikan dengan membersihak pakaian lahir[15]
dan pakaian batin[16].
Jadi dengan ayat diatas, allah megatakan bahwa kebersihkan dari lahir dan batin
itu harus dipadukan, sebab diantara keduanya harus di padukan dan saling
berhubungan.[17]
Dan perhatikan lah hadits nabi
تنظفوالكل
مااستطعتم فاان لله تعلى بنى لاسلام على النظافةولايدخل الجنة الانطيف(رواه
الطبرانى)
Artinya : janganlah selalu kebersihan sedapat mungkin,
karna allah swt membangun islam di atas kebersihan, dan tidak akan masuk surge
kecuali orang-orang yang bersih (H.R Athabrany)[18]
Kebersihan
atau bersuci menjadi media utama mendekatkan diri kepada Allah karena Allah
mencintai orang-orang yang mensucikan dirinya, perhatikan lah surah Al-Baqorah
ayat 222
إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ
الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya : sesungguhnya allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri
(QS.Al-Baqarah:222).[19]
Ada pun dalil-
dalil yang di kemukakan oleh Wahbah Az Zuhaily adalah nabi muhammad saw
bersabda
مفتح الصلاة الطهوروتحريمهاالتكبيرويحليلها التسليم
Artinya : kunci
sholat ialah suci, yang menyebabkan haram melakukan perkara – perkara yang yang
di halalkan sebelum sholat adalah takbiratul ihram dan yang menghalalkan
melakukan perkara yang diharamkan sewaktu sholat ialah salam[20].
Rasulullah saw juga bersabda :
الطهور شطر الايمان
Prof.Dr. Zakiah Daradjad dalam
bukunya mengemukakan dalil- dalil tentang thaharah sebagai berikut
وان كنتم جنبا فاطهروا
Artinya : dan jika kamu junub maka
bersucilah(mandi)
C.
BAB AIR
Allah telah memuliakan air, ketika ia menjadikannya sebagai poros
kehidupan di bumi, menjadikannya sebagai sesuatu yang suci, menghubungkannya
dengan berbagai macam ibadah. Dengan air seorang muslim menghilangkan junubnya,
dengan air pula seorang muslim berwudhu untuk menyempurnakan kesuciannya,
sehinnga dia bisa menghadap kepada Allah dalam ibadah yang agung seperti
sholat,thawaf serta membaca dan menyentuh mushaf AlQur’an yang mulia. Dengan
air pula seorang muslim membersihkan dirinya dari najis yang ada di
tubuhnya,pakaiannya dan segala yang ia miliki. Sungguh Allah telah memuliakan
air untuk kebutuhan kita.[23]
1.
Macam-Macam Air
Ditinjau dari
segi hukumnya, air dapat di bagi dalam empat bagian:
a.
Air suci dan mensucikan,
yaitu air mutlak artinya air yang masih sewajarnya dikatakan air atau air yang
masih murni, dapat digunakan untuk bersuci tanpa ada makruh padanya.[24]
Air seperti ini disebut sebagai air mutlaq karena jika ia dimutlakkan
(pengertiannya tidak dibatasi), maka masih tetap dinamakan air dan kondisinya
serta karakternya sebagai air tidak berubah, tetap pada kondisi aslinya. Jadi
yang air mutlak (air yang suci mensucikan) adalah air yang suci zat dan
esensinya yaitu ketika dimasuki zat lain ia tidak menjadi najis. Air yang
termasuk dalam kategori ini ada tujuh macam yaitu air hujan, air sumur, air
laut, air sungai, air salju, air telaga, air embun.[25] Pada
initinya jika air itu masih tetap dalam kondisi dan karakter awal sebagai air,
tidak berubah satupun dari rasa, warna dan bau maka hukum menggunakan air ini
adalah suci mensucikan tanpa ada keraguan padanya.
b.
Air yang suci dan tidak menyucikan
عن ابى هريره رصى الله
عنه ان النبى صلى الله علىه و سلم قال لا يغسل احدكم فى الماءالدائم وهوجنب
فقالوا:يا اباهريره كيف يفعل ؟ يتناوله تناولا(رواه مسلم)
Artinya :dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bersabda : tidak seorang
pun diantara kalian mandi dalam air tergenang dalam keadaan junub.orang-orang
bertanya : hai Abu Hurairah bagaimana nabi mandi, ia menjawab : beliau mengambil air dengan hati-hati
(HR-Muslim 283)
Air suci tapi
tidak mensucikan atau air musta’mal yaitu air yang telah digunakan untuk
menghilangkan najis meskipun rasa, warna, dan bau tidak berubah.[26]
Air musta’mal tidak dapat digunakan untuk bersuci karena tidak bisa menyucikan
zat lain karena fungsi awalnya adalah sebagai air suci mensucikan,namun setelah
dipakai untuk bersuci maka fungsi tersebut telah hilang,bergantilah ia menjadi
air musta’amal yaitu air hasil atau bekas dari bersuci, Meskipun air tersebut
masih tetap dalam kondisi dan karakter awal dari sebuah air. Namun jika air
musta’mal tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga mencapai dua qullah maka
hukumnya menjadi suci mensucikan. Air yang mencapai dua qullah tidak menjadi
najis karena ada najis di dalamnya kecuali jika perubahan karakter sebuah air
telihat dengan jelas maka air tersebut menjadi najis.[27]
Contoh lain dari air ini adalah air suci namun hanya tersedia dalam jumlah
sedikit. Misalnya segelas atau hanya segayung.
c.
Air makruh yaitu air suci,dapat
mensucikan namun makruh di gunakan. Air yang masuk dalam kategori ini adalah
air musyammas yaitu air yang menjadi panas atau di panaskan dengan matahari
dalam bejana logam, besi atau tembaga selain emas dan perak. Hukum makruh yang
di maksud adalah jika penggunaan air musyammas digunakan untuk badan. Jika
digunakan untuk tujuan lain seperti cuci baju, menyiram bunga dan lain-lain
maka hukumnya tidak makruh alias boleh-boleh saja. Karena menurut dugaan
menggunakan air musyammas dapat menyebabkan penyakit kusta.[28]
d.
air mutanajis atau air najis
yaitu air yang terkena najis sedang jumlahnya kurang dari qullah.[29]
Atau mencapai dua qullah atau lebih tapi karakternya sebagai air sudah berubah
dengan jelas, baik dari segi rasa, warna ataupun bau. Air dua qulllah atau air
yang banyak menurut kebiasaan tidak menjadi najis hanya karena ada najis yang
memasukinya kecuali jika terjadi perubahan pada air tersebut meskipun sedikit.
Maka air ini tidak suci dan tidak mensucikan. Jika perubahan terjadi dengan
hilangnya perubahan karena najis maka air tersebut menjadi suci, jika perubahan
tersebut karena penambahan air suci lain. Namun jika karena hal lain misalnya
minyak kesturi, minyak, debu dan lain-lain maka air tersebut tetap dalam keadaa
tidak suci.,Sedangkan air yang tidak mencapai dua qullah jika kemasuka najis
maka air itu dihukumi najis, meskipun air tersebut tidak berubah sifatnya sama
sekali. Ada beberapa pengecualian suatu air tidak menjadi najis meskipun air
tersebut kurang dari dua qullah. pengecualiannya sebagai berikut:
1)
Najis
yang memasuki air tersebut adalah najis yang tidak dapat dilihat dengan mata
normal
2)
Air
tersebut kemasukan bangkai yang tidak memiliki darah mengalir seperti lalat,
nyamuk, semut, lebah, kutu binatang, kutu rambut, kalajengking dan lain-lain.
Kecuali jika bangkai tersebut mengubah air tersebut, atau bangkai tersebut
sengaja dilemparkan kedalam air. Jika bangkai dilemparka dalam keadan hidup
maka air tidak menjadi najis meskipun pada akhirnya ia mati dalam air tersebut.
3)
Jilatan
kucing pada air menggenang atau pada air yang mengalir. Ini dikarenakan kucing
bukanlah hewan najis.
4)
Asap
dari barang najis dalam kadar yang sedikit.
5)
Debu
najis dari kotoran binatang. Debu kotoran tidak dapat menajiskan anggota tubuh
yang basah.
Jika najis padat yang
masuk dalam air yang mencapai dua qullah, maka menurut pendapat yang azhar,
diperbolehkan bagi seseorang mengambil air tersebut dari sisi mana saja, tidak
wajib menghindari sisi yang kena najis, karena keseluruhan air tersebut
hukumnya suci. Jika air tersebut merubah sifat air, maka menurut pendapat yang
shohih yaitu:jika jumlah air yang
tersisa tidak berubah sifatnya namun air tersebut kurang dari dua qullah maka hukum
air itu adalah najis. Jika sia air tersebut tidak berubah dan mencapai dua
qullah atau lebih, maka air tersebut suci.[30]
D.
NAJIS
1.
Pengertian Najis
Secara etimologi najis berarti
sesuatu yang dapat mengotori,menjijikan. Sedangkan menurut istilah syara’,
najis adalah sesuatu yang kotor dan dapat menghalangi keabsahan shalat selama
tidak ada sesuatu yang meringankan.
2.
Macam-Macam Najis
Najis terdapat terdiri dari beberapa
macam baik berbentuk cairan maupun berbentuk padat antara lain:
a.
Bangkai
binatang yang hidup di darat kecuali belalang, sedangkan bangkai binatang yang
hidup di laut hukumnya suci.
b.
Darah.
Termasuk dalam hal ini darah haid, darah nifas, dan darah istihadhah.
c.
Segala
sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur yaitu berupa kencing, sebagaimana
sabda nabi yang menyuruh sahabat untuk menyiram air seni dari seorang badui yang kencing di masjid, kotoran atau
tahi, madzi atau cairan encer yang keluar tanpa syahwat yang kuat juga dihukumi
najis, wadzi yaitu cairan berwarna putih keruh yang keluar setelah kencing atau
sehabis melakukan pekerjaan berat, serta batu kemih yang keluar setelah buang
air kecil. Sedangkan sperma baik dari manusia atau binatang adalah suci
terkecuali sperma babi dan anjing. Dasar dari sperma adalah suci adalah hadist
dari aisyah ra. bahawa aisyah pernah menggaruk sperma yang telah kering dari
pakaian Rasulullah saw. kemudian pakaian itu dipakai oleh Beliau untuk sholat.
Sperma dapat dihukumi najis jika ketika setelah kencing seseorang belum mencuci
kemaluannya kemudian keluar sperma atau ketika sparma bercampur dengan madzi,
dan hal ini sering terjadi. Sehingga agak susah membedakan madzi dan mani.
d.
Anjing
dan babi dan segala yang bertalian dengannya.
e.
Khamr,
atau minuman yang memabukkan. Hal ini didasarkan pada firman Allah pd surah al
maidah ayat 90.
Artinya : hai orang-orang beriman sesungguhnya meminum khamar, berjudi,
berqurban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keci
dan termasuk perbuatan syeitan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
beruntung (QS-Al-Maidah,90)
Kata rijs pada ayat tersebut menurut
syara’ adalah najis. Segala minuman yang memabukkan itu adalah najis. Sedangkan
zat lain yang memabukkan tapi tidak berbentuk cair seperti ganja dan
shabu-shabu tidak dikategorikan najis meskipun mengonsumsinya itu haram.
f.
Nanah.
Dalam penyebutannya nanah terbagi dua yaitu qaih yaitu sejenis nanah yang
keluar dari jerawat dan bisul. Qaih dimasukkan dalam najis karena sebenarnya
nanah adalah darah yang sudah berubah dan tidak lagi tercampur dengan darah,
dan shaded yaitu sejenis nanah yang bercampur dengan darah. Termasuk juga
cairan bisul serta cairan nanah entah baunya amsih berbau darah atau sudah
berubah.
g.
anggota
yang dipotong dari bagian binatang yang masih hidup tanpa melalui
penyembelihan. hukumnya adalah sama dengan bangkai. Kecuali sesuatu yang
terpisah dari manusia, belalang, dan ikan. Misalnya rambut manusia. Adapun
hukum sesuatu yang terpisah dari binatang
yang tidak boleh dimakan dagingnya maka ia adalah najis. Jika kita ragu apakah
bagian itu berasal dari hewan yang boleh dimakan atau tidak, maka hukumnya
suci.
Semua jenis najis tidak dapat
berubah suci kecuali pada tiga macam yaitu:
a.
khamr
dengan tempatnya/wadahnya karena sudah menjadi cuka, yaitu melalui proses
fermentasi
b.
kulit
yang najis dapat menjadi suci jika disamak baik again dalam maupun bagian
luarnya. Menyamak kulit didak bole dengan cara menjemur,menggunakan
debu,dipanggang atau di asinkan karena semua cara ini tidak menghilangkannajis
pada permukaan kulit.
c.
binatang
yang muncul dari organ yang sudah mati
adalah suci. M Misalnya bangkai yang mengeluarkan belatung. Alasannya karena
terdapat unsure kehidupan di dalamnya.[31]
Najis juga dibagi menjadi tiga
tingkatan yaitu:
a.
Najis
mukhafafah yaitu najis ringan, seperti kencing bayi laki-laki yang belum
berumur 2 tahun dan belum pernh makan sesuatu kecuali air susu ibunya.[32]
Untuk membersihkan nya tidak dicuci
melainkan hanya diperciki air saja. Adapun kencing bayi perempuan dihukumi
najis dan harus di siram atau di cuci hingga baunya hilang. Dalam syarah Shahih
muslim, Imam Nawawi mengatakan:Sesungguhnya memercikkan air pada kencing bayi
sudah memadai selama bayi tersebut semata-mata hanya menyusui pada ibunya.
Apabila bayi tersebut sudah memakan makanan tambahan untuk mengenyangkan,maka
wajib mencucinya tanpa adaperbedaan pendapat di kalangan ulama. Bagi bayi yang
sejak lahir disupai kurma tidaklah ada halangan untuk memerciki
kencingnya,sebab yang demikian itu tidaklah dianggap memakan makanan tambahan
selain air susu ibu.perbuatan menyuapi bayi dengan kurma adalah sunnah nabi.
Jika bayi memakan selain ASI seperti minum obat atau madu,namun untuk tujuan
tertentu,misalnya berobat maka, air kencingnya tetap dipercikkan bukan di basuh
atau di cuci.[33]
b.
Najis
mutawasithah yaitu najis sedang. Yaitu najis selain dari bayi dan ajing serta
babi, seperti segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur manusia dan
binatang, kecuali air mani, barang cair dan memabukkan,susu hewan yang tidak
hala dagingnya untuk dimakan, bangkai, juga tulang dan bulunya,keculai bangkai
ikan dan belalang. Najis mutawasithah trbagi menjadi dua yaitu najis ‘ainiyah
yaitu najis yang dapat diketahui dengan indra atau berwujud. Yang kedua adlah
najis hukmiyah yaitu najis yang tidak Nampak, seperti bekas kencing atau arak
yang sudah kering. Menghilangkan najis ‘ainiyah hukumya wajib hingga rasa warna
dan bau najis tersebut hilang. Membersihkan najis hukmiyah cukup dengan
mengalirkan air di atas najis tersebut dengan satu siraman tanpa disyaratkan
niat.
c.
Najis
mugalladzah yaitu najis berat seperti anjing dan babi.[34]
Jilatan dari kedua hewan ini harus dicuci sebanyak tujuh kali yang salah
satunya dicampur dengan tanah. Air liur anjing itu najis,jika ia menjilati
sebuah bejana maka bejana itu pun harus di cuci sebanyak tujuh kali yang salah
satunya dengan menggunakan tanah. Dalam hal ini najis terletak pada mulut dan
air liur anjing. Sedangkan bulunya tidak najis jika dalam keadaan kering. Begitupun
babi, keseluruhannya adalah najis sebagaimana firman Allah dalam QS.Al
An’am:145 dan QS.Almaidah:3. Akan tetapi ulama memperbolehkan menjahit dengan
menggunakan bulu babi.[35]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari makalah yang kami buat
ini kami simpulkan bahwa thaharah sangat penting bagi seorang orang muslim
dalam menjalani kehidupannya. Karena pada dasarnya manusia itu fitrahnya adalah
bersih dan membenci hal –hal yang kotor. Oleh karena itu wajarlah jika ajaran
islam menyuruh untuk berthaharah dan menjaga kebersihan. Selain itu dengan
thaharah seseorang diajarkan untuk sadar dan mandiri dalam menjaga dirinya dari
hal-hal kotor memahami arti dari sopan santun karena seorang muslim harus suci
ketika berhadapan dengan Allah dalam sholatnya,karena Allah menyukai
orang-orang yang taubat dan membersihkan dirinya.
Mudah-mudahan ulasan
dan penjelasan tentang thaharah, dasar hukum, jenis air dan jenis najis yang di
paparkan pada makalah ini menjadi pengetahuan dan tambahan bagi kita dan
mengingatkan kepada kita bahwa jauh-jauh hari islam telah mengajarkan kepada
kita tentang kebersihan oleh karna sudah layak dan pantas lah kita sebagai kaum
muslimin menjadi pelopor dalam menjaga kebersihan baik itu kebersihan badan kita
maupun kebersihan di sekitar kita.
Mungkin dalam makalah ini banyak sekali
kesalahan dan kesilapan penyusun. Dengan rendah hati kami memohon maaf yang
sebesar-besarnya, mudah-mudahan menjadi manfaat bagi kita semua. Walhamdulillahirabbil
‘alamin
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Karim
Az zuhaili,Prof
.Dr. Wahbah.2010.Fiqih Imam
Syafi’I. Jakarta. Almahira
Az
Zuhaili Prof. Dr .Wahbah. 2010. Fiqih Islam Wa Adillatuhu.
Depok. Gema Insani.
Darajat, Prof.
Dr. Zakiyah.1995. Ilmu Fiqih. Jakarta. dana bakti
wakaf.
Drs.Babudin.S.Ag dan Tim Penyusun
Kementrian Agama Republik Indonesia. 2005.Fiqih Untuk X madrasah aliyah, Jakarta. intimedia
ciptanusantara
H.Abd.Kholiq
Hasan. 2008. Tafsir Ibadah. Yogyakarta. Pustaka Pesantren.
Imam An-Nawawi, Majmu’ Syarah Al
Muhadzab,Pustaka Azzam, Jakarta , 2009
Al-Imam ibnu Qudamah Al Maqdisi.
2012Mukhtasar Minhajul Qasidin. Jakarta. Darul Haq.
Nasution,DRS.
LahmuddinM.Ag. fiqh 1. Logos.
Rifa’I .Moh. 2001. Risalah
Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang. PT.Karya Toha Putra.
Ulfa,Maria.Risalah
Fikih Wanita.Surabaya.Terbi Terang
Uwaidah,Muhammad.Kamil.Fiqih Wanita.Jakarta. Al-Kautsar
Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam
Dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. 2010. Fiqh Ibadah. Jakarta. Amzah
.
[1]
Imam An-Nawawi, Majmu’ Syarah Al Muhadzab,Pustaka Azzam, Jakarta , 2009,
hlm 234
[2]
Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Gema Insani,Depok,2010,
hlm 202
[3]
Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, Almahira, Jakarta,2010 hlm 86
[4]
Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh
Ibadah,Amzah, Jakarta,2010, hlm 3
[5]Pengertian
yang di kemukakan oleh Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan Prof. Dr. Abdul
Wahhab Sayyed Hawwas hampir sama dengan apa yang di kemukakan oleh Prof. Dr
.Wahbah Az Zuhaili.
[6]
Yang dimaksud dengan “semakna dengan keduanya” yakni tayamum dan beberapa mandi
yang disunnahkan dan ungkapan “memiliki bentuk yang serupa dengan kedua nya”
meliputi basuhan kedua atau ketiga ketika menghilangkan hadas dan najis.
Pembahasan thaharah meliputi beberapa pembahasan seperti wudhu, mandi,
menghilangkan najis dan tayamum
[7]
Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, Almahira, Jakarta,2010 hlm 86
[8]
Khabats adalah adalah sesuatu yang kotor menurut syara’ adapun hadats adalah
sifat syara’ yang melekata pada anggota tubuh dan dapat dihilangkan
thaharah(kesucian)
[9]
Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Gema
Insani,Depok,2010, hlm 203
[10]
Al-Imam ibnu Qudamah Al Maqdisi, Mukhtasar Minhajul Qasidin, Darul Haq,
Jakarta, 2012, hlm 14
[11]
Prof. Dr. Zakiyah Darajat, Ilmu Fiqih, dana bakti wakaf, jakarta, 1995, hlm 10
[12]
Prof. Dr. Zakiyah Darajat, Ilmu Fiqih, dana bakti wakaf, jakarta, 1995, hlm 10
[15]
Yang dimaksud dengan membersihkan pakaian lahir adalah membersihkan diri dari
hadast dan najis dengan berwudhu dan mandi.
[16]
Yang dimaksud dengan membersihkan pakaian batin adalah membersihkan dari
kesyirikan dan lain-lain
[17]Drs.Babudin.S.Ag
dan Tim Penyusun Kementrian Agama Republik Indonesia, Fiqih Untuk X madrasah
aliyah, intimedia ciptanusantara, Jakarta, 2005, hlm 3
[19]
Drs.Babudin.S.Ag dan Tim Penyusun Kementrian Agama Republik Indonesia, Fiqih
Untuk X madrasah aliyah, intimedia ciptanusantara, Jakarta, 2005, hlm 4
[20] Dalam keterangan nya hadist ini shahih dan
hasan yangdi petik oleh Abu Daud, Tarmidzi Dan Ibnu Majah Dari Ali Bin Abi
Thalib(Nasbur Rayah,Jilid 1 Hlm 307)
[23] Tuntunan Thaharah,:,,hlm 3
[24] Moh.Rifa’i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap,
Semarang, PT.Karya
Toha Putra,
2001, hlm. 13
[25] ibid, hlm 13
[26] ibid,
hlm 13
[27]Prof
.Dr. Wahbah azzuhaili, Fiqih Imam Syafi’I, Jakarta, Almahira, 2010, hlm 89
[28] ibid,
hlm 90
[29] Moh
Rifa’I, , Risalah
Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang, PT.Karya
Toha Putra,
2001, hlm 14
[30] Prof
.Dr. Wahbah azzuhaili, Fiqih Imam Syafi’I, Jakarta, Almahira, 2010, hal 91-92
[31] Prof
.Dr. Wahbah azzuhaili, Fiqih Imam Syafi’I, Jakarta, Almahira, 2010, hlm 99-105
[32] Moh
Rifa’I, , Risalah
Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang, PT.Karya
Toha Putra,
2001, hlm 14
[34] Moh
Rifa’I, , Risalah
Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang, PT.Karya
Toha Putra,
2001. hal 15
makalahnya sangat membantu
BalasHapusmakalah nya lengkap dengan referensinya jadi tambah keren
BalasHapus