Kamis, 28 Mei 2015

Makalah Tentang Thaharah


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Pendahuluan

Sebagai mana kita ketahui bahwa unsur  utama yang harus di penuhi untuk memenuhi syarat-syarat ibadah seperti sholat dan lain sebagai nya hendak lah di awali dengan bersuci. Bersuci adalah syarat utama untuk mendirikan sholat atau thawaf di baitullah al-haram. Bersuci bukan hanya menjadi pintu gerbang utama dalam melakukan ibadah kepada Allah SWT. berwudhu, mandi junub atau tayammum adalah cara bersuci yang allah terangkan dalam al qur’an dengan jelas.

 

Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam thaharah, kita sebagai muslim harus dan wajib mengatahui cara-cara bersuci karna bersuci adalah dasar ibadah bagi ummat islam, dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari hal-hal yang kotor sehingga sebelum memulai aktifitas kita menghadap tuhan atau beribadah haruslah dimulai dengan bersuci baik dengan cara berwudhu, mandi maupun bertayammum. kalau kita melihat dan membaca dengan teliti hamper seluruh kitab-kitab fiqih akan diawali dengan bab thaharah ini menunjukan kan kepada kita betapa thaharah menjadi hal yang mendasar dan menjukkan kepada kita betapa pentingnya masalah thaharah ini.

 

Namun, walau pun menjadi hala yang mendasara bagi ummat islam namun masih banyak dari ummat islam yang tidak faham tentang thaharah, najis-najis dan jenis-jenis air yang di gunakan untuk bersuci. makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih ibadah sekaligus mudah-mudahan dapat membuat teman-teman Perbandingan Mazhab paham masalah yang mendasar ini dan media belajar dan mempelajari masalah-masalah thaharah.

 

B.     Rumusan masalah

Apakah pengertian thaharah ?

Sebutkan dalil-dalil hukum thaharah ?

Sebutkan macam-macam air ?

Sebutkan macam-macam najis ?

 

 

           

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian thaharah

Sebelum membahas dasar-dasar hukum thaharah, kami akan membahasa tentang pengertian thaharah :

Thaharah berasal dari bahasa arab yakni طهر- يطهر- طهرة   yang artinya bersuci

Thaharah berarti kebersihan dan kesucian dari berbagai kotoran[1] atau bersih dan suci dari kotoran atau najis yang dapat dilihat (najis hissi) dan najis ma’nawi (yang tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan kemaksiatan.[2] Sedangkan dalam buku yang lain secara etimologi “thaharah” berarti “kebersihan” ketika dikatakan saya menyucikan pakaian maka yang dimaksud adalah saya membersihkan pakaian.[3] Dalam buku Fiqh ibadah[4] secara bahasa ath-thaharah  berarti bersih dari kotoran-kotoran, baik yang kasat mata maupun tidak.[5]

Sedangkan menurut istilah atau terminologi thaharah adalah menghilangkan hadas, menghilangkan najis, atau melakukan sesuatu yang semakna atau memiliki bentuk serupa dengan kedua[6] kegiatan tersebut[7].

Dalam buku yang lain mengatakan bahwa thaharah adalah bersih dari najis haqiqi yakni khabast atau najis hukmi yakni hadast[8], devenisi yang dibuat oleh mazhab maliki dan hambali sama dengan devenisi yang digunkan oleh ulama mazhab hanafi mereka mengatakan bahwa thaharah adalah menghilangkan apa yang menghalangi sholat yaitu hadats atau najis dengan menggunakan air ataupun menghilangkan hukumnya dengan tanah[9]

Al-Imam ibnu Qodamah al Maqdisi mengatakan bahwa thaharah memiliki 4 tahapan yakni[10] :

Pertama: menyucikan lahir dari hadats, najis-najis, dan kotoran-kotoran.

Kedua: menyucikan anggota tubuh dari dosa dan kemaksiatan.

Ketiga : menyucikan hati dari akhlak-akhlak tercela dan sifat-sifat buruk.

Keempat: menyucikan hati dari selain allah.

Prof. Dr. Zakiyah Darajat membagi thaharah menjadi dua bagian yakni lahir dan batin, bersuci batin adalah mensucikan diri dari dosa dan kemasiatan.cara mensucikan dengan cara bertaubat dengan sungguh-sungguh dari segala dosa dan kemaksiatan dari kotoran kemusrikan, keraguan dan kebencian dengki, curang, tipuan, takabur, ria caranya dengan bertindak ikhlas. Yakin, cinta kebaikan, benar, thawadu’, hanya mengharapkan ridho allah bagi setiap perbutan[11]

Kebersihan lahir ialah bersih dari kotoran dan hadats, kebersihan dari kotoran, cara menghilangkan dengan menghilangkan kotoran itu pada tempat ibadah, pakaian yang di pakai pada badan seseorang. Sedangkan kebersihan dari hadats dilakukan dengan mengambil air widhu dan mandi[12]

Thaharah dari hadats ada tiga macam yakni mandi, wudhu, dan tayammum. Alat yang digunakan untuk mandi dan wudhu adalah air dan tanah(debu) untuk tayammum. Dalam hal ini air harus dalam keadaan suci lagi menyucikan atau di sebut dengan air muthlak sedangkan tanah/debu harus memenuhi beberapa syarat yang di tentukan[13]

B.     Dasar hukum thaharah

H.abdul khaliq Hasan mengemukakan salah satu landasan hukum thaharah adalah surah al Furqan ayat 11

 

 

Artinya : Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, dekat sebelum kedatangan rahmatnya(hujan) dan kami turunkan air dari langit air yang bersih(QS.Al-Furqan:48)

Wahbah az zuhaili dalam tafsir al munir menjelaskan, maksud ayat ini adalah allah menurunkan air yang suci sebagai alat bersuci baik untuk tubuh, pakaian, maupun yang lain sebab kata thahur berarti sesuatu yang digunakan untuk thaharah(bersuci), sebagaimana kata wudhu yang di gunakan untuk berwudhu.[14]

Dan perhatikanlah surah al mudatsir ayat 3 dan 4 yang berbunyi sebagai berikut

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ   وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ

Artinya : dan pakaian mu bersihkanlah dan seluruh kotoran termasuk berhala jauhilah (QS.Al-Muddatsir:4,5)

Allah SWT menyuruh manusia untuk membersihkan pakaian dan segala kotoran yang termasuk berhala. Membersihkan pakaian dapat di artikan dengan membersihak pakaian lahir[15] dan pakaian batin[16]. Jadi dengan ayat diatas, allah megatakan bahwa kebersihkan dari lahir dan batin itu harus dipadukan, sebab diantara keduanya harus di padukan dan saling berhubungan.[17]

Dan perhatikan lah hadits nabi

تنظفوالكل مااستطعتم فاان لله تعلى بنى لاسلام على النظافةولايدخل الجنة الانطيف(رواه الطبرانى)

Artinya : janganlah selalu kebersihan sedapat mungkin, karna allah swt membangun islam di atas kebersihan, dan tidak akan masuk surge kecuali orang-orang yang bersih (H.R Athabrany)[18]

Kebersihan atau bersuci menjadi media utama mendekatkan diri kepada Allah karena Allah mencintai orang-orang yang mensucikan dirinya, perhatikan lah surah Al-Baqorah ayat 222

إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya : sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri (QS.Al-Baqarah:222).[19]

Ada pun dalil- dalil yang di kemukakan oleh Wahbah Az Zuhaily adalah nabi muhammad saw bersabda

مفتح الصلاة الطهوروتحريمهاالتكبيرويحليلها التسليم

Artinya : kunci sholat ialah suci, yang menyebabkan haram melakukan perkara – perkara yang yang di halalkan sebelum sholat adalah takbiratul ihram dan yang menghalalkan melakukan perkara yang diharamkan sewaktu sholat ialah salam[20].

Rasulullah saw juga bersabda :

الطهور شطر الايمان

Artinya : kesucian adalah sebahagian dari iman[21].[22]

Prof.Dr. Zakiah Daradjad dalam bukunya mengemukakan dalil- dalil tentang thaharah sebagai berikut

  وان كنتم جنبا فاطهروا

Artinya : dan jika kamu junub maka bersucilah(mandi)

C.    BAB AIR

Allah telah memuliakan air, ketika ia menjadikannya sebagai poros kehidupan di bumi, menjadikannya sebagai sesuatu yang suci, menghubungkannya dengan berbagai macam ibadah. Dengan air seorang muslim menghilangkan junubnya, dengan air pula seorang muslim berwudhu untuk menyempurnakan kesuciannya, sehinnga dia bisa menghadap kepada Allah dalam ibadah yang agung seperti sholat,thawaf serta membaca dan menyentuh mushaf AlQur’an yang mulia. Dengan air pula seorang muslim membersihkan dirinya dari najis yang ada di tubuhnya,pakaiannya dan segala yang ia miliki. Sungguh Allah telah memuliakan air untuk kebutuhan kita.[23]

 

1.   Macam-Macam Air

Ditinjau dari segi hukumnya, air dapat di bagi dalam empat bagian:

a.      Air suci dan mensucikan, yaitu air mutlak artinya air yang masih sewajarnya dikatakan air atau air yang masih murni, dapat digunakan untuk bersuci tanpa ada makruh padanya.[24] Air seperti ini disebut sebagai air mutlaq karena jika ia dimutlakkan (pengertiannya tidak dibatasi), maka masih tetap dinamakan air dan kondisinya serta karakternya sebagai air tidak berubah, tetap pada kondisi aslinya. Jadi yang air mutlak (air yang suci mensucikan) adalah air yang suci zat dan esensinya yaitu ketika dimasuki zat lain ia tidak menjadi najis. Air yang termasuk dalam kategori ini ada tujuh macam yaitu air hujan, air sumur, air laut, air sungai, air salju, air telaga, air embun.[25] Pada initinya jika air itu masih tetap dalam kondisi dan karakter awal sebagai air, tidak berubah satupun dari rasa, warna dan bau maka hukum menggunakan air ini adalah suci mensucikan tanpa ada keraguan padanya.

b.      Air yang suci dan tidak menyucikan

عن ابى هريره رصى الله عنه ان النبى صلى الله علىه و سلم قال لا يغسل احدكم فى الماءالدائم وهوجنب فقالوا:يا اباهريره كيف يفعل ؟ يتناوله تناولا(رواه مسلم)

Artinya :dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bersabda : tidak seorang pun diantara kalian mandi dalam air tergenang dalam keadaan junub.orang-orang bertanya : hai Abu Hurairah bagaimana nabi mandi, ia menjawab  : beliau mengambil air dengan hati-hati (HR-Muslim 283)

 

Air suci tapi tidak mensucikan atau air musta’mal yaitu air yang telah digunakan untuk menghilangkan najis meskipun rasa, warna, dan bau tidak berubah.[26] Air musta’mal tidak dapat digunakan untuk bersuci karena tidak bisa menyucikan zat lain karena fungsi awalnya adalah sebagai air suci mensucikan,namun setelah dipakai untuk bersuci maka fungsi tersebut telah hilang,bergantilah ia menjadi air musta’amal yaitu air hasil atau bekas dari bersuci, Meskipun air tersebut masih tetap dalam kondisi dan karakter awal dari sebuah air. Namun jika air musta’mal tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga mencapai dua qullah maka hukumnya menjadi suci mensucikan. Air yang mencapai dua qullah tidak menjadi najis karena ada najis di dalamnya kecuali jika perubahan karakter sebuah air telihat dengan jelas maka air tersebut menjadi najis.[27] Contoh lain dari air ini adalah air suci namun hanya tersedia dalam jumlah sedikit. Misalnya segelas atau hanya segayung.

c.       Air makruh yaitu air suci,dapat mensucikan namun makruh di gunakan. Air yang masuk dalam kategori ini adalah air musyammas yaitu air yang menjadi panas atau di panaskan dengan matahari dalam bejana logam, besi atau tembaga selain emas dan perak. Hukum makruh yang di maksud adalah jika penggunaan air musyammas digunakan untuk badan. Jika digunakan untuk tujuan lain seperti cuci baju, menyiram bunga dan lain-lain maka hukumnya tidak makruh alias boleh-boleh saja. Karena menurut dugaan menggunakan air musyammas dapat menyebabkan penyakit kusta.[28]

d.   air mutanajis atau air najis yaitu air yang terkena najis sedang jumlahnya kurang dari qullah.[29] Atau mencapai dua qullah atau lebih tapi karakternya sebagai air sudah berubah dengan jelas, baik dari segi rasa, warna ataupun bau. Air dua qulllah atau air yang banyak menurut kebiasaan tidak menjadi najis hanya karena ada najis yang memasukinya kecuali jika terjadi perubahan pada air tersebut meskipun sedikit. Maka air ini tidak suci dan tidak mensucikan. Jika perubahan terjadi dengan hilangnya perubahan karena najis maka air tersebut menjadi suci, jika perubahan tersebut karena penambahan air suci lain. Namun jika karena hal lain misalnya minyak kesturi, minyak, debu dan lain-lain maka air tersebut tetap dalam keadaa tidak suci.,Sedangkan air yang tidak mencapai dua qullah jika kemasuka najis maka air itu dihukumi najis, meskipun air tersebut tidak berubah sifatnya sama sekali. Ada beberapa pengecualian suatu air tidak menjadi najis meskipun air tersebut kurang dari dua qullah. pengecualiannya sebagai berikut:

1)      Najis yang memasuki air tersebut adalah najis yang tidak dapat dilihat dengan mata normal

2)      Air tersebut kemasukan bangkai yang tidak memiliki darah mengalir seperti lalat, nyamuk, semut, lebah, kutu binatang, kutu rambut, kalajengking dan lain-lain. Kecuali jika bangkai tersebut mengubah air tersebut, atau bangkai tersebut sengaja dilemparkan kedalam air. Jika bangkai dilemparka dalam keadan hidup maka air tidak menjadi najis meskipun pada akhirnya ia mati dalam air tersebut.

3)      Jilatan kucing pada air menggenang atau pada air yang mengalir. Ini dikarenakan kucing bukanlah hewan najis.

4)      Asap dari barang najis dalam kadar yang sedikit.

5)      Debu najis dari kotoran binatang. Debu kotoran tidak dapat menajiskan anggota tubuh yang basah.

    Jika najis padat yang masuk dalam air yang mencapai dua qullah, maka menurut pendapat yang azhar, diperbolehkan bagi seseorang mengambil air tersebut dari sisi mana saja, tidak wajib menghindari sisi yang kena najis, karena keseluruhan air tersebut hukumnya suci. Jika air tersebut merubah sifat air, maka menurut pendapat yang shohih  yaitu:jika jumlah air yang tersisa tidak berubah sifatnya namun air tersebut kurang dari dua qullah maka hukum air itu adalah najis. Jika sia air tersebut tidak berubah dan mencapai dua qullah atau lebih, maka air tersebut suci.[30]

D.    NAJIS

1.   Pengertian Najis

Secara etimologi najis berarti sesuatu yang dapat mengotori,menjijikan. Sedangkan menurut istilah syara’, najis adalah sesuatu yang kotor dan dapat menghalangi keabsahan shalat selama tidak ada sesuatu yang meringankan.

2.   Macam-Macam Najis

Najis terdapat terdiri dari beberapa macam baik berbentuk cairan maupun berbentuk padat antara lain:

a.       Bangkai binatang yang hidup di darat kecuali belalang, sedangkan bangkai binatang yang hidup di laut hukumnya suci.

b.      Darah. Termasuk dalam hal ini darah haid, darah nifas, dan darah istihadhah.

c.       Segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur yaitu berupa kencing, sebagaimana sabda nabi yang menyuruh sahabat untuk menyiram air seni dari seorang  badui yang kencing di masjid, kotoran atau tahi, madzi atau cairan encer yang keluar tanpa syahwat yang kuat juga dihukumi najis, wadzi yaitu cairan berwarna putih keruh yang keluar setelah kencing atau sehabis melakukan pekerjaan berat, serta batu kemih yang keluar setelah buang air kecil. Sedangkan sperma baik dari manusia atau binatang adalah suci terkecuali sperma babi dan anjing. Dasar dari sperma adalah suci adalah hadist dari aisyah ra. bahawa aisyah pernah menggaruk sperma yang telah kering dari pakaian Rasulullah saw. kemudian pakaian itu dipakai oleh Beliau untuk sholat. Sperma dapat dihukumi najis jika ketika setelah kencing seseorang belum mencuci kemaluannya kemudian keluar sperma atau ketika sparma bercampur dengan madzi, dan hal ini sering terjadi. Sehingga agak susah membedakan madzi dan mani.

d.      Anjing dan babi dan segala yang bertalian dengannya.

e.       Khamr, atau minuman yang memabukkan. Hal ini didasarkan pada firman Allah pd surah al maidah ayat 90.


 

 

 

Artinya : hai orang-orang beriman sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berqurban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keci dan termasuk perbuatan syeitan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung (QS-Al-Maidah,90)

 

Kata rijs pada ayat tersebut menurut syara’ adalah najis. Segala minuman yang memabukkan itu adalah najis. Sedangkan zat lain yang memabukkan tapi tidak berbentuk cair seperti ganja dan shabu-shabu tidak dikategorikan najis meskipun mengonsumsinya itu haram.

f.       Nanah. Dalam penyebutannya nanah terbagi dua yaitu qaih yaitu sejenis nanah yang keluar dari jerawat dan bisul. Qaih dimasukkan dalam najis karena sebenarnya nanah adalah darah yang sudah berubah dan tidak lagi tercampur dengan darah, dan shaded yaitu sejenis nanah yang bercampur dengan darah. Termasuk juga cairan bisul serta cairan nanah entah baunya amsih berbau darah atau sudah berubah.

g.      anggota yang dipotong dari bagian binatang yang masih hidup tanpa melalui penyembelihan. hukumnya adalah sama dengan bangkai. Kecuali sesuatu yang terpisah dari manusia, belalang, dan ikan. Misalnya rambut manusia. Adapun hukum sesuatu yang  terpisah dari binatang yang tidak boleh dimakan dagingnya maka ia adalah najis. Jika kita ragu apakah bagian itu berasal dari hewan yang boleh dimakan atau tidak, maka hukumnya suci.

 

Semua jenis najis tidak dapat berubah suci kecuali pada tiga macam yaitu:

a.       khamr dengan tempatnya/wadahnya karena sudah menjadi cuka, yaitu melalui proses fermentasi

b.      kulit yang najis dapat menjadi suci jika disamak baik again dalam maupun bagian luarnya. Menyamak kulit didak bole dengan cara menjemur,menggunakan debu,dipanggang atau di asinkan karena semua cara ini tidak menghilangkannajis pada permukaan kulit.

c.       binatang yang muncul dari organ  yang sudah mati adalah suci. M Misalnya bangkai yang mengeluarkan belatung. Alasannya karena terdapat unsure kehidupan di dalamnya.[31]

 

Najis juga dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu:

a.       Najis mukhafafah yaitu najis ringan, seperti kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum pernh makan sesuatu kecuali air susu ibunya.[32] Untuk membersihkan nya tidak dicuci melainkan hanya diperciki air saja. Adapun kencing bayi perempuan dihukumi najis dan harus di siram atau di cuci hingga baunya hilang. Dalam syarah Shahih muslim, Imam Nawawi mengatakan:Sesungguhnya memercikkan air pada kencing bayi sudah memadai selama bayi tersebut semata-mata hanya menyusui pada ibunya. Apabila bayi tersebut sudah memakan makanan tambahan untuk mengenyangkan,maka wajib mencucinya tanpa adaperbedaan pendapat di kalangan ulama. Bagi bayi yang sejak lahir disupai kurma tidaklah ada halangan untuk memerciki kencingnya,sebab yang demikian itu tidaklah dianggap memakan makanan tambahan selain air susu ibu.perbuatan menyuapi bayi dengan kurma adalah sunnah nabi. Jika bayi memakan selain ASI seperti minum obat atau madu,namun untuk tujuan tertentu,misalnya berobat maka, air kencingnya tetap dipercikkan bukan di basuh atau di cuci.[33]

b.      Najis mutawasithah yaitu najis sedang. Yaitu najis selain dari bayi dan ajing serta babi, seperti segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur manusia dan binatang, kecuali air mani, barang cair dan memabukkan,susu hewan yang tidak hala dagingnya untuk dimakan, bangkai, juga tulang dan bulunya,keculai bangkai ikan dan belalang. Najis mutawasithah trbagi menjadi dua yaitu najis ‘ainiyah yaitu najis yang dapat diketahui dengan indra atau berwujud. Yang kedua adlah najis hukmiyah yaitu najis yang tidak Nampak, seperti bekas kencing atau arak yang sudah kering. Menghilangkan najis ‘ainiyah hukumya wajib hingga rasa warna dan bau najis tersebut hilang. Membersihkan najis hukmiyah cukup dengan mengalirkan air di atas najis tersebut dengan satu siraman tanpa disyaratkan niat.

c.       Najis mugalladzah yaitu najis berat seperti anjing dan babi.[34] Jilatan dari kedua hewan ini harus dicuci sebanyak tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan tanah. Air liur anjing itu najis,jika ia menjilati sebuah bejana maka bejana itu pun harus di cuci sebanyak tujuh kali yang salah satunya dengan menggunakan tanah. Dalam hal ini najis terletak pada mulut dan air liur anjing. Sedangkan bulunya tidak najis jika dalam keadaan kering. Begitupun babi, keseluruhannya adalah najis sebagaimana firman Allah dalam QS.Al An’am:145 dan QS.Almaidah:3. Akan tetapi ulama memperbolehkan menjahit dengan menggunakan bulu babi.[35]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

 Dari makalah yang kami buat ini kami simpulkan bahwa thaharah sangat penting bagi seorang orang muslim dalam menjalani kehidupannya. Karena pada dasarnya manusia itu fitrahnya adalah bersih dan membenci hal –hal yang kotor. Oleh karena itu wajarlah jika ajaran islam menyuruh untuk berthaharah dan menjaga kebersihan. Selain itu dengan thaharah seseorang diajarkan untuk sadar dan mandiri dalam menjaga dirinya dari hal-hal kotor memahami arti dari sopan santun karena seorang muslim harus suci ketika berhadapan dengan Allah dalam sholatnya,karena Allah menyukai orang-orang yang taubat dan membersihkan dirinya.

            Mudah-mudahan ulasan dan penjelasan tentang thaharah, dasar hukum, jenis air dan jenis najis yang di paparkan pada makalah ini menjadi pengetahuan dan tambahan bagi kita dan mengingatkan kepada kita bahwa jauh-jauh hari islam telah mengajarkan kepada kita tentang kebersihan oleh karna sudah layak dan pantas lah kita sebagai kaum muslimin menjadi pelopor dalam menjaga kebersihan baik itu kebersihan badan kita maupun kebersihan di sekitar kita.

 

             Mungkin dalam makalah ini banyak sekali kesalahan dan kesilapan penyusun. Dengan rendah hati kami memohon maaf yang sebesar-besarnya, mudah-mudahan menjadi manfaat bagi kita semua. Walhamdulillahirabbil ‘alamin


 

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Karim

Az zuhaili,Prof .Dr. Wahbah.2010.Fiqih Imam Syafi’I. Jakarta. Almahira

Az Zuhaili Prof. Dr .Wahbah. 2010. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Depok. Gema Insani.

Darajat, Prof. Dr. Zakiyah.1995. Ilmu Fiqih. Jakarta. dana bakti wakaf.

 

Drs.Babudin.S.Ag dan Tim Penyusun Kementrian Agama Republik Indonesia. 2005.Fiqih Untuk X madrasah aliyah, Jakarta. intimedia ciptanusantara

H.Abd.Kholiq Hasan. 2008. Tafsir Ibadah. Yogyakarta. Pustaka Pesantren.

Imam An-Nawawi, Majmu’ Syarah Al Muhadzab,Pustaka Azzam, Jakarta , 2009

Al-Imam ibnu Qudamah Al Maqdisi. 2012Mukhtasar Minhajul Qasidin. Jakarta. Darul Haq.

Nasution,DRS. LahmuddinM.Ag. fiqh 1. Logos.

 

Rifa’I .Moh. 2001. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang. PT.Karya Toha Putra.

 

Ulfa,Maria.Risalah Fikih Wanita.Surabaya.Terbi Terang

Uwaidah,Muhammad.Kamil.Fiqih Wanita.Jakarta. Al-Kautsar

Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. 2010. Fiqh Ibadah. Jakarta. Amzah

 

 

 

.

 

 



[1] Imam An-Nawawi, Majmu’ Syarah Al Muhadzab,Pustaka Azzam, Jakarta , 2009, hlm 234
[2] Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Gema Insani,Depok,2010, hlm 202
[3] Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, Almahira, Jakarta,2010 hlm 86
[4] Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah,Amzah, Jakarta,2010, hlm 3
[5]Pengertian yang di kemukakan oleh Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas hampir sama dengan apa yang di kemukakan oleh Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili.
[6] Yang dimaksud dengan “semakna dengan keduanya” yakni tayamum dan beberapa mandi yang disunnahkan dan ungkapan “memiliki bentuk yang serupa dengan kedua nya” meliputi basuhan kedua atau ketiga ketika menghilangkan hadas dan najis. Pembahasan thaharah meliputi beberapa pembahasan seperti wudhu, mandi, menghilangkan najis dan tayamum
[7] Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, Almahira, Jakarta,2010 hlm 86
[8] Khabats adalah adalah sesuatu yang kotor menurut syara’ adapun hadats adalah sifat syara’ yang melekata pada anggota tubuh dan dapat dihilangkan thaharah(kesucian)
[9] Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Gema Insani,Depok,2010, hlm 203
[10] Al-Imam ibnu Qudamah Al Maqdisi, Mukhtasar Minhajul Qasidin, Darul Haq, Jakarta, 2012, hlm 14
[11] Prof. Dr. Zakiyah Darajat, Ilmu Fiqih, dana bakti wakaf, jakarta, 1995, hlm 10
[12] Prof. Dr. Zakiyah Darajat, Ilmu Fiqih, dana bakti wakaf, jakarta, 1995, hlm 10
[13] DRS. Lahmuddin Nasution, M.Ag, fiqh 1, logos, hlm 9
[14] H.Abd.Kholiq Hasan, Tafsir Ibadah, Pustaka Pesantren,Yogyakarta, 2008, hlm 15
[15] Yang dimaksud dengan membersihkan pakaian lahir adalah membersihkan diri dari hadast dan najis dengan berwudhu dan mandi.
[16] Yang dimaksud dengan membersihkan pakaian batin adalah membersihkan dari kesyirikan dan lain-lain
[17]Drs.Babudin.S.Ag dan Tim Penyusun Kementrian Agama Republik Indonesia, Fiqih Untuk X madrasah aliyah, intimedia ciptanusantara, Jakarta, 2005, hlm 3
[18] Ibid
[19] Drs.Babudin.S.Ag dan Tim Penyusun Kementrian Agama Republik Indonesia, Fiqih Untuk X madrasah aliyah, intimedia ciptanusantara, Jakarta, 2005, hlm 4
[20] Dalam keterangan nya hadist ini shahih dan hasan yangdi petik oleh Abu Daud, Tarmidzi Dan Ibnu Majah Dari Ali Bin Abi Thalib(Nasbur Rayah,Jilid 1 Hlm 307)
[21] Hadis shahih diriwayatkan oleh muslimv
[22] Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Gema Insani,Depok,2010, hlm 202 
[23]  Tuntunan Thaharah,:,,hlm 3
[24]  Moh.Rifa’i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang, PT.Karya
Toha Putra, 2001, hlm. 13
[25]  ibid, hlm 13
[26] ibid, hlm 13
[27]Prof .Dr. Wahbah azzuhaili, Fiqih Imam Syafi’I, Jakarta, Almahira, 2010, hlm 89
[28] ibid, hlm 90
[29] Moh Rifa’I, , Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang, PT.Karya
Toha Putra, 2001, hlm 14
[30] Prof .Dr. Wahbah azzuhaili, Fiqih Imam Syafi’I, Jakarta, Almahira, 2010, hal 91-92
[31] Prof .Dr. Wahbah azzuhaili, Fiqih Imam Syafi’I, Jakarta, Almahira, 2010, hlm 99-105
[32] Moh Rifa’I, , Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang, PT.Karya
Toha Putra, 2001, hlm 14
[33] Maria Ulfa,Risalah Fikih Wanita,Surabaya:Terbi Terang,t.t,hlm 19
[34] Moh Rifa’I, , Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang, PT.Karya
Toha Putra, 2001. hal 15
[35] Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, Jakarta, Al-Kautsar, hlm 14-15

2 komentar: