BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di
Indonesia, pelaksanaan hukum fiqih islam diwakili oleh beberapa intitusi.
Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) lebih dikenal oleh masyarakat sebagai lembaga
yang berusaha menyelesaikan banyak permasalahan agama dengan mengeluarkan
fatwa, disamping itu ormas-ormas islam seperti muhammadiyah, nahdatul ulama’(NU)
pesatuan islam (persis), dan yang lainnya memiliki institusi yang bertugas
untuk mendalami dan merekomendasikan pendapat organisasi yang terjadi di
masyarakat.
Pada
pembahasan ini kita akan membahas tentang kedua ormas, yaitu muhammadiyah dan
Nahdatul Ulama’ mengenai metode ijtihad bahsul masail dan majelis tarjih muhammadiyah.
B. Rumusan Masalah
Dari
urain diatas dapat ditarik beberapa masalah :
Ø Seperti apa metodologi dalam kedua opmas
tersebut ?
Ø Seperti apa pandangan mereka dalam hal
penafsiran haits ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. METODE IJTIHAD BAHTSUL MASAIL NU
Sistem pengambilan keputusan hukum dalam bahtsul
masail di lingkungan Nahdatul Ulama (NU), ditetapkan dalammusyawarah Nasional
(MUNAS) alim ulama di Bandar Lampung pada tanggal 21-25 Januari 1992 dan
bertepatan dengan tanggal 16-20 Rajab 1412H.
Secara garis besar, metode
pengambilan keputusan hukum yang ditetapkan oleh NU dibedakan menjadi dua
bagian: ketentuan umum dan sistem pengambilan keputusan hukum serta petunjuk
pelaksana.
Dalam ketentuan umum dijelaskan
mengenai beberapa istilah teknis dan penegasan keberpihakan dan pembelaan NU
terhadap ulama sebagai produsen kitab-kitab kuning.
Dalam ketentuan umum dijelaskan
mengenai al-kutub al-mu’tabarat (kitab standar pen). Dalam keputusan
tersebut tidak terdapat rincian mengenai kitab standar. Akan tetapi, dalam
keputusan tersebut dikatakan bahwa yang dimaksud dengan al-kutub
al-mu’tabarat adalah kitab-kitab yang sesuai dengan aqidah Ahl al sunnat
wal jama’at.
Setelah penjelasan mengenai al-kutub
al-mu’tabarat, penjelasan berikutnya merupakan rumusan mengenai cara-cara
bermadzhab atau mengikuti aliran hukum (fikih) dan aqidah (keyakinan) tertentu.
Aliran fikih dapat diikuti dengan dua cara: pertama, bermadzhab secara qawli,
yaitu mengikuti pendapat-pendapat yang sudah jadi dalam lingkup aliran atau
madzhab tertentu;dan kedua, bermadzhab secara manhaji, yaitu dengan
mengikuti jalan fikiran dan kaidah penetapan hukum yang telah disusun oleh imam
madzhab. Disamping itu, dibedakan pula pendapat antara imam pendiri madzhab
dengan ulama yang mengikuti madzhab tertentu. Umpamanya Imam Al-Syafi’i adalah
pendiri aliran Syafi’iah; dan Imam Al-Ghazali adalah ulama yang mengikuti
aliran Syafi’i. Pendapat imam madzhab disebut Qawl; sedangkan pendapat
ulama madzhab disebut wajah (al-wajh).
Apabila ulama berbeda pendapat
tentang hukum tertentu, ulama sesudahnya dapat melakukan taqrir jama’iy, yaitu
upaya secara kolektif untuk menetapkan pilihan terhadap satu antara beberapa
qawl atau wajah
Alat bantu istinbath hukum
mengeluarkan hukum syarat dari dalilnya adalah kaidah-kaidah ushuliah dan
kaidah-kaidah fikih; dan salah satu cara yang digunakan dalam berijtihad adalah
ilhaq yaitu persamaan hukum suatu kasus atau masalah yang dijawab oleh
ulama terhadap masalah atau kasus yang serupa yang telah dijawab oleh ulama.
Dengan kata lain, pendapat ulama yang sudah jadi menjadi pokok dan kasus atau
masalah yang belum ada rukunnya disebut
cabang.
Bagian kedua dari sistem pengambilan
hukum di lingkungan NU adalah sistem pengambilan keputusan hukum. Dalam bagian
awal dari sistem pengambilan hukum dikatakan bahwa keputusan bahtsul masa’il
dibuat dalam bermadzhab kepada salah satu dari empat madzhab yang
disepakati dan mengutamakan bermadzhab secara qawli. Oleh karena itu, prosedur
pengambilan keputusan hukum adalah:
a. Apabila masalah atau pertanyaan telah
terdapat jawabannya dalam kitab-kitab standar dan dalam kitab-kitab tersebut
hanya terdapat satu qawl atau wajh, maka qawl atau wajh tersebut
dapat digunakan sebagai jawaban atau keputusan.
b. Apabila masalah atau pertanyaan telah
terdapat jawabannya dalam kitab-kitab standar ; akan tetapi dalam kitab-kitab
tersebut terdapat beberapa qawl atau wajh, maka yang dilakukan adalah taqrir
jama’i untuk menentukan pilihan salah satu qawl atau wajh. Prosedur
pemilihan salah satu pendapat dilakukan dengan: pertama, mengambil pendapat
yang lebih mashlahat atau yang lebih kuat; atau kedua, sedapat mungkin
melakukan pemilihan pendapat dengan mempertimbangkan tingkatan sebagai berikut:
1. Pendapat yang disepakati al-syakhani (Imam
Nawawi dan Rafi’i)
2. Pendapat yang dipegangi oleh al-Nawawi
saja.
3. yang dipegangi oleh al-Rafi’i saja.
4. Pendapat Pendapat yang didukung oleh
mayoritas ulama.
5. Pendapat ulama yang terpandai.
6. Pendapat ulama yang paling wara’
c. Apabila masalah atau pertanyaan tidak
terdapat jawabannya sama sekali dalam kitab-kitab standar baik qawl ataupun
wajh, langkah yang dilakukan adalah ilhaqi yang dilakukan oleh ulama
(ahli) secara jama’i (kolektif). Ilhaq dilakukan dengan memperhatikan mulhaq
bih, mulhaq ilayh, wajh al-ilhaq.
d. Apabila pertanyaan atau kasus tidak
terdapat jawabannya sama sekali dalam kitab standar baik qawli maupun wajh dan
tidak memungkinkan untuk melakukan ilhaq, maka langkah yang ditempuh adalah
istinbath secara kolektif dengan prosedur bermadzhab secara manhaji oleh para
ahlinya.
Istinbath hukum,merupakan alternatif terakhir, yaitu
ia dapat dilakukan apabila suatu masalah atau pertanyaan tidak terdapat
jawabannya dalam kitab-kitab standar sehingga tidak ada peluang untuk melaukan
pemilihan pendapat dan tidak memungkinkan ulama untuk melakukan ilhaq karena
tidak ada mulhaq bih dan wajh al-ilhaq. Istinbath dilakukan secara jama’i
dengan melakukan praktek atau aplikasi kaidah ushul dan kaidah fiqih.
B.
MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH
Majelis tarjih adalah suatu lembaga dalam muhammadiyah yang membidangi
masalah-masalah keagamaan khususnya hukum bidang fiqih. Majelis ini dibentuk
dan disahkan pada kongres muhammaiah XVII tahun 1928 di Yogyakarta, dengan K.H.
Mas Mansur sebagai ketuanya yang pertama.
Tugas Pokok Majelis
Tarjih
Majelis tarjih hanya membahas dan memutuskan masalah-masalah
keagamaan yang di perselisihkan, dengan cara mengambil pendapat yang lebih kuat
dalilnya.
Tugas
lajnah tarjih adalah sebagai berikut:
1. Menyelidiki dan memahami ilmu agama
islam untuk memperoleh kemurniannya.
2. Menyusun tuntunan akidah, ahlak, ibadah
dan mu’amalah dunyawiyyah.
3. Member fatwa dan nasihat, baik atas
permintaan maupun tarjih sendiri memandang perlu.
4. Menyalurkan perbedaan pendapat atau
faham dalam bidang keagamaan kearah yang lebih maslahat.
5. Mempetinggi mutu ulama’
6. Hal-hal lain dalam keagamaan yang
diserahkan oleh pimpinan pesyarikatan.
METODE IJTIHAD
MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah secara tegas menyatakan bahwa ijtihad
hanyalah metode penetapan hukum. Muhammadiyah pada dasarnya menerima metode
ijtihad yang telah ditetapkan oleh para ahli usul fiqih terdahulu. Tehnik
ijtihad engan landasan hukum yang digunakan yaitu, Al qur’an, sunah, ijma’,
qiyas,istihsan,al-Urf, istislah atau maslahatul mursalah. Semua metode ini
digunakan namun yang lebih diutamakan atau yang lazim digunakan adalah kemaslahatan umat, sebab menurut muhamadiah kemaslahatan umat
merupakan sesuatu yang harus diwujudkan.
Metode
Ijtihad
Ø Bayani (semantik) Metode istimbat hukum dengan kajian
kebahasaan
Ø Ta’lili (rasional) metode istimbat hukum
dengan kajian berfikir logis (nalar)
Ø Istislahi (filosofi) metode istimbat hukum dengan pendekatan
kemaslahatan
Ruang
lingkup ijtihad
Ø Masalah-masalah yang terdapat dalam
dalil zhani
Ø Masalah-masalah yang secara eksplisit
tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunah
Apabila
terjadi pertentangan beberapa dalil yang masing-masing menunjukkan ketentuan
hukum yang berbeda-beda (ta’arudh ala adillat) langkah-langkah yang ditempuh
adalah:
1. Al jamu ’wa al talfiq yaitu menerima
semua dalil yang secara eksplisit terdapat pertentangan.
2. Al Tarjih yaitu memilih dalil yang lebih
kuat untuk diamlkan dan meninggalkan dalil yang lebih lemah
3. Al naskh yaitu mengamalakn dalil yang
munculnya lebih akhir
4. Al tawqquf yaitu menghenikan
penelitaian terhadap dalil yang dipakai
dengan cara mencari dalil baru.
Metode
tarjih yang dilakukan oleh MT PPI dengan memperhatikan beberapa segi:
1. Sanad ; tarjih terhadap sanad dilakukan
dengan memeperhatikan :
a. Kualitas dan kuantitas rawi
b. Bentuk dan sifat periwayatan
c. Sighat penerimaan dan pemberian hadis
2. Matan; tarjih terhadap sanad dilakukan
dengan memeperhatikan:
a. Matan yang mengguakan sighat cegahan (al
nahyi) lebih diutamakan daripada matan yang menggunakan sighat perintah
(al’amr)
b. Matan yang menggunakan sighat khusus (al
khas) lebih diutamakan atas matan yang digunakan sighat umum
3. Materi hukum
4. Eksternal
Prinsip-prinsip
pengembangan pemikiran islam:
1. Konserfasi (turats, al muhafadzah)
2. Inofasi (al tahdisi)
3. Kreasi (ibtikari)
Kerangka
metodologi pengembangan pemikiran islam adalah dengan mengunakan pendekatan
bayani, burhani, dan irfani.
Pendekatan
bayani adalah pendekata untuk memahami dan menganalisis teks bilaguna
mendapatkan makna yang dikandungnya dengan menggunakan empat amcam bayan:
1. Bayan al I’tibar yaitu penjelasan
mengeni keadaan sesuatu yang meliputi al qiyas al -bayani dan al khabar yang
besifat yakin
2. Bayan al I’tikad yaitu penjelasan mengenai keadaan sesuatu yang
meliputi makna haqq mutasyabih dan batil
3. Bayan al ibarat yaitu penjelasan
mengenai keadaaan sesuatu yanag meliputi bayan zhair dan bayan bathin
4. Bayan al kitab yaitu media untuk menukil
pendapat-pendapat, yaitu kitab-kitab.
Pendapat
burhani adalah pendekatan rasional argumentatif, yaitu pendekatan yang
didasarkan pada kekuatan rasio melaluia instrument logika dan metode diskurif
(bathiniy) dan pendekatan irfani adalah pemahaman yang bertumpu pada pengalaman
bathin, al zhawq, qalb, wijdan, bashirat, dan intuisi.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari
uraian yang telah dipaparkan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa MT-PPI
dan LBM NU, sama-sama memposisikan Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber utama
dalam pengambilan keputusan hukum. LBM NU lebih memelihara warisan khazanah
pemikiran tokoh-tokoh madzhab ahlusunah waljama’ah sementara MT-PPI
Muhammadiyah lebih melihat kontektual kontemporer dalam memberikan putusan
Tarjihnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Mubarak,
Jaih, Metodologi Ijtihad Dalam Hukum
Islam, Yogyakarta: UII Pers, 2002
Praja,
S Juhaya (pengantar), Hukum Islam Di
Indonesia Perkembangan dan Pembentukan, Cet. 2, Bndung: Remaja Rosdkarya,
1994
Jmil,
Faturrahman, Haji, Metode Ijtihad Majelis
Tarjih Muhammadiyah,Cet. 1, Jakarta: Logos Publishing House,1995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar