Zahir
sedang berada di pasar Madinah ketika tiba-tiba seorang memeluknya kuat-kuat
dari belakang. Tentu saja Zahir terkejut dan berusaha melepaskan diri, katanya
: “lepaskan aku ! siapa ini?”
Orang
yang memeluknya tidak melepaskanya justru berteriak :”siapa yang mau membeli
budak saya ini?”. Begitu mendengar suaranya, Zair pun sadar siapa orang yang
mengejutkannya itu. ia pun malah merapatkan punggungnya ke dada orang yang
memeluknya, sebelum kemudian mencium tangannya. Lalu katanya riang: “lihatlah,
ya Rasulullah, ternyata saya tidak laku dijual.”
“tidak, Zair, disisi Allah hargamu sangat tinggi.” Sahut
lelaki yang memeluk dan menawarkan dirinya seolah budak itu yang ternyata tidak
lain adalah Rasulullah, Muhammad SAW.
Zair
ibn Haram dari suku Asyja’, adalah satu di antara sekian banyak orang dusun
yang sering datang ke Madinah, sowan menghadap kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Tentang Zair ni, Rasulullah pernah bersabda di hadapan sahabat-sahabatnya.
“Zahir adalah orang dusun kita dan kita adalah orang-orang kota dia.”. (Kitab
hadist dan kitab biografi para sahabat, Asad Al-ghaabah-nya Ibn al-Atsier)
Nabi
Muhammad SAW anda anggap epmimpin apa saja, pemimpin formalkah, pemimpin
nonformalkah, pemimpin agama, pemimpin masyarakat, atau pemimpin negara, anda
akan sulit membayangkannya bercanda di pasar dengan salah seorang rakyatnya
seperti kisah di atas. Tapi itulah pemimpin agung, Uswah Hasanah kita Nabi
Muhammad SAW. Dari kisah tersebut, anda tentu bisa merasakan betapa bahagianya
Zahir ibn Haram, seorang dusun, rakyat jelata, mendapat perlakuan yang begitu
istimewa dari pemimpinnya. Lalu apakah kemudian anda bisa mengukur kecintaan si
rakyat itu kepada pemimpinya? Bagaimana seandainya anda seorang santri dan mendapat
perlakuan demikian akrab dari kiai anda? Atau anda seorang anggota partai dan
mendapat perlakuan dari ketua partai anda? Atau seandainya anda rakyat biasa
dan diperlakukan demikian oleh bupati, gubernur atau bahkan presiden anda? Anda
mungkin akan merasakan kebahagiaan yang tiada taranya, mungkin kebahagiaan
bercampur bangga, dan pasti anda akan semakin mencintai pemimpin anda itu.
Sekarang
pengandaiannya di balik, seandainya anda kiai, ketua partai, atau bupati,
gubernur bahkan presiden? Apakah anda sampai hati bercanda dengan santri atau
bawahan anda seperti yang dilakukan oleh panutan agung anda, Rasulullah SAW
itu?
Boleh
jadi kesuitan utama yang dialami umumnya pemimpin, ialah mempertahankan
kemaunisiaannya dan pandangannya terhadap manusia yang lain. Biasanya , karena
selalu di hormati sebagai pemimpin, orang pun menganggap ataukah dirinya tidak
lagi sebagai manusia biasa, atau orang lain sebagai tidak begitu manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar