Di
sekolah, guru adalah orang tua kedua bagi anak didik. Sebagai orang, guru harus
menganggapnya sebagai anak didik, bukan menganggapnya sebagai “Peserta Didik”.
Istilah peserta didik lebih pas diberikan kepada mereka yang mengikuti
kegiatan-kegiatan latihan dan pendidikan yang waktunya relatif singkat, yakni
sebulan atau tiga bulan atau bahkan seminggu. Misalnya seperti kursus-kursus
kilat, kursus menjahit, kursus montir, kursus mengetik, latihan kepemimpinan,
pendidikan jurnalistik, dan lain sebagainya dalam masyarakat.
Penyebutan
istilah anak didik lebih pas digunakan sebagai mitra guru disekolah. Guru adalah
orang tua. Anak didik adalah anak. Orang tua dan anak adalah dua sosok insani
yang diikat oleh tali jiwa. Belaian kasih dan sayang adalah naluri jiwa orang
tua yang sangat diharapkan oleh anak, sama halnya belaian kasih dan sayang
seorang guru kepada anak didiknya.
Ketika
guru hadir bersama-sama anak didik di sekolah, di dalam jiwanya seharusnya
sudah tertanam niat untuk mendidik anak didik agar menjadi orang yang berilmu
pengetahuan, mempunyai sikap dan watak yang baik, yang cakap dan terampil,
bersusila dan berahlak mulia.
Kebaikan
seorang guru tercermin dari kepribadiannya dalam bersikap dan berbuat, tidak
saja ketika di sekolah. Guru memang harus menyadari bahwa dirinya adalah figur
yang diteladani oleh semua pihak, terutama oleh anak didiknya di sekolah. Guru adalah
bapak rohani bagi anak didiknya. Hal ini berarti, bahwa guru sebagai arsitek
bagi rohani anak didiknya. Kebaikan rohani anak didik tergantung dari pembinaan
dan bimbingan guru. Disini tudas dan tanggung jawab guru adalah meluruskan
tingkah laku dan perbuatan anak didik yang kurang baik, yang dibawanya dari
lingkungan keluarga dan masyarakat.
Pendidikan
rohani untuk membentuk kepribadian anak didik lebih dipentingkan. Anak didik
yang berilmu dan berketrampilan belum tentu berahlak mulia. Cukup banyak orang
yang berilmu dan berketrampilan, tetapi karena tidak mempunyai ahlak yang
mulia, mereka terkadang menggunakannya untuk hal-hal yang negatif. Namun demikian,
bukan berarti orang yang berilmu dan berketrampilan tidak diharapkan, tetapi
yang sangat diperlukan tentu saja adalah orang yang berilmu dan berketrampilan
serta yang berakhlak mulia. Pembinaan anak didik mengacu pada tiga aspek di
atas, yakni anak didik yang berakhlak mulia atau bersusila, cakap, dan
terampil.
Kegiatan
protes belajar mengajar tidak lain adalah menanamkan sejumlah norma ke dalam
jiwa anak didik. Itulah sebabnya kegiatan ini di dalam pembahasan ini di pakai
istilah Proses Interaksi Edukatif. Semua norma yang diyakini mengandung
kebaikan perlu di tanamkan ke dalam jiwa anak didik melalui guru dalam
pengajaran. Guru dan anak didik berada dalam suatu relasi kejiwaan. Interaksi antara
guru dan anak didik terjadi karena saling membutuhkan. Anak didik ingin belajar
dengan menimba sejumlah ilmu dari guru dan guru ingin membina dan membimbing
anak didik dengan memberikan sejumlah ilmu kepada anak didik yang membutuhkan. Keduanya
mempunya kesamaan langkah dan tujuan, yakni kebaikan. Maka tepatlah bisa di
katakan bahwa “Guru mitra anak didik dalam kebaikan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar