Senin, 27 April 2015

Guru mitra anak didik dalam kebaikan




                Di sekolah, guru adalah orang tua kedua bagi anak didik. Sebagai orang, guru harus menganggapnya sebagai anak didik, bukan menganggapnya sebagai “Peserta Didik”. Istilah peserta didik lebih pas diberikan kepada mereka yang mengikuti kegiatan-kegiatan latihan dan pendidikan yang waktunya relatif singkat, yakni sebulan atau tiga bulan atau bahkan seminggu. Misalnya seperti kursus-kursus kilat, kursus menjahit, kursus montir, kursus mengetik, latihan kepemimpinan, pendidikan jurnalistik, dan lain sebagainya dalam masyarakat.
                Penyebutan istilah anak didik lebih pas digunakan sebagai mitra guru disekolah. Guru adalah orang tua. Anak didik adalah anak. Orang tua dan anak adalah dua sosok insani yang diikat oleh tali jiwa. Belaian kasih dan sayang adalah naluri jiwa orang tua yang sangat diharapkan oleh anak, sama halnya belaian kasih dan sayang seorang guru kepada anak didiknya.
                Ketika guru hadir bersama-sama anak didik di sekolah, di dalam jiwanya seharusnya sudah tertanam niat untuk mendidik anak didik agar menjadi orang yang berilmu pengetahuan, mempunyai sikap dan watak yang baik, yang cakap dan terampil, bersusila dan berahlak mulia.
                Kebaikan seorang guru tercermin dari kepribadiannya dalam bersikap dan berbuat, tidak saja ketika di sekolah. Guru memang harus menyadari bahwa dirinya adalah figur yang diteladani oleh semua pihak, terutama oleh anak didiknya di sekolah. Guru adalah bapak rohani bagi anak didiknya. Hal ini berarti, bahwa guru sebagai arsitek bagi rohani anak didiknya. Kebaikan rohani anak didik tergantung dari pembinaan dan bimbingan guru. Disini tudas dan tanggung jawab guru adalah meluruskan tingkah laku dan perbuatan anak didik yang kurang baik, yang dibawanya dari lingkungan keluarga dan masyarakat.
                Pendidikan rohani untuk membentuk kepribadian anak didik lebih dipentingkan. Anak didik yang berilmu dan berketrampilan belum tentu berahlak mulia. Cukup banyak orang yang berilmu dan berketrampilan, tetapi karena tidak mempunyai ahlak yang mulia, mereka terkadang menggunakannya untuk hal-hal yang negatif. Namun demikian, bukan berarti orang yang berilmu dan berketrampilan tidak diharapkan, tetapi yang sangat diperlukan tentu saja adalah orang yang berilmu dan berketrampilan serta yang berakhlak mulia. Pembinaan anak didik mengacu pada tiga aspek di atas, yakni anak didik yang berakhlak mulia atau bersusila, cakap, dan terampil.
                Kegiatan protes belajar mengajar tidak lain adalah menanamkan sejumlah norma ke dalam jiwa anak didik. Itulah sebabnya kegiatan ini di dalam pembahasan ini di pakai istilah Proses Interaksi Edukatif. Semua norma yang diyakini mengandung kebaikan perlu di tanamkan ke dalam jiwa anak didik melalui guru dalam pengajaran. Guru dan anak didik berada dalam suatu relasi kejiwaan. Interaksi antara guru dan anak didik terjadi karena saling membutuhkan. Anak didik ingin belajar dengan menimba sejumlah ilmu dari guru dan guru ingin membina dan membimbing anak didik dengan memberikan sejumlah ilmu kepada anak didik yang membutuhkan. Keduanya mempunya kesamaan langkah dan tujuan, yakni kebaikan. Maka tepatlah bisa di katakan bahwa “Guru mitra anak didik dalam kebaikan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar