Senin, 01 Juni 2015

Makalah tentang Demokrasi

LATAR BELAKANG
Demokrasi nampaknya telah mencatat kemenangan historis atas bentuk – bentuk pemerintahan yang lain. Dewasa ini hampir setiap orang mengaku sebagai seorang demokrat.[1] Tapi tidak banyak yang tahu awal mula munculnya bentuk pemerintahan demokrasi. Transisi dari pemerintah nondemokratis menuju pemerintah demokratis merupakan proses yang kompleks dan melibatkan sejumlah tahapan. Pada kasus tipikal kontemporer, permulaan proses ditandai dengan terjadinya krisis dan akhirnya perpecahan dalam tubuh rezim non-demokratis.[2] Awal mula adanya demokrasi di mulai di wilayah barat. Dalam makalah ini akan dijelaskan awal mula munculnya demokrasi.














PEMBAHASAN
Demokrasi pertama kali berkembang di negara – negara kota di Yunani Kuno lebih kurang 500 SM. Oleh sebab itu, kita dapat mengutip pengertian tentang demokrasi dari masa awal penerapannya ini. Princles, negarawan utama di negara kota Athena, tahun 431 SM mendefinisikan demokrasi sebagai berikut (dalam bahasa Indonesia)
 “Konstitusi kita disebut demokrasi karena konstitusi tersebut bukan ditentukan oleh segelintir orang melainkan oleh banyak orang. Tapi hukum kita menjamin keadilan yang sama bagi semua orang dalam masalah – masalah pribadinya dan opini publik kita mengakui dan menghormati bakat di setiap tingkatan pencapaian... Semata – mata karena kehebatannya... Warga kita memenuhi baik kewajiban publik maupun kewajiban pribadi dan tidak membolehkan berbagai masalah bersama... Kita membuat keputusan dan berdebat dengan bijaksana dan dalam semua masalah kebijakan, dengan meyakini... Bahwa pengambilan kebijakan dianggap tidak sah apabila tidak didiskusikan terlebih dahulu.”
Demokrasi yang dimaksud Pericles bersifat langsung, berbeda dengan demokrasi modern yang bersifat tidak langsung. Bagi Jhon locke, bapak demokrasi modern, demokrasi berarti demokrasi perwakilan (tidak langsung) dengan kekuasaan pemerintahan yang dibatasi oleh konstitusi dan penghormatan terhadap hak – hak dasar rakyat.[3]
Studi tentang demokrasi sebagai sistem politik tidak dapat begitu saja dilepaskan dari studi yang membahas tentang hukum. Bisa dikatakan bahwa jika demokrasi tanpa hukum tidak akan terbangun dengan sempurna, sebaliknya hukum pun tanpa sistem politik yang baik hanya akan berdampak pada hukum yang elitis[4] dan represif[5]. Bahkan jika memang mampu lembaga-lembaga negara yang akan dibentuk di dalam sistem yang demokratis haruslah dituangkan di dalam konstitusi yang pada dasarnya merupakan sebuah norma dasar. Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat yang menggunakan, sebab dengan demokrasi itu hak yang dimiliki oleh masyarakat untuk menentukan sendiri jalannnya organisasi negara. Demokrasi sebagai hal yang mendasari kehidupan dalam bernegara, artinya bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan suatu ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya. Jadi, negara demokrasi adalah suatu wilayah yang diselenggarakannya negara demokrasi berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat.
Konsep demokrasi itu lahir semula dari pemikiran-pemikiran mengenai hubungan negara hukum di Yunani Kuno dan praktiknya di praktikan dalam kehidupan bernegara antara abad ke empat sebelum masehi sampai abad ke enam masehi.[6] Dalam demokrasi itu pada praktiknya berbentuk demokrasi langsung (direct democracy) artinya hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur mayoritas. Gagasan demokrasi Yunani Kuno ini berakhir pada abad pertengahan (600-1400). Dengan demikian kehidupan sosial politik dan agamanya pada masa ini hanyalah ditentukan oleh segelintir elit-elit masyarakat yang aitu kaum bangsawan dan kaum agamawan. Karena hal itulah demokrasi pada abad ini tidaklah muncul. Lahirnya Magna Charta (Piagam Besar) dijadikan sebagai suatu piagam yang memuat perjanjian antara kaum bangsawan dan Raja John di Inggris merupakan sebuah tonggak baru dalam kemunculan demokrasi empirik. Momentum lainnya, yang menandai kemunculan kembali demokrasi di Dunia Barat adalah gerakanrenaissance dan reformasi.[7] Renaissance merupakan suatu gerakan menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani Kuno, yang kebudayaan dan pemikiran dimulai di Italia pada abad ke empat belas dan mencapai puncaknya pada abad kelima belas dan enambelas.
Sebuah peristiwa lain yang mendorong lahirnya kembali gerakan demokrasi di Eropa adalah gerakan reformasi. Gerakan reformasi yaitu suatu gerakan revolusi agama yang terjadi di Eropa pada abad keenam belas yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan dalam gereja Katolik. Hasil dari gerakan reformasi ini adalah adanya peninjauan kembali terhadap doktrin gereja Katolik yang berkembang menjadi protestanisme. Kecaman dan dobrakan demi dobrakan terhadap absolutisme monarki dan gereja pada masa itu didasarkan pada teori rasionalitas sebagai “social-contract” (perjanjian masyarakat) yang salah satu asasnya menentukan bahwa dunia ini dikuasai oleh sebuah hukum yang timbul dari alam (natural law) yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universal, berlaku untuk semua waktu dan semua orang, baik raja, bangsawan maupun rakyat jelata itu sendiri. Karena itu teori hukum alam merupakan sebuah usaha untuk mendobrak pemerintahan yang absolut dalam menetapkan hak-hak politik rakyat di satu asas yang disebut demokrasi (pemerintahan rakyat).
Di antara negara demokrasi di Yunani, Athena adalah hal yang tidak kalah penting, karena yang paling terkenal dan dikenal pada saat itu dan pada masa sekarang. Mengapa Athena bisa begitu sangat penting karena pengaruhnya yang luar biasa terhadap filsafat politik yang kemudian sering juga dipercayai sebagai contoh atau sumber rujukan utama dari partisipasi warga negara, atau sebagaimana dikatakan sementara orang sebagai demokrasi pertisipatif. Pada intinya pemerintahan Athena adalah sebuah majelis di mana seluruh warga negara berhak ikut serta. Majelis tersebut memilih beberapa pejabat utama,misalnya beberapa orang jenderal. Menurut beberapa pemikiran, seorang negara yang biasa-biasa saja memiliki kesempatan yang cukup besar untuk memenangkan undian sekali seumur hidup guna memegang jabatan tertinggi yang paling penting dalam pemerintahan. Beberapa kota Yunani yang bergabung untuk membentuk suatu pemerintahan perwakilan yang sederhana bagi aliansi, liga atau konfederasi namun sedikit sekali yang dapat diketahui tentang sistem perwakilan ini. Tampaknya tidak ada bekasnya sama sekali terhadap gagasan dan praktek demokrasinya. Begitu juga sistem Athena dalam memilih warga negara untuk jabatan publik melalui undian juga tidak pernah menjadi alternatif yang dapat diterima sebagai suatu cara untuk memilih wakil-wakil. Negara kota Athena yang pada akhirnya pudar karena munculnya kerajaan-kerajaan, negara-negara yang lebih kuat dan mempunyai rezim-rezim militer yang sama dengan Roma republik. Keduanya mempunyai unsur-unsur partisipasi rakyat dalam masalah pemerintahan dan keduanya mempunyai kontrol birokratif yang kecil dan dalam kedua politik itu keduanya berusaha membantu perkembangan rasa kewajiban, kebajikan atau tanggung jawab kewarganegaraan kepada republik. Tetapi, Athena adalah suatu republik yang demokratif, kesarjanaan kontemporer umumnya menegaskan bahwa Roma, dalam perbandingannya merupakan sistem yang pada hakikatnya oligarkis. Namun dizaman kuno itu Romalah yang terbukti yang mempunyai pengaruh paling bertahan lama atas penyebaran ide-ide republik.
Roma, kira-kira mempunyai waktu yang sama dengan diperkenalkannya pemerintahan rakyat di Yunani, hal yang sama juga muncul di semenanjung Italia di kota Roma. Hak untuk ikut serta dalam pemerintah republik pada mulanya hanya terbatas pada golongan bangsawan saja.  Romawi memilih untuk menamakan sistem mereka suatu republik. Suatu republik itu adalah sesuatu yang menjadi milik rakyat. Namun dalam suatu perkembangan yang akan kita temui nanti setelah melakukan perjuangan yang keras maka rakyat biasa juga dapat masuk ke dalamnya. Dari permulaannya sebagai sebuah kota yang tidak besar ukurannya lalu republik Roma memperluas diri dengan melakukan perluasan wilayah. Akibat dari hal itu, republik Roma akhirnya dapat memerintah seluruh Italia, bahkan melampauinya. Bagaimanapun juga kebijaksanaan dan kedermawanan pemberian kewarganegaraan romawi terhadap rakyat yang ditaklukannya jika kita nilai dari segi pandangan yang sekarang akan kita dapati cacat yang besar sekali. Roma tidak pernah menyesuaikan lembaga pemerintahannya dalam rangka mengimbangi pertambahan jumlah penduduk dan luar biasa dan jarak geografis yang semakin jauh dari Roma. Sebagai rakyat yang mempunyai banyak hal tentang kreatifitas dan kepraktisan, orang romawi tidak pernah menciptakan atau menganut sebuah penyelesaian yang tampak jelas bagi kita sekarang ini: yaitu suatu sistem pemerintahan perwakilan yang dapat berfungsi berdasarkan wakil-wakil yang dipilih secara demokratis. Meskipun republik Romawi lebih lama berdiri dari negara Athena dan lebih lama dari apa yang pernah dialami negara demokrasi manapun, negara Roma dilanda keresahan sosial, perang, militerisasi, korupsi, dan juga anjoknya semangat kewargaan yang dulunya kuat dikalangan warga negaranya. Dengan jatuhnya republik Roma itu maka pemerintah rakyat tela menghilang sama sekali di Eropa bagian selatan. Dengan mengesampingkan sistem-sistem politik kesukuan yang kecil dan terpencar-pencar, republik Roma benar-benar telah lenyap dari permukaan bumi selama kurang lebih 1000 tahun lamanya.
Italia, kembali muncul setelah terjadinya perubahan cuaca yang hebat, pemerintahan rakyat itu mulai muncul kembali dibanyak kota di Italia utara sekitar 1100 M. Dalam suatu pola yang biasa ditemui di Roma, dan kemudian terulang kembali ketika munculnya pemerintahan perwakilan modern. Dimana, partisipasi dalam badan- badan yang memerintah dinegara kota itu pertama-tama hanya terbatas pada kalangan anggota keluarga kelas atas: bangsawan, tuan tanah besar, dsb. Akan tetapi hal tersebut lambat laun pudar, penduduk kota yang berada dalam kalangan rendah mulai menuntut hak untuk ikut memerintah. Anggota dari kelas yang kini dinamakan kelas menengah: orang kaya baru, pedagang dan bankir menengah, para pengrajin berkumpul dalam paguyuban (gilda), serta para serdadu jalan kaki yang diperintah oleh kaum bangsawan. Sekarang anggota dari kelas menengah itu telah mampu mengorganisasi dirinya sendiri tanpa diperintah oleh kelas menengah atas. Sayangnya dalam perkembangan demokrasi di Italia, setelah sekitar pertengahan tahun 1300-an, pemerintahan republikan dari beberapa kota utama itu makin meredup dan tunduk terhadap musuh-musuh abadi pemerintahan rakyat: kemunduran ekonomi, korupsi, oligarki, perang, penaklukan, dan diambil alihnya kekuasaan oleh para penguasa yang sewenang-wenang. Contoh: pangeran, raja, atau tentara. Berbagai kota besar dan kecil di Italia telah ditakdirkan untuk digabungkan kedalam kekuasaan yang lebih hebat dan lebih berkuasa, dengan demikian kota-kota ini paling mentok, hanya menjadi satuan-satuan yang rendah dalam pemerintahan. Kendatipun dahulunya kota itu amat megah, kini negara-kota telah menjadi usang.[8]
Lebih dari tiga puluh negara mengalami transisi menuju demokrasi diantara tahun 1974  dan 1990. Hasilnya hampir mencapai dua kali lipat dari jumlah rezim demokratis sebelumnya. Transisi berawal di Eropa bagian selatan (Yunani, Spanyol, dan Portugal). Gelobang demokrasi berikutnya terjadi di Amerika Latin (Argentina, Uruguay,  Peru, Ekuador, Bolivia, Brazil, dan Paraguay) dan di Amerika Tengah (Honduras, El Salvador, Nikaragua, Guatemala, dan Meksiko). Kemudian terjadi transisi di Eropa Timur (Polandia, Cekoslowakia, Hungaria, Rumania, Bulgaria, dan bekas Republik Demokrasi Jerman). Gelombang demokratisasi terakhir terjadi di Afrika di negara –negara bekas Uni Soviet. Akhirnya, transisi menuju demokrasi terjadi di Asia sejak hampir selama periode tahun 1970an (Papua Nugini, Thailand, Pakistan, Bangladesh, Filipina, Korea Selatan, Taiwan, Mongolia dan Nepal).[9]
Dalam sejarah teori demokratis terletak suatu konflik yang sangat tajam mengenai apakah demokrasi harus berarti suatu jenis kekuasaan rakyat (suatu bentuk politik di mana warga negara terlibat dalam pemerintahan sendiri dan pengaturan sendiri) atau suatu bantuan bagi pembuatan keputusan (suatu cara pemberian kekuasaan kepada pemerintah melalu pemberian suara secara periodik). Konflik ini telah memunculkan tiga jenis atau model pokok demokrasi.
1.      Demokrasi langsung atau demokrasi partisipassi, suatu sistem pengambilan keputusan mengenai masalah – masalah publik di mana warga negara terlibat secara langsung. Ini adalah tipe demokrasi “asli” yang terdapat di Athena kuno.
2.      Demokrasi liberal atau demokrasi perwakilan, suatu sistem pemerintahan yang mencakup “pejabat – pejabat” terpilih yang melaksanakan tugas “mewakili” kepentingan – kepentingan atau pandangan – pandangan dari para warga negara dalam daerah – daerah yang terbatas sambil tetap menjunjung tinggi “aturan hukum”.
3.      Demokrasi yang didasarkan atas model satu partai (meskipun sementara orang mungkin meragukan apakah hal ini merupakan suatu bentuk demokrasi juga).[10]

DAFTAR PUSTAKA
Suleman, Zulfikri. 2010. Dwmokrasi untuk Indonesia : pemikiran politik Bung Hatta. Kompas. Jakarta. 2010
Mahfud MD. 1999. Hukum dan pilar-pilar demokrasi. Yogyakarta. Gama media. hal 6

Dede Rosyada dkk. 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. ICCI UIN. Jakarta. hal 126

Robert A. Dahl. 2001. Menjelajahi Teori dan Praktek Demokrasi secara Singkat. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. hal 16-22

Sorensen, Georg. 2014. Demokrasi dan demokratisasi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Held, david. 2004. Demokrasi dan tatanan global : dari negara modern hingga pemerintah kosmopolitan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hal 5-6




[1] Held, david. 2004. Demokrasi dan tatanan global : dari negara modern hingga pemerintah kosmopolitan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
[2] Sorensen, Georg. 2014. Demokrasi dan demokratisasi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
[3] Suleman, Zulfikri. 2010. Dwmokrasi untuk Indonesia : pemikiran politik Bung Hatta. Kompas. Jakarta. 2010
[4]Elitis: berhubungan dengan kelompok elite di masyarakat
[5]Represif: menekan, mengekang, menahan, atau menindas
[6]Mahfud MD. 1999. Hukum dan pilar-pilar demokrasi. Yogyakarta. Gama media. hal 6
[7]Dede Rosyada dkk. 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. ICCI UIN. Jakarta. hal 126
[8]Robert A. Dahl. 2001. Menjelajahi Teori dan Praktek Demokrasi secara Singkat. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. hal 16-22
[9] Sorensen, Georg. 2014. Demokrasi dan demokratisasi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
[10] Held, david. 2004. Demokrasi dan tatanan global : dari negara modern hingga pemerintah kosmopolitan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hal 5-6 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar