SEPUTAR SHOLAT
Disusun Oleh:
Kelompok 6
1.
Muhammad
Yuga Purnama (14360018)
2.
Muhammad
Akbar Eka Pradana (14360019)
3.
Darul
Faizin (14360020)
JURUSAN PERBANDINGAN MADZHAB
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015
DAFTAR ISI
Daftar Isi........................................................................................................ i
BAB I Pendahuluan................................................................................... .. ii
A.
Latar
Belakang Masalah....................................................................... .. ii
B.
Rumusan
Masalah................................................................................. .. ii
C.
Tujuan................................................................................................... .. ii
BAB II Pembahasan................................................................................... .. 1
A.
Shalat
Sunnah....................................................................................... .. 1
1. Shalat Rawatib.................................................................................. .. 1
a. Sunnah Subuh.............................................................................. .. 1
b. Sunnah Dzuhur............................................................................ .. 2
c. Sunnah Asar................................................................................. .. 5
d. Sunnah Magrib............................................................................. .. 5
e. Sunnah Isya’................................................................................. .. 6
2. Shalat Sunnah yang Bukan Rawatib................................................ .. 7
a. Shalat Hari Raya.......................................................................... .. 7
b. Shalat Gerhana............................................................................. .. 8
c. Shalat Istisqa’............................................................................... 12
d. Shalat Tarawih............................................................................. 12
e. Shalat Tahajjud............................................................................. 15
f. Shalat Witir................................................................................... 16
g. Shalat Dhuha................................................................................ 17
h. Shalat Tasbih................................................................................ 18
i. Shalat Istikharah........................................................................... 20
j. Shalat Tahiyatul Masjid................................................................ 21
k. Shalat Taubat............................................................................... 21
l. Shalat Hajat................................................................................... 22
m. Shalat Sunnah Wudhu................................................................ 23
n. Shalat Isytiraq............................................................................... 23
B.
Hikmah
dan Manfaat Shalat................................................................. 24
1.
Hikmah
Shalat bagi Kejiwaan dan Kepribadian................................... 24
2.
Hikmah
Shalat bagi Kesehatan Jasmani............................................... 26
BAB II Penutup......................................................................................... 28
A.
Kesimpulan........................................................................................... 28
Daftar Pustaka............................................................................................. 29
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Shalat adalah perkara yang sangat penting bagi umat islam. Posisi
shalat dalam rukun islam berada ditingkatan kedua setelah syahadat. Shalat memiliki
pangkat sebagai tiang agama sebagaimana Rasulullah SAW. bersabda, “...Pokok perkara adalah islam, tiangnya adalah shalat
dan puncaknya adalah jihad....” (HR. Turmudzi). Begitu tingginya kedudukan
shalat dalam islam hingga kelak amal
yang akan ditanyakan pertama kali adalah shalat yang akan menjadi parameter
amal-amal yang lain. Rasulullah SAW.bersabda, “Sesungguhnya amal hamba yang
pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya
baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya
rusak, dia akan menyesal dan merugi...”(HR. Nasa’i). Dari hadis diatas
jelas utama sekali kedudukan shalat termasuk juga shalat sunnah yang dapat
menyempurnakan kekurangan shalat fardu. Shalat sunnah sendiri memiliki beberapa
macam yang masing-masing memiliki tatacara pelaksanaan tersendiri.
Perintah shalat dalam pelaksanaannya tentunya memiliki hikmah dan
manfaat bagi umat islam sendiri. Hikmah dan manfaat tersebut baik dari segi
jasmani maupun rohani. Jika dikaji lebih teliti pelaksanaan shalat yang disyari’atkan
oleh Allah mengandung banyak rahasia dan hikmah didalamnya. Gerakan shalat
bukan hanya gerakan biasa, tetapi memiliki berbagai manfaat bagi tubuh, ruh dan
akhlak. Hikmah dan manfaat shalat dapat dirasakan langsung oleh pelakunya.
B.
Rumusan Masalah
Berangkat dari
latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa saja
macam-macam shalat sunnah?
2.
Bagaimana
dasar hukum macam-macam shalat sunnah tersebut?
3.
Bagaimana
hikmah dan manfaaat shalat?
C.
Tujuan
Beranagkat dari
latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui
macam-macam shalat sunnah
2.
Mengetahui
dasar hukum macam-macam shalat sunnah
3.
Mengetahui
hikmah pelakasanaan shalat
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Macam-Macam Shalat Sunnah
Shalat sunnah terbagi menjaadi dua macam, yaitu mutlaq dan muqayyad.[1]
Dalam shalat sunnah mutlaq cukuplah seseorang berniat saja. Jika ia
melakukan shalat dan tidak menyebutkan berapa rakaat yang dikerjakan dalam
shalatnya itu, ia boleh mengucapkan salam pada satu rakaat atau lebih, berapapun
jumlahnya, baik rakaat ganjil maupun rakaat genap.[2] Adapun
shalat sunnah muqayyad dibagi menjadi dua, yaitu shalat sunat yang
mengikuti shalat fardu yang disebut shalat sunnat rawatib dan shalat sunnat
yang tidak mengikuti shalat fardu.[3]
1.
Shalat
Sunnah Rawatib
a.
Sunnah
Fajar
Shalat sunnah
fajar adalah salah satu sunnah yang mu’akkad, dikerjakan sebelum shalat subuh.[4]
عَن عا ئشة رضي الله عنها قالت : لَمْ يَكُنْ رَسُولُ الله صَلَّي
الله عليه و سلَّمَ علي شيءٍ من النوافلِ أشدَّ مَعَاهَدَةً من الركعتين قبل الصبح
Artinya:
Dari ‘Aisyah r.a. Berkata: “Rasulullah SAW. Dalam mengerjakan shalat-shalat sunnah itu tidak serajin dalam mengerjakan shalat sebelum subuh.”(HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dan Abu Daud)
Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari
‘Aisyah r.a., katanya:
ما رأيتُهُ إلى شئ من الخير اَسْرَعَ منه إلي
الركعتن قبل الفجر
Artinya:
“Saya tidak pernah melihat Nabi SAW. Begitu rajin dan cepatnya
mengerjakan suatu kebaikan, sebagaimana rajin dan cepatnya melakukan dua rakaat
sunat sebelum fajar.”
Shalat fajar atau shalat sunnah sebelum subuh ini
memiliki keutamaan yang besar sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
هما أحب إلي من الدنيا جميعا
Artinya:p
“ Kedua rakaat itu lebih kusukai daripada
dunia seluruhnya.”(HR. Ahmad, Muslim dan Turmudzi)
رَكْعَتًا الفجرِ خير من دنيا و ما فيها
Artinya:
“kedua rakaat sunat fajar itu lebih baik
daripada dunia dan seisinya.”(HR. Ahamad, Muslim, Turmudzi dan nasa’i )
b.
Sunnah
Dzuhur
Shalat sunat dzuhur terdapat perbedaan
jumlah dalam
periwayatannya. Menurut riwayat Ibnu Umar r.a.
berjumlah
empat rakaat, yakni dua rakaat sebelumnya dan dua rakaat sesudahnya. Sedangkan menurut riwayat ‘Aisyah berjumlah enam rakaat, yakni
empat rakaat sebelum dan dua rakaat sesudah. Bahkan dalam riwayat Ummu Habibah
binti Abi Sufyan jumlah rakaat sunnah dzuhur ada delapan, yakni empat sebelum
dan empat sesudahnya.[5]
Dari Ibnu Umar, berkata:
حَفِظتُ من نبيِّ صلى الله عليه و سلمَ عشرَ رَكْعَاتٍ، ركعتين قبل الظهر،
و ركعتين بعدها، و ركعتين بعد المغرب في بيته
و ركعتين بعد العشاء في بيته و ركعين قبل الصبح
Artinya:
“Saya ingat perbuatan Nabi SAW. Ada 10 rakaat sunat Rawatib, yakni dua rakaat sebelum dzuhur, dua rakaat sesudahnya, dua rakaat
sesudah maghrib, dua rakaat sesudah isya’ dan dua rakaat sebelum subuh.”(HR. Bukhari)
Dari Mughirah bin Sulaiman, katanya:
سألت عائشةَ عنْ صلاة رسول صلى الله عليه و سلم ؟ قالت: كان يصلى قبل الظهر
أربعا واثنتين بعدها
Artinya:
“Saya bertanya kepada ‘aisyah perihala shalat rasulullah SAW. Beliau
berkata bahwa Nabi SAW. Bersembahyang empat rakaat sebelum dzuhur dan dua rakaat
sesudahnya.”(HR. Ahmad, Muslim dan lain-lain)
Dari Ummu Habibah binti Abi Sufyan berkata: rasulullah SAW bersabda:
من صلَّي
أربعا قبل الظهر و أربعا بعدها حرمه الله علي النار
Artinya:
“Barang siapa shalat empat rakaat sebelum dzuhur dan empat rakaat pula
sesudahnya maka Allah mengharamkan dagingnya dari api neraka.”(HR. Ahamad dan Ashabus Sunnah dan
dishahihkan oleh Turmudzi)
Hadits-hadits di atas sebenarnya tidak ada bertentangan karena masing-masing meriwayatkan yang dilihatnya
sendiri-sendiri. Sebagian ulama berpendapat bahwa kedua hadits itu dianggap
bahwa apabila beliau sedang ada di masjid, maka dikerjakan yang pendek, yaitu
dua rakat, sedangkan apabila dirumah dikerjakan yang panjang, yaitu empat rakaat.
Mungkin juga beliau mengerjakan yang dua rakaat di rumahnya lalu keluar ke
masjid dan disana ditambah lagi dua rakaat. Jadi menurut penglihatan Ibnu Umar Nabi hanya mengerjakan dua rakaat sebagaimana yang
di masjid, sedangkan yang dirumah tidak diketahuinya, padahal ‘Aisyah
mengetahui kedua-duanya, yakni dua rakaat di rumah dan dua rakaat
di masjid.[6]
Adapaun pendapat yang menyatakan bahwa yang muakkad
adalah yang empat rakaat, yakni dua sebelum dan dua sesudah, didasarkan pada hadis:
حفِظتُ من نبيِّ صلى الله عليه و سلمَ عشر ركعات، ركعتين قبل الظهر، و
ركعتين بعدها، و ركعتين بعد المغرب في بيته و ركعتين بعد العشاء في بيته و ركعين
قبل الصبح
Artinya:
“Saya ingat perbuatan Nabi SAW. Ada 10 rakaat sunat Rawatib,
yakni dua rakaat sebelum dzuhur, dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah
maghrib, dua rakaat sesudah isya’ dan dua rakaat sebelum subuh.”(HR. Bukhari)
Ada pula hadis yang berbunyi:
صلاة اليل و
النهار مثنَى مثنَى
Artinya:
“Shalat
(sunnat) malam ataupun siang itu dua-dua rakaat.”(HR. Abu Daud dengan sanad yang sah)
Adapun keutamaan atau fadilah shalat sunnah dzuhur adalah sebagai
berikut:[7]
1. Diharamkan dagingnya dari api neraka. Sebagaimana dalam hadits riwayat Ummu Habibah
sebagai berikut:
من صلي أربع ركعات قبل الظهر و أربعا بعدها
حرم الله لحه من النار
Artinya:
“Barang siapa shalat empat rakaat sebelum dzuhur dan empat rakaat pula
sesudahnya maka Allah mengharamkan dagingnya dari api neraka.”(HR. Ahamad dan Ashabus Sunnah dan
dishahihkan oleh Turmudzi)
2. Dibangunkan
rumah di surga. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:
من صلى في يوم و
ليلة اثنتى عشرة ركعة بني له بيت في الجنة: أربعا قبل الظهر و ركعتين بعدها و ركعتين بعد المغرب و ركعتين بعد العشاء و
ركعين قبل صلاة الفجر
Artinya:
“Barangsiapa shalat dalam sehari-semalam dua belas rakaat maka
dibangunkan untuknya sebuah rumah di surga; yaitu empat rakaat sebelum dzuhur, dua rakaat
sesudahnya, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat sesudah isya’ dan dua rakaat
sebelum shalat fajar.” [8]
c.
Sunnah
Asar
Shalat sunnah
asar adalah shalat sunnah sebelum Asar dan bukan sunnah mu’akkad ada
yang menyebutkan empat rakaat ada yang dua rakaat.[9]
قل رسول الله صلي الله عليه و سلم: رَحِمَ
الله امرأً صلي قبل العصر أربعا
Artinya:
“Rasulullah SAW. berkata:’Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada
seseorang yang mengerjakan shalat sunnah sebelum asar empat rakaat.’”(HR.
Ahmad, Abu Daud dan Turmudzi yang menilainya sebagai hadis hasan)
d.
Sunnah
Maghrib
Sunnah ini
sebanyak enam rakaat sesudah shalat maghrib, tetapi yang mu’akad hanya
dua rakaat[10]
sebagaimana hadis riwayat Ibnu Umar. Yaitu:
حفظت من نبي صلى الله عليه و سلم عشر ركعات، ركعتين قبل الظهر، و ركعتين
بعدها، و ركعتين بعد المغرب في بيته و ركعتين بعد العشاء في بيته و ركعين قبل
الصبح
Artinya:
“Saya ingat perbuatan Nabi SAW. Ada 10 rakaat sunat Rawatib, yakni dua rakaat
sebelum dzuhur, dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat
sesudah isya’ dan dua rakaat sebelum subuh.”(HR. Bukhari)
Ulama madzhab
Syafi’i dan Hambali berpendapat sebelum maghrib disunnahkan pula mengerjakan
shalat sebanyak dua rakaat, berdasarkan hadis dari Abdullah bin Mughaffal
al-Muzani,[11]
katanya:
قال رسول الله
صلى الله عليه و سلم: صلوا قبل المغرب ركعتين صلوا قبل المغرب ركعتين لمن شاء كَرَاهِيَةَ
ان يَّتَّخِذَ ها الناس سنةً
Artinya:
“Rasulullah SAW. bersabda: ‘Shalatlah sebelum maghrib! Shalatlah
sebelum maghrib, bagi siapa yang suka.’ Beliau
berkata
demikian karena khawatir kalau-kalau shalat itu dijadikan sunnah (mu’akkad)
oleh orang-orang.”(HR. Syaikhani dan Abu Daud dengan redaksi dari Abu Daud).
e.
Sunnah
Isya’
Shalat sunnah
isya’ yang mu’akkad adalah dua rakaat sesuadah isya’ sebagaimana hadis
riwayat Ibnu Umar, yaitu:
حفظت من نبي صلى الله عليه و سلم عشر ركعات، ركعتين قبل الظهر، و ركعتين
بعدها، و ركعتين بعد المغرب في بيته
ركعتين بعد العشاء في بيته و ركعين قبل الصبح
Artinya:
“Saya ingat perbuatan Nabi SAW. Ada 10 rakaat sunat Rawatib, yakni dua rakaat
sebelum dzuhur, dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat
sesudah isya’ dan dua rakaat sebelum subuh.”(HR. Bukhari)
Adapun shalat sunnah isya’ yang tidak mu’akkad, yaitu sesudah
isya’ memilki perbedaaan pendapat tentang jumlahnya. Golongan madzhab Hanafi menyatakan, sunnah mengerjakan shalat
empat rakaat sebelum isya’ dan empat rakaat sesudahnya dengan dasar hadis dari
‘Aisyah r.a.:[12]
ان رسول الله
صلى الله عليه و سلم كان يصلى قبل العشاء اربعا ثم يصلى بعدها اربعا يضطجع
Artinya:
“Nabi mengerjakan shalat sebelum isya’ empat rakaat dan sesudahnya empat
rakaat, setelah itu beliau merebahkam badannya.”
Ulama Hanbali sependapat dengan mereka dalam hal
empat rakaat sebelum isya’. Sedangkan mengenai sesudahnya menurut golongan ini
adalah dua rakaat.[13]
Golongan Syafi’iyah berpendapat, yang sunnah ialah dua rakaat sebelum
dan sesudahnya. Sedangkan menurut Malikiyah, semua shalat sunnah rawatib adalah
mandubah (duanjurkan) selain shalat sunnah subuh yang hukumnya adalah raghibah (sangat dianjurkan).[14]
2. Shalat Sunnah yang Bukan Rawatib
a.
Shalat Dua Hari Raya (‘Idani)
Shalat dua hari
raya itu hukumnya sunnah mu’akkad menurut madzhab Maliki dan Syafi’i,
dan menurut madzhab Hanafi adalah wajib. Sedang menurut madzhab Hanbali, fardu
kifayah atas setiap orang yang telah wajib melaksanakan shalat jum’at.
Karena itu shalat ini harus dilaksanakan seperti shalat jum’at dengan segala
syarat dan rukunnya, kecuali khutbah yang hukumnya dalam shalat ‘id sunnah.[15]
Dasar hukum shalat ‘id ini, antara lain firman Allah:
فصل لربك و
انحر (الكوثر:٢)
Artinya:
“Maka dirikanlah shalat karena tuhanmu, dan berkorbanlah,”(Al-Khautsar: 2)
كَانَ النبى
يصلى بنا الفطرَ و الشمسُ على قِيدِرُمْحَينِ و الأضحى على قِندِرُمْحٍ
Artinya:
“Rasulullah
mengerjakan shalat idul fitri bersama kami pada saat matahari setinggi dua
penggalan (dua tombak), dan shalat idul adha ketika matahari setinggi satu
tombak.”(HR. Ahamad bin Hasan al-Banna)
ان النبى صلى
الله عليه و سلم صلَّي يوم العيد ركعتينِ لم يصل قبلها و لا بعدها
Artinya:
“Nabi mengerjakan shalat pada hari raya dua rakaat, dan tidak shalat
apapun sebelum dan sesudahya.”(Hadis Jama’ah)
Adapun cara
melakukan shalat sunnah dua hari adalah sebagaimana cara melakukan shalat
sunnah dua rakaat pada umumnya, hanya saja ia melakukan 7x (tujuh kali) takbir
pada rakaat pertama dan 5x (lima kali) takbir pada rakaat kedua. Hal ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah s beliau berkata:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلة الله عليه و سلم كَانَ
يُكَبِّرُ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى، فِي الأُوْلَى سَبْعَ تَكْبِرَاتٍ وَ فِي
الثَّانِيَةِ خَمْسًا
Artinya:
“Bahwasanya
Rasulullah SAW melakukan takbir pada saat shalat ‘Idul
Fitri dan ‘Idul Adha itu tujuh kali takbir pada saat rakaat pertama dan lima
kali takbir pada rakaat kedua.”[17]
b.
Shalat Gerhana
Jika terjadi gerhana bulan atau matahari, disunnahkan menjalankan
shalat dua rakaat bagi kaum laki-laki dan perempuan. Imam Al-Hafidz
Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan,
“Pendapat Jumhur menyatakan bahwa ia adalah sunnah muakkadah. Abu
‘Awanah menyatakan dalam kitab Shahiihnya sebagai perbuatan yang wajib.
Aku tidak menjumpai pendapat seperti itu pada ulama selainnya. Hanya saja, apa
yang diriwayatkan dari Malik bahwa beliau memperlakukannya sebagaimana shalat
Jum’at. Sedangkan Az-Zain bin Al-Munir menukil dari Abu Hanifah bahwa dia
mewajibkannya. Begitupula beberapa pengarang kitab madzhab Hanafiyyah. Mereka
menyatakannya sebagai hal yang wajib.”[18]
Shalat gerhana lebih utama
dikerjakan secara berjama’ah dialakukan dua rakaat dan setiap rakaat dilakukan
dengan dua kali berdiri dan dua kali ruku’.[19] Meskipun berjama’ah bukan menjadi
syarat sahnya, serta diberitahukan dengan seruan “As-Shalatu jami’ah”.[20]
Waktu shalat ini dimulai sejak terjadi gerhana sampai pulih kembali seperti
semula atau terbenam. Tetapi mengenai bulan apabila ia tenggelam sewaktu gerhana,
shalat gerhana tetap dilaksanakan sampai matahari terbit.[21]Hal
ini berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata:
خَسَفَتِ الشمسُ فَصلَّى رسولُ اللهِ صلى الله عليه و سلم فَقام قِيَامًا
طويلًا نَحْوا من سورة البقرةِ ثم رَكَعَ ركوعا طويلا ثم رفع فقام قياما طويلا و
هو دُوْنَ القيامِ الاولِ ثم رَكع ركوعا طويلا و هو دُوْنَ الرُكوعِ الاولِ ثم سجد
ثم قام قِيَاما طويلا و هو دُوْنَ القِيَامِ الاولِ ثم ركع رُكوعا طويلا و هو دُوْنَ
الرُكوعِ الاولِ ثم رفع فَقام قِيَاما طويلا وهو دُوْنَ القِيَامِ الاول ثم ركع
ركوعا طويلا و هو دون الركوع الاول ثم سجد ثم انْصَرَفَ و قد تجلتِ الشمسِ فقال إِن
الشمس و القمر آيتان من آيات الله لا يَخسِفان لموْتِ احدٍ و ا لحياتهِ فإذا رأيتم
ذلك فاذكرواالله
Artinya:
“Pada suatau waktu terjadi gerhana, maka Rasulullah
berdiri shalat. Berdirinya itu lama sekali kira-kira sepanjang bacaan surah
al-Baqarah. Lalu ruku’ dan lama pula ruku’nya, kemudian bangkit dan berdiri
lagi dan ini pun lama pula tetapi lebih pendek dari berdiri pertama tadi, lalu
ruku’ dan lamanya kurang sedikit dari ruku’ yang pertama. Kemudian sujud,
kemudian berdiri lagi lama sekali namun lebih pendek dari yang pertama,
kemudian ruku’ dan panjangnya hampir sama dengan ruku’ yang pertama, lalu
bangkit dan berdiri lama sekali tetapi kurang sedikit dari yang sebelumnya.
Kemudian ruku’ lagi yang lamanya lebih pendek dari ruku’ sebelumnya. Kemudian
sujud. Dan ketika selesai shalat , matahari telah nampak jelas seperti biasa, lalu Nabi berkata:
‘Matahari dan bulan adalah dua macam tanda dari sekian banyak
tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak akan gerhana karena kematian seseorang
atau karena kelahirannya. Karena itu, jika kamu melihatnya maka berdzikirlah
kepada Allah!’”(HR. Bukhari dan Muslim).
Diriwayatkan
dari Abu Bahrah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْكَسَفَتْ الشَّمْسُ فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ حَتَّى دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلْنَا
فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ حَتَّى انْجَلَتْ الشَّمْسُ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَنْكَسِفَانِلِمَوْتِ أَحَدٍ
فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا وَادْعُوا حَتَّى يُكْشَفَ مَا بِكُمْ
Artinya:
“Kami pernah
duduk-duduk bersama Rasulullah SAW lalu terjadi gerhana matahari. Maka Nabi SAW berdiri
dan berjalan cepat sambil menyeret selendangnya hingga masuk ke dalam masjid,
maka kami pun ikut masuk ke dalam masjid. Beliau lalu mengimami kami shalat dua
rakaat hingga matahari kembali nampak bersinar. Setelah itu beliau SAW bersabda:
“Sesungguhnya matahari dan bulan tidak mengalami gerhana disebabkan karena
matinya seseorang. Jika kalian melihat gerhana keduanya, maka dirikanlah shalat
dan berdoalah hingga selesai gerhana yang terjadi pada kalian.”[22]
Madzhab Hanafi berpendapat bahwa shalat
gerhana itu dua rakaat dan mengerjakannya sama dengan shalat hari raya atau shalat
jum’at.[23]
Dasar hukum yang dipakai adalah hadis Nabi SAW yaitu:
إذا رأيتم ذالك فصلوها كأَحْدَثِ صلاةٍ صلَيتموها من
المكتوبةِ
Artinya:
“Apabila kamu melihat gerhana, maka
shalatlah sebagaimana shalat fardhu yang biasa kamu kerjakan.”(HR. Ahmad dan Nasa’i)
Adapun membaca al-Fatihah wajib dalam kedua
rakaat gerhana itu, dan bacaan suratnya boleh dipilih sesuka hati. Mengeraskan atau
memperlahankan suara dalam bacaan itu pun sama bolehnya, hanya saja Bukhari
berkata bahwa mengeraskan lebih sah.[24]
Disunnatkan pula bertakbir, berdo’a, bersedekah dan
mengucapkan istighfar[25].
Ini berdasarkan hadis dari ‘Aisyah r.a bahwa Nabi bersabda:
إن الشمس و القمر آيتان من آيات الله لا يخسِفان
لِموت أحدٍ و لا لحياتها فإذ رأيتم ذلك فادعوالله و كبِّروا و تصَدَّقوا و صلوا
Artinya:
“Sesungguhna matahari dan bulan adalah dua macam tanda dari beberapa tanda kekuasaan Allah. Terjadinya
gerhana bukan karena kematian seseorang atau kehidupannya. Maka jika kamu
melihatnya, berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, bersedekahlah dan shalatlah.”
c.
Shalat Istisqa’
Maksud istisqa’ adalah meminta curahan hujan kepada Allah saat terjadi kekeringan atau kemarau panjang. Shalat istisqa’ adalah shalat sunnah dua rakaat yang dikerjakan seperti shalat
hari raya dalam hal bertakbir, berjama’ah , mengeraskan suara, tempat
melaksanakannya dan khutbah dua kali sebelum shalat. Tetapi menurut Hanbali
khutbah dalam istisqa’ hanya satu kali. Shalat istisqa’ hukumnya sunnah mu’akkad,
tetapi menurut ulama Hanafi hukumnya mandub.[26]
Hadis tentang shalat sunnah istisqa’ adalah sebagai berikut:
أن لنبىَّ
صلى الله عليه و سلم خرج بالناس يستقِى فصلَّى بهم ركعتين جَهَرَ با القِراءة ِفيهما
Artinya:
“Nabi SAW. keluar bersama orang banyak yang mengerjakan sahalat
istisqa’. Beliau shalat dua rakaat dan mengeraskan bacaan dalam kedua rakaat
itu.”(Diriwayatkan oleh Jama’ah )
خرج نبي الله صلى الله عليه و سلم يوما يَستقِى و صلَّى بنا ركعتين بلا
اذانٍ و لا اقامةٍ ثم خَطَبَنا و دعا الله و حَوَّلَ وجهَه نحو القبلة رافِعا يديه
ثم قَلَبَ رِدَاءَه فجعل الأيمنَ على الأَيْسَرَ و الأيسر على الأيمان
Artinya:
“Nabi keluar pada suatu hari untuk mengerjakan shalat istisqa’, lalu
shalat bersama kami dua rakaat tanpa adzan dan iqamat, kemudian mengucapkan
khutbah dan berdo’a kepada Allah, lalu membalikkan wajahnya kearah kiblat sambil
mengangkat tangannya. Kemudian dibalikkan selendangnya, yang kanan diletakkkan
di kiri dan yang kiri diletakkan di kanan.”(HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Baihaqi)
d.
Shalat Tarawih
Shalat tarawih adalah shalat malam di bualan ramadhan yang hukumnya
sunnah bagi laki-laki dan perempuan. Shalat ini dikerjakan setelah shalat isya’
sebelum shalat witir, dua rakaat-dua rakaat, tetapi boleh juga setelah witir
hanya saja kurang utama. Dan waktunya terus berlangsung sampai akhir malam.[27] Diriwayatkan
oleh jama’ah dari Abu Hurairah r.a ia berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يُرَغِّبُ في قيام رمضان من غير أن يأمُرَ
فيه بعزيمةٍ فيقول: من قام رمضان إيمانا و احتسابا غُفِرَ له ما تقدم من ذنبه
Artinya:
“Rasulullah SAW menganjurkan untuk
mengerjakan shalat sunnah pada bulan ramadhan, tetapi tidak mewajibkannya.
Beliau bersabda: “Barang siapa yang bangun pada malam bulan ramadhan karena
iman dan mengharap keridhoan Allah maka dampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
Berkata Imam
An-Nawawi, “Yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan adalah shalat tarawih,
serta para ulama telah bersepakat bahwa shalat tarawih adalah perkara yang
mustahab (sunnah). Mereka berselisih pada keutamaannya, apakah di lakukan
sendiri di rumahnya atau berjamaah di masjid? Maka berkata Asy-Syafi’i, jumhur
shahabat-shahabat syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad, sebagian ulama Malikiyah dan
selainnya, terlebih baik apabila shalat tarawih dilakukan secara berjama’ah
seperti yang di lakukan oleh ‘Umar bin Khathab dan para shahabat dan terus di lakukan oleh kaum muslimin,
karena ia merupakan syi’ar yang menyerupai shalat ‘Id. Berkata imam Malik, Abu
Yusuf , sebagian ulama Syafi’iyah dan selainnya, terlebih afdhal adalah
melakukannya sendiri di rumah berdasarkan hadits Rasulullah SAW: “Shalat
yang paling utama adalah shalat seorang laki-laki di rumahnya, kecuali shalat
maktuubah (shalat yang wajib).”[28]
Mengenai jumlah rakaatnya Jama’ah
meriwayatkan dari “Aisyah r.a:
أن النبي صلى
الله عليه و سلم ما كان يزيد في رمضان و لا في غيره علي إحدى عَشَرَة َركعةً
Artinya:
“Bahwa Nabi SAW
tidak pernah menambah shalat sunnatnya pada waktu malam, baik bulan ramadahan
maupun lainnya lebih dari sebelas rakaat.”
Demikianlah
sunnah yang didapatkan dari Nabi SAW dan selain ini tidak ada samasekali.
Tetapi suatu kenyataan pula pada masa Umar, Ustman dan Ali orang-orang
mengerjakan shalat dua puluh rakaat pada malam bulan ramadhan. Demikian ini
adalah pendapat jumhur ulama ahli fiqih dari golongan Hanafi, Hanbali dan Daud.
Turmudzi berkata bahwa sebagian ahli sependapat dengan apa yang diriwayatkan
dari Umar dan sahabat Nabi yang lain, yakni dua puluh rakaat. Ini adalah
pendapat Tsauri, Ibnu Mubarak dan Syafii’i; Syafi’i juga berkata: “Saya
mendapatkan orang-orang di Makkah shalat dua puluh rakaat.”
Pelaksanaan
shalat tarawih adalah secara berjamaah. Keterangan dalam hadis menyebutkan
bahwa Nabi mengerjakan shalat dimasjid kemudian orang-orang banyak mengikuti
shalatnya. Karena Nabi khawatir kalau shalat itu difardukan, Nabi tidak pergi
kemasjid secara rutin untuk shalat bersama orang-orang. Kemudian Umar
mempelopori agar shalat tarawih dilaksanakan dengan cara berjama’ah yang
dipimpin seorang imam.[29]
e.
Shalat Tahajjud
Perintah shalat
tahajjud termuat dalam Alqur’an surat:
و من الليل فتهجد به نافلة لك عسى ان
يبعثك ربك مقاما محمودا
‘Dan sebagian malam itu
gunakanlah untuk bertahajjud sebagai shalat sunnah bagimu, semoga tuhanmu akan
membangkitkanmu pada kedudukan yang tinggi.”(QS. )
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah , Rasulullah SAW bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ
اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ
اللَّيْلِ
Artinya:
“Sebaik-baik
puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah (Muharram).
Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.”[30]
Waktu pelaksanaan shalat tahajjud
yang paling utama adalah sepertiga malam terakhir, [31]sebagaiman disebutkan dalam hadis dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah SAW bersabda:
ينزل ربُّنا عز
و جل كلَّ ليلة الي سماء الدنيال حين يبقَى ثُلُثُ الليل الأخرِ فيقول من يدعوني
فأستَجيبَ له من يسألُني فأُعتيه من يستغفِرُني فأغفِرَله
Artinya:
“Tuhan kita ‘azza wa jalla tiap malam turun kelangit dunia pada
sepertiga malam terakhir. Pada saat itu Allah berfirman: ”Barangsiapa yang
berdo’a kepadaku pasti akan kukabulkan, barangsiapa yang memohon kepadaku pasti
akan kuberi, dan barang siapa yang meminta ampun kepadaku pasti akan kuampuni.”(Diriwayatkan oleh Jama’ah)
f.
Shalat Witir
Shalat witir adalah salah satu shalat tatawwu’ yang muqayyad
dengan waktu dan hukumnya sunnah mu’akkad berdasarkan keterangan Ali r.a:
إن الوترَ ليس بحَتْمِ كالصلاتكم المكتوبة
ولكنَّ رسولَ الله صلى الله عليه و سلم أوتَرَ ثم قال : يا أهلَ القران
أوتِروا فان الله وِترٌ يحب الوِترَ
Artinya:
“Witir itu sebenarnya bukan shalat fardu sebagaimana shalat fardu yang
lima waktu. Hanya saja Rasulullah SAW setelah
berwitir, pernah bersabda: “Wahai
ahlul qur’an, kerjakanlah shalat witir sebab Allah itu Witir (Maha Esa) dan suka sekali
pada yang witir (ganjil).”(HR. Ahmad dan Ash-habus Sunnah oleh Turmudzi dianggapasan,
sedangkan Hakim yang juga meriwayatkan, menganggapnya sebagai hadis shahih).
Diriwayatkan
dari Abi Dzar bahwa Rasulullah SAW bersabda:
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ
صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ
عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ
الضُّحَى
“Pada pagi hari
diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah. Setiap
bacaan tasbih (subhanallah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahmid
(alhamdulillah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil (laa ilaha illallah)
bisa sebagai sedekah, dan setiap bacaan takbir (Allahu akbar) juga bisa sebagai
sedekah. Begitu pula amar ma’ruf (mengajak kepada ketaatan) dan nahi mungkar
(melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti)
dengan melaksanakan shalat Dhuha sebanyak dua raka’at.”[32]
Mengenai waktu pelaksanaanya sebagaimana diterangkan dlam hadis dari Abu
Musa al-Ansari, berkata:
كان رسول
الله صلى الله عليه و سلم يوتر أول الليل و أوسطه و آخره
Artinya:
“Rasulullah Saw melaksanakan shalat witir pada awal malam, kadang-kadang
pada pertengahannya dan kadang pula di akhir malam.”(HR. Ahmad dengan sanad yang shahih).
Jumalah maksimum shalat witir adalah sebelas rakaat, sedangkan batas
minimumnya satu rakaat. Cara mengerjakannya boleh dua rakaat-dua rakaat dengan
salam pada setiap dua rakaat, kemudian satu rakaat di akhir shalatnya; boleh
pula dilakukan seluruhnya dengan bertasyahud setiap dua rakaat tanpa salam dan
baru membaca salam pada rakaat terakhir; dan boleh juga dilakukan seluruh
rakaatnya secara bersambung dengan sekali tasyahud dan salam pada rakaat
terakhir saja.[33]
g.
Shalat Dhuha
Dasar hukum shalat dhuha adalah sebagai berikut:
أوصاني خيليلي صلى الله عليه و سلم بثلاث: بصيام ثلاثة أيام في كل شهر
وركعتي الضحى و ان أوتِرَ قبل أن انامَ
Artinya:
“Kekasihku Rasulullah SAW berpesan kepadaku tiga hal: berpuasa tiga hari
setiap bulan, mengerjakan dua rakaat dhuha dan shalat witir sebelum tidur.”(HR. Syaikhani)
Waktu pelaksanaan shalat dhuha dimulai sejak matahari sudah naik
kira-kira sepenggalan sampai dengan tergelincir. Tetapi yang paling utama ialah
sudah lewat seperempat siang.[34]
خرج رسول الله صلى الله عليه و سلم علي أهل قُبَّاءِ و هم يصلون الضحى فقال
: صلاةُ الأوبين إذا رَمَضَتِ الفِصَالِ من الضحى
Artinya:
“Rasulullah SAW keluar menuju penduduk Quba’ yang sedang melaksanakan
shalat dhuha, lalu bersabda: “shalat Awwabin (sahalat orang-orang yang kembali
kepada Allah) ialah shalat yang dilakukan di waktu anak-anak unta bangkit
karena kepanasan waktu dhuha.”(HR. Ahmad, Muslim dan Turmudzi)
Jumlah rakaat shalat dhuha minimal adalah minimal dua rakaat sebagaimana
dalam hadis Abu Dzar, batas maksimal yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW ialah
delapan rakaat, sedangkan menurut yang disabdakan ialah duabelas rakaat.
Sebagaian ulama berpendapat bahwa tidak ada batasan bilangan rakaat shalat
dhuha. Ini adalah pendapat Abu Ja’far Thabari, Hulaimi dan Ruyani dari golongan
Syafi’i.[35]
Fadhilah shalat dhuha sebagaimana dlam hadis:
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم
من صلى الضحى اثنتي عشرة ركعة بنى الله تعالى له قصرا في الجنة من ذهب
Artinya:
“Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang
shalat dhuha dua belas rakaat maka Allah akan membangunkannya istana emas di
surga.” (HR. Turmudzi)
h.
Shalat Tasbih
Dasar shalat tasbih adalah hadis dari
Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas, yaitu:
يَا
عَبَّاسُ يَا عَمَّاهُ أَلاَ أُعْطِيكَ أَلاَ أَمْنَحُكَ أَلاَ أَحْبُوكَ أَلاَ
أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ
ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ قَدِيمَهُ وَحَدِيثَهُ خَطَأَهُ وَعَمْدَهُ
صَغِيرَهُ وَكَبِيرَهُ سِرَّهُ وَعَلاَنِيَتَهُ عَشْرَ خِصَالٍ أَنْ تُصَلِّىَ
أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ تَقْرَأُ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَسُورَةً
فَإِذَا فَرَغْتَ مِنَ الْقِرَاءَةِ فِى أَوَّلِ رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ قُلْتَ
سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ
أَكْبَرُ خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ
عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ الرُّكُوعِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ
تَهْوِى سَاجِدًا فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ سَاجِدٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ
مِنَ السُّجُودِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ
تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُولُهَا عَشْرًا فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ فِى كُلِّ
رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِى أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ
تُصَلِّيَهَا فِى كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى
كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً فَإِنْ
لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى عُمُرِكَ
مَرَّةً
Artinya:
“Wahai Abbas, wahai pamanku, sukakah paman, aku
beri, aku karuniai, aku beri hadiah istimewa, aku ajari sepuluh macam kebaikan
yang dapat menghapus sepuluh macam dosa? Jika paman mengerjakan ha itu, maka
Allah akan mengampuni dosa-dosa paman, baik yang awal dan yang akhir, baik yang
telah lalu atau yang akan datang, yang di sengaja ataupun tidak, yang kecil
maupun yang besar, yang samar-samar maupun yang terang-terangan. Sepuluh macam
kebaikan itu ialah; “Paman mengerjakan shalat empat raka’at, dan setiap raka’at
membaca Al Fatihah dan surat, apabila selesai membaca itu, dalam raka’at
pertama dan masih berdiri, bacalah; “Subhanallah wal hamdulillah walaa ilaaha
illallah wallahu akbar (Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada ilah
selain Allah dan Allah Maha besar) ” sebanyak lima belas kali, lalu ruku’, dan
dalam ruku’ membaca bacaan seperti itu sebanyak sepuluh kali, kemudian
mengangkat kepala dari ruku’ (i’tidal) juga membaca seperti itu sebanyak
sepuluh kali, lalu sujud juga membaca sepuluh kali, setelah itu mengangkat
kepala dari sujud (duduk di antara dua sujud) juga membaca sepuluh kali, lalu
sujud juga membaca sepuluh kali, kemudian mengangkat kepala dan membaca sepuluh
kali, Salim bin Abul Ja’d jumlahnya ada tujuh puluh lima kali dalam setiap
raka’at, paman dapat melakukannya dalam empat raka’at. Jika paman sanggup
mengerjakannya sekali dalam sehari, kerjakanlah. Jika tidak mampu, kerjakanlah
setiap jum’at, jika tidak mampu, kerjakanlah setiap bulan, jika tidak mampu,
kerjakanlah setiap tahun sekali. Dan jika masih tidak mampu, kerjakanlah sekali
dalam seumur hidup.” (HR. Abu Daud no. 1297)
i.
Shalat Istikharah
Seseorang yang menghadapi suatu
urusan yang mubah dan ia sendiri masih bimbang manakah yang sebaiknya
dilakukan, maka disunnahkan mengerjakan shalat dua rakaat. Dalam shalat ini
sesudah membaca al-Fatihah ia boleh membaca surah apa saja sesuai dengan
kemauannya. Dan setelah selesai hendaklah memanjatkan puji kepada Allah,
membaca shalawat kepada Nabi lalu membaca do’a yang tercantum dalam hadis Jabir
berikut:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم –
يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلِّهَا ، كَمَا يُعَلِّمُ
السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ يَقُولُ « إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ
فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ
إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِك وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ
مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ
أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ
هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ
قَالَ عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاقْدُرْهُ لِى وَيَسِّرْهُ لِى ثُمَّ بَارِكْ
لِى فِيهِ ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِى فِى دِينِى
وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ فِى عَاجِلِ أَمْرِى
وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْهُ عَنِّى وَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِى الْخَيْرَ
حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِى – قَالَ – وَيُسَمِّى حَاجَتَهُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengajari para sahabatnya untuk shalat istikharah dalam setiap urusan,
sebagaimana beliau mengajari surat dari Alquran. Beliau bersabda, “Jika kalian
ingin melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua rakaat selain shalat
fardhu, kemudian hendaklah ia berdoa:Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah
pada-Mu, dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan, dengan kekuatan-Mu,
aku meminta kepada-Mu, dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang
menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu,
sedangkan aku tidak tahu. Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib. Ya
Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku dalam urusanku di
dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku),
maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia
untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi
agama, kehidupan, dan akhir urusanku (atau baik bagiku dalam urusanku di dunia
dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, dan palingkanlah aku darinya, dan
takdirkanlah yang terbaik untukku apapun keadaannya dan jadikanlah aku ridha
dengannya. Kemudian dia menyebut keinginanya” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, Ibn Hibban, Al-Baihaqi
dan yang lainnya).
j.
Shalat Tahiyatul Masjid
Dalil tentang
shalat sunnah tahiyatul masjid ialah hadis dari Abu Qatadah, Nabi
bersabda:
إذا جاع احدكم المسجدَ فليصل سجدتين
قبل أن يجلس
Artinya:
“Jika seseorang
dari kamu datang kemasjid, hendaklah shalat dua rakaat sebelum duduk”(HR. Jama’ah)
k.
Shalat Taubat
Dari Abu Bakar
r.a., berkata:
سمعت رسول الله
صلى الله عليه و سلم يقول ما من رجل يذنب ذَنبا ثم يقومُ ثم يتطهر
ثم يصلِّى ثم يستغفرُ الله الا غفرالله الا غفر له ثم قرأ هذه الأية و الذين إذا
فعل فاحشتا أو ضلموا أنفسهم ذكروا االله فاستغفروا لذنوبهم و من يغفر الذنوب إلا
الله؟ ..و لم يُصِّروا علي ما فعلوا و هم يعملون ألئك جزاؤهم مغفرة من ربهم و جناتٌ
تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها
Artinya:
“Saya mendengar Rasulullah SAW. bersbabda: “Tiada seorangpun yang
berdosa, kemudian ia berwudhu, lalu shalat dan memohon ampun pada Allah,
melainkan ia diampuni oleh-Nya. Selanjutnya beliau membaca ayat: “Orang-orang
yang melakukan keburukan atau menganiaya diri sendiri, lalu ingat kepada Alllah
serta memohon ampun atas dosa-dosanya, dan memang siapa lagi yang kuasa
mengampuni dosa-dosa itu selain Allah, lagipula mereka tidak terus menerus
melakukan dosa, sedang mereka mengetahui sendiri, maka untuk mereka disediakan
pahala ampunan dari Tuhan serta surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya.
Mereka kelakal di dalamnya.”(HR.
Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majjah, Baihaqi dan Turmudzi)
l.
Shalat Hajat
Diriwayatkan dari
Abdulah bin Abu Aufa:
قال رسول الله
صلى الله عليه و سلم من كانت له إلي الله حاجة أو إلي أحد من بني آدم فليتوضأ و
اليحسن الوضوء ثم ليصل ركعتين ثم ليثن علي الله تعالى و ليصل علي النبي صلى الله
عليه و سلم ثم ليقل لا اله الا الله الحليم الكريم سبحان االله العرش العظيم الحمد
لله رب العالمين أسألك مو جبات رحمتك و عزائم مغفرتك و الغنيمة من كل بر و السلامة
من كل إثم لا تدع لي إلا غفرته و لا هما إلا فرجته و لا حاجة هي لك رضا إلا قضيتها
يا أرحم الراحمين
Artinya:
“Rasulullah
SAW. berkata: ”Barang siapa mempunyai keperluan, baik kepada Allah atau kepada
seseorang manusia, hendaklah ia berwudhu dengan baik dan shalat dua rakaat.
Setelah itu memuji kepada Allah dan
mengucapkan shalawat kepada Nabi SAW, lalu berdo’a: ”Tiada tuhan selain Allah,
Maha Pemaaaf lagi Maha Pemurah. Maha Suci Allah. Pemilik Arsy yang Agung.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Saya memohon kepadamu segala hal
yang menimbulkan rahmat-Mu, kepastian ampunan-Mu, memperoleh segala kebaikan
dan selamat dari segala perbuatan dosa. Jangan Engkau biarkan dosa padaku melainkan
Engkau ampuni, dan janagn pula Engkau biarkan kesusahan melainkan Engkau
hilangkan, serta jangan biarkan ada sesuatu keperluan yang Engkau ridhai
melankan Engkau penuhi, wahai Tuhan yang Maha Pengasih.”(HR. Turmudzi)
m.
Shalat Sunnah
Wudhu
Dianjurkan
melakukan shalat dua rakaat setelah selesai wudhu. Lebih utama jika dikerjakan
sebelum anggota wudhu kering kembali.[36]
Dalil bagi shalat ini adlah hadis yang diterima dari ‘Uqbah bin ‘Amir,
Rasulullah SAW bersabda:
ما احدٌ يتوضأُ
فيُحسن الوضوءَ و يصلِّى ركعتين يُقبِلُ بقلبه و وجهه عليهِما إلا وَ جَبَتْ له
الجنةُ
Artinya:
“Tidaklah
seseorang berwudhu dengan baik lalu shalat dua rakaat dengan khusyu’, melainkan
ia pasti masuk surga.”(HR. Muslim,
Abu Daud dan lainnya)
n.
Shalat Sunnah Isyraq
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ
قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ. قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
Artinya:
“Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh
secara berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari
terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at (shalat isyraq), maka ia
seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Berkata Anas bin Malik, Rasulullah n kemudian
berkata: “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.”[37]
B.
Hikmah dan Manfaat Pelaksanaan Shalat
1.
Manfaat
shalat bagi kejiwaan dan kepribadian
a. Menumbuhkan ketenangan jiwa
Seorang muslim akan selalu menumbuhkan hubunagan dia dengan Allah yaitu
melalui shalat. Shalat menjadi sar.ana hamba mengeluh kapada Allah. Bila
manusia mencur.ahkan segala ketakuatan, dan ketegangannya kepada Allah, maka
tenanglah jiwanya dan terhentilah keluh kesahnya.[38]
Dr. Thomas Heslubb menyatakan: “shalat adalah cara terbaik untuk mendapatkan
ketenangan jiwa dan menenangkan saraf.”[39]
b. Shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar
Di dalam shalat
aada kekuatan ruhani. Sekiranya ia
menempati posisi yang semestinya pada anggota tubuh or.ang yang sholat
dan inderanya, niscaya kekuatan itu akan memberikan dampak mencegah perbuatan
keji dan mungkar. Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar jika
dilakukan bukan hanya rutinitas gerakan badan saja tetapi disertai kehadiran
nruh dalam shalat.[40]
c. Melatih sikap tawadu’
Pada hakikatnya
shalat adalah ketawadu’ankepada keagungan Allah. Puncak ketawadu’an dan
penghinaan diri ini termanifestasi ketika ruku’ dan sujud. Sikap tawadu’ kepada Allah akan menghilangkan
rasa sombang kepada makhluk-Nya.
d. Melatih sikap amanah
Shalat adalah
titipan Allah kepada makhluk-Nya. Menjaga amanah terbesar yakni shalat akan
berimplikasi kepada penjagaan terhadap amanah-amanah kecil.[41]
e. Mempertajam kemampuan konsentrasi
Orang yang
melaksanakan shalat akan selalu berusaha dengan segenap kemampuannya untuk
berkonsentrsi terhadap bacaan shalatnya. Secara tidak langsung itu akan
menumbuhkan kemampuan konsentr.asi dan akan menjadi faktor terbesar dari
penyelesaian masalah-masalah hidupnya.[42]
f. Mengajrkan penjagaan terhadap waktu
Shalat
disyari’atkan dengan waktu-waktu tertentu dan wajib menunaikannya pada
waktunya.
...ان الصلاة كانت على المؤمنين كتابا موقوتا
Artinya:
“…sesungguhnya shalat itu adalah fardun yang ditentukan waktunya atas orang-orang
yan beriman.”(An-Nisa’: 103)
Alah SWT berfirman :
“Celakalah orang-orang yang shalat. Yakni orang-orang yang lalai
terhadap shalatnya.”(Al-Ma’un: 4-5)
Tujuan dari lar.angan ini adalah pembiasaan bagi seseoarang agar
mengerjakan berbagai amal pada waktunya dann menyelesaikan sebelum waktunya
habis.[43]
g.
Shalat
Sebagai Pembentuk Akhlak yang Mulia
“Sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.Apabila ia ditimpa kesusahan
ia berkeluh kesah,dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,kecuali orang-orang
yang mengerjakan shalat,yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,dan
orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,bagi orang (miskin)
yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau
meminta),dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan,dan orang-orang yang
takut terhadap azab Tuhannya.Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat
orang merasa aman (dari kedatangannya).Dan orang-orang yang memelihara
kemaluannya,kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka
miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.Barangsiapa
mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui
batas.Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan
janjinya.Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya. Dan orang-orang yang
memelihara shalatnya.Mereka itu (kekal) di syurga lagi dimuliakan.” (Q.S. Al-Ma’aarij: 19-35).
2. Manfaat shalat bagi kesehatan jasmani
Shalat mengandung gerakan olahraga diantaranya:[44]
a. Menurut Clinical Excerpts no. 14, Published by Bayer Germany
Pharmaceutical Division vol XXIX 1967,, yang ditulis oleh Dr. Friedrich_W, Dr.
G. Laborie dan Dr. T. Y. Arramon, Bordeaux, Teritang" Principles of
rheumattism-theraipie, maka bila sikap ruku' ini dilaksanakan, sesuai dengan
syarat-syarat ilmu kedokteran, maka banyak sekali penyakit terutama penyakit
yang menyerang ruas tulang belakang, yang meliputi ruas tulang punggung,
ruastulang leher, ruas tulang pinggang . dan ruas~tulang tungging dapat
disembuhkan dihindarkan.
b. dengan sikap ruku' secara ilmiah, otot-otot punggung yaitu otot- otot
kerudung (muse, trape-zius), otot punggung lebar (muse, latissimus dorsi), otot
belah ketupat (muse, rhomboideus) dapat' ber-kontraksi sama rata dan serentak,
sehingga penyakit erekutan atau membengkoknya tulang punggung (scoliose), yang
sering timbul p|ada anak-anak yang disebabkan sikap duduk yang salah pada waktu
me-nulis atau membaca dapat dihindarkan atau disem- buhkan. Pula suatu kelainan
dari tulang punggung di mana satu atau beberapa ruas tulang belakang ter-kehel
atau membokong ke belakang (Kyphosis), dapat diperbaiki dan dikembalikan pada
posisi yang nomal.
c. I’tidal, yaitu bangun dari rukuk, tubuh kembali tegak. Variasi gerakan
berdiri, ruku’, berdiri lagi, kemudian sujud merupakan latihan pencernaan yang
baik. Organ- organ pencernaan di dalam perut mengalami pemijatan dan
pelonggaran secara bergantian. Efeknya, pencernaan menjadi lebih lancar.
d. Dengan sikap sujud dinding dari urat-urat nadi otak (arteria capsularis
cerebri internal, dapat dilatih dan dibiasakan dengan rnenerima darah yang
relatip lebih banyak dari biasanya sehingga kematian yang sekonyong-konyong, yang disebabkan oleh pecahnya urat-urat nadi otak (apoplexia cerebri)
dapat dihindarkan
e. Seorang dokter neurology asal Amerika -yang akhirnya masuk Islam-
menemukan, di dalam otak manusia terdapat beberapa syaraf yang tidak dimasuki
oleh darah. Padahal setiap inci dari otak memerlukan darah yang cukup untuk
berfungsi sempurna. Tetapi ketika seseorang sujud, darah dapat mengalir
memasuki urat syaraf tersebut. Urat ini memerlukan darah pada saat- saat
tertentu saja. Artinya kebutuhan ini terpenuhi hanya pada waktu shalat. Posisi
sujud juga mengalirkan darah kaya oksigen secara maksimal dari jantung ke otak.
Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Dengan kata lain, sujud yang
tuma’ninah dan kontinyu dapat memacu kecerdasan.
BAB III
Penutup
A.
Kesimpulan
Shalat sunnaat memiliki berbagai macam bentuk dan nama.
Masing-masing shalat sunnat memiliki tatacara pelaksanaan yang berbeda-beda dan
memiliki keutamaan sendiri-sendiri. Shalat sunnat yanag telah diajarkan oleh
Nabi SAW. adalah sebagai sarana tabungan tambahan amal akhirat yang ditawarkan
untuk umat islam. Apabila kelak di akhirat amal shalat wajib seseorang dihitung
dan mengalami kekurangan maka pahala shalat sunnat dapat menutupi kekurangan
itu. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW : “Sesungguhnya amal hamba yang
pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya
baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya
rusak, dia akan menyesal dan merugi...”(HR. Nasa’i).
Pelaksanaan shalat baik shalat wajib maupun sunnah, memiliki banyak
hikmah dan manfaat. Orang yanag melaksanakan shalat dengan baik dan benar lagi
sungguh-sungguh, akan dapat merasakan manfaat tersebut. Hikmah dan manfaat
shalat ini muncul baik dari segi kejiwaaan dan kepribadian maupun dari segi
kesehatan jasmani. Jadi, orang islam yang melaksanakan shalat dengan baik dan
benar serta sungguh-sungguh pada hakikatnya adalah memberi kemanfaatan bagi
diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Hikmah kesehatan dalam wudhu dan shalat(tanah datar:
SMP 1 Rambatan, 2010)
Al-Khuli, Hilmi, shalat sebagai terapi
penyakit batin dan fisik,terjemah Az-zahra’ lil ‘Alami ‘Arabi(Yogyakarta:
Beranda Publishing, 2010)
Ar-Rahbawi,‘Abdu
Qadir, Shalat Empat Madzhab(Jakarta: PT. Intermasa, 1994)
Muhammad Nashr, Abdul Karim, shalat penuh makna, terjemah Nazharat
fi ma’anish shalah, (Solo: Al-Qowam, 2011)
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah(Bandung:
Al-Ma’arif, 1986)
[1] Lihat:
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah(Bandung: Al-Ma’arif, 1986)hlm, 11 dan ‘Abdu
Qadir
ar-Rahbawi, Shalat Empat Madzhab(Jakarta: PT.
Intermasa, 1994)hlm,290
[2] ‘Abdu
Qadir ar-Rahbawi, Shalat Empat Madzhab(Jakarta: PT. Intermasa,
1994)hlm,290
[3] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah(Bandung:
Al-Ma’arif, 1986)hlm, 12
[4] ‘Abdu
Qadir ar-Rahbawi, Shalat Empat Madzhab(Jakarta: PT. Intermasa,
1994)hlm,292
[5] Sayyid
Sabiq, Fikih Sunnah(Bandung: Al-Ma’arif, 1986)hlm, 20-21
[6] Sayyid
Sabiq, Fikih Sunnah(Bandung: Al-Ma’arif, 1986)hlm, 22
[7] Ibid.
hlm, 21-22
[8] HR. Muslim (no. 728), Tirmidzi (no. 415), dan
An-Nasa’i (no. 1794). Lafadz ini dalam
kitab Imam Tirmidzi.
[9]
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah(Bandung: Al-Ma’arif, 1986)hlm, 26
[10] ‘Abdu
Qadir ar-Rahbawi, Shalat Empat Madzhab(Jakarta: PT. Intermasa, 1994)hlm,
[11] ‘Abdu
Qadir ar-Rahbawi, Shalat Empat Madzhab(Jakarta: PT. Intermasa, 1994)hlm,294-295
[12] Ibid.
hlm,296
[13]‘Abdu
Qadir ar-Rahbawi, Shalat Empat Madzhab(Jakarta: PT. Intermasa,
1994)hlm,296
[14]Ibid.
hlm,296
[15] Ibid.
hlm,306
[16] Ibid.
hlm,307-308
[17]HR.
Abu Dawud (1149 dan 1150) dan Ibnu Majah (no. 1280). Hadits ini shahih.
[19] Lihat:
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah(Bandung: Al-Ma’arif, 1986)hlm, 74 dan ‘Abdu Qadir
ar-Rahbawi, Shalat Empat Madzhab(Jakarta: PT.
Intermasa, 1994)hlm,316
[20] Lihat:
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah(Bandung: Al-Ma’arif, 1986)hlm, 74 dan ‘Abdu Qadir
ar-Rahbawi, Shalat Empat Madzhab(Jakarta: PT.
Intermasa, 1994)hlm,316
[21] ‘Abdu
Qadir ar-Rahbawi, Shalat Empat Madzhab(Jakarta: PT. Intermasa, 1994)hlm,319
[23] Sayyid
Sabiq, Fikih Sunnah(Bandung: Al-Ma’arif, 1986)hlm, 76
[24]
Ibid.hlm, 77
[25] Ibid.
[26] ‘Abdu Qadir ar-Rahbawi, Shalat Empat
Madzhab(Jakarta: PT. Intermasa, 1994)hlm,320
[27] Lihat:
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah(Bandung: Al-Ma’arif, 1986)hlm, 60 dan ‘Abdu Qadir
ar-Rahbawi, Shalat Empat Madzhab(Jakarta: PT.
Intermasa, 1994)hlm,304
[28] Imam An-Nawawi, Syarh
Shahih Muslim, hlm. 517. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari (no.
6113) dan Muslim (no. 781).
[29] Lihat:
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah(Bandung: Al-Ma’arif, 1986)hlm, 63 dan ‘Abdu
Qadir
ar-Rahbawi, Shalat Empat Madzhab(Jakarta: PT.
Intermasa, 1994)hlm,305
[31] Sayyid
Sabiq, Fikih Sunnah(Bandung: Al-Ma’arif, 1986)hlm, 56
[33] ‘Abdu
Qadir ar-Rahbawi, Shalat Empat Madzhab(Jakarta: PT. Intermasa, 1994)hlm, 298
[34] ‘Abdu
Qadir ar-Rahbawi, Shalat Empat Madzhab(Jakarta: PT. Intermasa, 1994)hlm, 324
[35] Sayyid
Sabiq, Fikih Sunnah(Bandung: Al-Ma’arif, 1986)hlm, 68
[36] ‘Abdu
Qadir ar-Rahbawi, Shalat Empat Madzhab(Jakarta: PT. Intermasa, 1994)hlm,
[37] HR. Tirmidzi (no. 586). Berkata Abu ‘Isa, ini
adalah hadits hasan gharib.
[38] Hilmi
Al-Khuli, shalat sebagai terapi penyakit batin dan fisik,terjemah Az-zahra’
lil ‘Alami ‘Arabi(Yogyakarta: Beranda Publishing, 2010)hlm,157-158
[39] Ibid. hlm,
82
[40] Abdul
Karim Muhammad Nashr, shalat penuh makna, terjemah Nazharat fi
ma’anish shalah, (Solo: Al-Qowam, 2011), hlm. 119
[41] Abdul
Karim Muhammad Nashr, shalat penuh makna, terjemah Nazharat fi
ma’anish shalah, (Solo: Al-Qowam, 2011), hlm. 119
[42] Ibid.
hlm. 125-126
[43] Ibid.
hlm. 127-128
[44]
Abdullah, Hikmah kesehatan dalam wudhu dan shalat(tanah datar: SMP 1
Rambatan, 2010)hlm, 36-46